JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus anak sebagai korban kejahatan pornografi dan cyber crime (dunia maya) menjadi kasus ketiga terbesar yang diterima Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sepanjang tahun 2021.
"Ya kasus tersebut menjadi kasus terbesar ketiga yang diterima KPAI tahun 2021 setelah kasus terbanyak pertama anak korban kekerasan fisik dan atau psikis berjumlah 1.138 dan kasus terbesar kedua anak sebagai korban kejahatan seksual sebanyak 859 kasus," ujar Komisioner KPAI Jasra Putra saat dihubungi, Sabtu (29/1/2022).
"KPAI mencatat jumlah total kasus anak sebagai korban kejahatan pornografi dan cyber crime yang diterima pada 2021 sebanyak 345 kasus. Laporan itu masuk ke dalam kategori pengaduan klaster kasus Perlindungan Khusus Anak (PKA)," jelasnya.
Jika dirincikan ke dalam persentase, terdapat 6 persen kasus dengan pengaduan langsung, 10 persen kasus dengan pengaduan tidak langsung, pengaduan online sebesar 83 persen, dan ada 1 persen melalui media online.
"Total ada 345 kasus tersebut yang dibagi lagi ke dalam dua kategori yaitu anak sebagai korban kejahatan pornografi dari dunia maya dan anak sebagai korban perundungan di dunia maya," ungkapnya.
Dengan catatan jumlah laporan anak sebagai korban kejahatan pornografi dari dunia maya ada 177 laporan kasus.
Jika dirincikan, ada 13 laporan kasus dengan pengaduan langsung, 23 kasus dengan pengaduan tidak langsung, dan terbanyak 141 kasus melalui pengaduan online.
Sedangkan laporan kasus anak sebagai korban kejahatan pornografi dari dunia maya dan anak sebagai korban perundungan di dunia maya ada 168 laporan kasus.
Dengan rincian 3 laporan kasus dengan pengaduan langsung, 11 kasus dengan pengaduan tidak langsung. Terbanyak 153 kasus melalui pengaduan online, dan 1 kasus melalui media online.
Menanggapi itu, Ketua KPAI Susanto mengaku prihatin dengan perkembangan teknologi yang justru disalahgunakan beberapa pihak untuk kejahatan.
"Kami menyayangkan terjadinya kasus demikian di era digital saat ini. Seiring dengan semakin dinamisme teknologi dan informasi, kasus-kasus demikian potensial terjadi," tutur Susanto.
Karena itu, Susanto mengajak kepada seluruh orang tua agar lebih mengawasi lagi anaknya sehingga kasus serupa tidak terulang.
"Maka semua pihak khususnya orang tua harus hati-hati, harus waspada agar anak-anak tidak menjadi korban," tandasnya.
Kasus doxing di Tangsel
Sebelumnya diberitakan, kasus kejahatan di dunia maya terjadi di Tangerang Selatan. Seorang perempuan di bawah umur inisial AA (15) menjadi korban ancaman penyebaran foto vulgar.
Ancaman yang disertai dengan pemerasan tersebut dilakukan oleh mantan kekasihnya inisial TDP (19).
Ketua Unit Pelaksana Teknis P2TP2A Tangsel Tri Purwanto mengatakan, kejadian serupa sudah marak terjadi di era teknologi informasi seperti sekarang ini.
Tri menyebutkan, selama dua bulan belakangan saja pihaknya sudah menerima tiga kasus pemerasan dengan ancaman penyebaran foto vulgar, atau biasa juga dikenal sebagai doxing.
"Saya dapat laporan di akhir tahun 2021 sama di awal tahun 2022, ada tiga kasus yang sama seperti itu," ujar Tri saat dihubungi, Jumat (28/1/2022).
Dia menuturkan, ketiga kejadian tersebut berawal dari perkenalan melalui media sosial (medsos). Kemudian, pelaku dan korban berkomunikasi dan menjalin hubungan
"Sama persis perkenalan di medsos lanjut di WA (whatsapp), video call udah bebas di situ kan. Dari situ pria tersebut merekam," jelas Tri.
Kemudian setelah pelaku dan korban putus, rekaman tersebut dijadikan pelaku sebagai alat untuk memeras korban.
"Abis itu ancaman minta duit, kalau gak (dikasih) bakal disebar videonya," pungkasnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/01/29/12265121/kasus-pemuda-ancam-sebar-foto-vulgar-mantan-pacar-kpai-minta-orangtua