JAKARTA, KOMPAS.com - Vihara Bahtera Bhakti merupakan salah satu wihara tua di kawasan Pasir Putih, Ancol, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara.
Wihara ini memiliki keterkaitan dengan kedatangan Laksamana Cheng Ho ke Nusantara beberapa ratus tahun lalu.
Suku Dinas Kebudayaan Kota Jakarta telah merekomendasikan Vihara Bahtera Bhakti sebagai cagar budaya.
"Obyek diduga cagar budaya perlu kajian untuk bisa masuk sebagai bangunan cagar budaya. Alasan masuknya Vihara Bahtera Bhakti untuk menjadi cagar budaya ada kriterianya," kata Rofiqoh kepada Kompas.com, Senin (31/1/2022).
Menurut dia, untuk dapat menjadi cagar budaya, sejumlah kriteria khusus harus dipenuhi.
Misalnya dari bangunan wihara yang dinilai sudah cukup untuk dikategorikan sebagai ODCB (Obyek Diduga Cagar Budaya).
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2011 tentang Cagar Budaya, syarat sebuah bangunan, situs, benda menjadi cagar budaya adalah sudah berusia minimal 50 tahun.
Kemudian, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan, serta memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
"Harus memenuhi kriteria itu. Kami enggak asal saja untuk mengategorikan ini adalah obyek yang diduga obyek cagar budaya," kata dia.
Vihara Bahtera Bhakti sudah berusia ratusan tahun. Wihara tersebut didirikan untuk menghormati dan memberi persembahan kepada Sampo Soei Soe, yang merupakan juru masak Laksamana Cheng Ho saat berlayar ke Tanah Air.
Dikutip dari nationalgeographic.grid.id, berdasarkan penuturan turun-temurun, kapal yang diarungi Sampo Soei Soe merapat ke kawasan Ancol yang saat itu masih bernama Kota Paris.
Kapalnya ditambatkan pada sebuah pancang kayu yang kini dibuat permanen dengan beton berbentuk kotak. Pancang itu berada disamping pagoda kecil tempat pembakaran uang kertas di wihara.
Sampo Soei Soe merupakan seorang muslim China kemudian menikah dengan Siti Wati, putri seorang ulama ternama kala itu yang ada di wilayah Ancol, Embah Said Areli Dato Kembang dan Ibu Enneng. Pernikahan itu pun membuat akulturasi budaya terjadi.
Makam Sampo Soei Soe dan istrinya serta Embah Said dan Ibu Enneng berada di area wihara.
Menurut Juru Kunci Makam sekaligus penjaga wihara, Parto (52), keberadaan makam tersebut sudah ada sebelum wihara dibangun dan diperbesar seperti saat ini.
Wihara dibangun untuk memberi doa, menghormati, dan persembahan kepada Sampo Soei Soe yang merupakan tokoh Tionghoa.
Hal tersebut bermula dari kedatangan orang-orang China ke wilayah itu untuk mencari keberadaan Sampo Soei Soe.
Namun, saat mereka datang, Sampo Soei Soe telah tiada. Mereka pun mendirikan tempat pemujaan untuk mengenang Sampo Soei Soe.
Seiring berjalannya waktu, tempat itu pun berkembang menjadi wihara hingga menjadi luas dan besar seperti sekarang.
"Makam (Sampo Soei Soe) ini ada sebelum kompleks. Jadi sebelum ada kelenteng itu makam dulu, menantunya Embah ini muslim dari China, karena Khonghucu menghormati leluhur, walaupun leluhurnya muslim mereka tetap disembahyangi, dihormati. Jadi ini mereka sebenarnya berziarah juga," kata dia.
Parto mengatakan, setidaknya makam tersebut sudah berusia sekitar 600 tahun, sedangkan usia kelenteng tidak terlalu jauh karena dibangun secara bertahap.
Bangunan yang ada saat ini merupakan hasil renovasi yang berkali-kali dilakukan. Apalagi, lokasi kelenteng berada di pinggir pantai sehingga cukup sering terkena banjir air laut pasang.
Oleh karena itu, tinggi kelenteng pun mulai disesuaikan dengan dilakukan pengurukan. Setidaknya, kata dia, kelenteng tersebut tidak mengalami banjir separah dahulu.
Berdasarkan keterangan di buku Klenteng-Klenteng dan Masyarakat Tionghoa di Jakarta karya Salmon-Lombard, wihara Bahtera Bhakti dibangun pada masa yang sama dengan pembangunan wihara Jin De Yuan atau Kelenteng Petak Sembilan, pada tahun 1650.
Adapun wihara tersebut mulai banyak dikunjungi umat pada abad ke-17. Tidak hanya umat Khonghucu atau Buddha, tetapi juga umat Islam.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/01/31/13031381/vihara-bahtera-bhakti-wihara-bersejarah-yang-direkomendasikan-jadi-cagar