Pedagang mengaku terpaksa membayar pungli agar tempat usahanya tidak dirusak.
"Kalau enggak dibayar atau balasnya ketus ke ormas, entar tenda (lapak jualan) dirusak. Ada ajalah yang rusak entar," kata A, salah seorang pedagang di kawasan wisata Jaletreng, Sabtu (15/1/2022).
A menambahkan, anggota ormas kerap memungut uang dengan dalih untuk menyelenggarakan acara hingga "jatah preman".
Mereka biasanya berkeliling meminta uang kepada pedagang tiap akhir pekan.
Pungutan tersebut meresahkan para pedagang di kawasan wisata Jaletreng.
"Misalnya pas tanggal merah, alasannya (ormas) mau ada event nih sambil pake kardus mintain duit itu gede, Rp 50.000. Kadang kan kami (pedagang) lagi sepi dimintain segitu ya gimana, keberatan," ucap A.
"Kadang alasannya ada orang sakit sambil bawa kardus gitu mintain sumbangan," ujar dia.
Di luar "sumbangan orang sakit" hingga "jatah preman", para pedagang juga dipungut uang bulanan dan mingguan.
Adapun besaran iuran wajib bulanan tergantung besarnya lapak pedagang, mulai dari Rp 150.000 hingga Rp 500.000 per bulan.
Sementara itu, pungutan mingguan dengan dalih uang keamanan dipatok sebesar Rp 5.000 tiap pedagang.
Tak hanya itu, kata A, pedagang yang hendak berjualan di kawasan wisata Jaletreng juga dimintai uang awal buka lapak dengan nominal lebih besar dari uang bulanan.
Nominalnya tergantung hasil negosiasi dengan si pengurus ormas.
"Untuk uang awal buka lapak itu ya nego aja. Misal berapa juta jadi berapa. Kalau ditawarin Rp 3,5 juta bisa nego jadi Rp 3 juta atau Rp 2,5 juta," kata A.
Dengan banyaknya pungli, pedagang berharap Pemkot Tangerang Selatan mengambil alih seluruh pengelolaan kawasan wisata Jaletreng.
"Kalau udah diambil dinas sih kayaknya lebih rapi. Supaya difasilitasi sama pemerintah," ucap A.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/01/16/06150011/pedagang-di-jaletreng-tangsel-terpaksa-bayar-pungli-ke-ormas--lapak