JAKARTA, KOMPAS.com - DKI Jakarta kembali mengalami lonjakan kasus Covid-19 seiring dengan masuknya varian omicron di ibu kota.
Berdasarkan data terbaru yang dirilis Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 pada 27 Januari, pemerintah melaporkan adanya 8.077 kasus baru. Sebanyak 50 persen atau 4.149 kasus baru bersumber dari Jakarta.
Adapun kasus aktif di Jakarta kini mencapai 16.979. Angka itu mencapai hampir 50 persen dari kasus aktif nasional yang berjumlah 35.704.
Lonjakan kasus Covid-19 juga dirasakan dengan tingkat keterisian tempat taidur di rumah sakit atau bed occupancy ratio (BOR) yang mencapai 38 persen pada Rabu (26/1/2022) malam. Selang satu hari berikutnya, angka tersebut naik menjadi 45 persen.
Sebanyak 1.756 tempat tidur di rumah sakit rujukan Covid-19 di Jakarta sudah terisi. Tempat tidur tersisa 3.922 saat ini.
Kenaikan BOR juga tercatat di intensive care unit (ICU). Saat ini, 86 tempat tidur ICU sudah terisi dari 611 total kapasitas yang ada.
Peningkatan BOR langsung dirasakan oleh RS Polri di Kramat Jati, Jakarta Timur. Kepala RS Polri Brigadir Jenderal Asep Hendradiana mengatakan, lonjakan tersebut terjadi dalam sepekan terakhir.
"Dalam minggu ini ada peningkatan pasien Covid-19 yang masuk ke RS Polri, sekitar 45 persen dari bed yang disediakan," kata Asep kepada wartawan, Kamis (27/1/2022).
Menurut Asep, saat ini terdapat 56 pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19. Rata-rata pasien tersebut bergejala sedang hingga berat.
Sementara, kata Asep, RS Polri memiliki kapasitas 114 tempat tidur perawatan dan bisa ditambah jika diperlukan.
"Kami siapkan 114 tempat tidur dan bisa bertambah bila diperlukan," ucap Asep.
Mulai sulit cari rumah sakit
Di tengah lonjakan kasus baru dan meningkatnya BOR, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Abraham Wirotomo mulai menerima laporan warga yang kesulitan mencari rumah sakit.
"Namun keterisian tempat tidur rumah sakit di Jakarta saat ini justru didominasi oleh pasien yang sifatnya bukan mendesak, atau tanpa gejala dan ringan," lanjut dia.
Padahal, menurut dia, masyarakat dan rumah sakit sebaiknya lebih mengutamakan pasien yang sakit berat, lansia, dan komorbid.
Karena itu, Abraham mengimbau masyarakat yang terpapar Covid-19 dari virus Corona varian Omicron tanpa gejala atau ringan untuk lebih memanfaatkan telemedis dan melakukan isolasi mandiri (isoman) agar BOR di RS tak melonjak.
"Masyarakat tidak perlu panik. Apalagi WHO menyebut varian Omicron lebih ringan ketimbang (varian) Delta. Yang penting waspada, proposional," tutur Abraham.
Tarik rem, hentikan PTM
Menanggapi lonjakan kasus Covid-19 di ibu kota, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak menanggap remeh.
Koordinator P2G Nasional Satriwan Salim pun meminta Pemprov DKI mempertimbangkan untuk tak lagi menyelenggarakan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen.
Ia menilai pelaksanaan skema PTM 100 persen tidak sepenuhnya aman, lancar, dan efektif. Selama pelaksanaan PTM 100 persen, P2G mencatat adanya pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi selama pelaksanaan PTM dengan kapasitas 100 persen. Pelanggaran itu terjadi mulai dari tidak diterapkannya jarak 1 meter di dalam kelas.
"Jarak 1 meter dalam kelas yang sulit dilakukan karena ruang kelas relatif kecil ketimbang jumlah siswa," ungkapnya.
Kemudian ruang sirkulasi udara tidak ada atau ventilasi udara tidak dibuka karena kelas ber-AC. Adanya siswa berkerumun dan nongkrong bersama sepulang sekolah serta masih adanya kantin sekolah yang buka secara diam-diam.
Oleh karena itu, P2G mendesak Gubernur Anies Baswedan untuk mengehentikan skema PTM 100 persen.
Saat ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih menerapkan sistem PTM dengan kapasitas 100 persen. Padahal, sudah ada temuan kasus Covid-19 di 90 sekolah dan menyebabkan penutupan sementara.
"P2G berharap Pemprov DKI Jakarta jangan meremehkan kondisi ini, jangan pula tunggu gelombang ketiga kasus Covid-19 memuncak," Satriwan
Satriwan menambahkan, bedasarkan data yang dihimpun P2G, ada beberapa sekolah di Jakarta sudah menghentikan PTM 100 persen sebanyak dua kali, hanya dalam jarak waktu dua minggu. Hal itu dikarenakan siswa dan guru di sekolah tersebut terkena Covid-19 secara berulang.
"Ada beberapa sekolah semula PTM 100 persen, lalu siswa kena Covid, PTM dihentikan 5×24 jam," ujar Satriwan.
"Setelah itu PTM lagi, setelah beberapa hari PTM ada siswa positif lagi, terpaksa PTM dihentikan kembali. Ini kan tidak efektif. Sekolah buka tutup, buka tutup terus, enggak tahu sampai kapan," sambung dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/01/28/06481531/covid-19-kian-mengganas-di-jakarta-sudah-saatnya-tarik-rem-darurat