TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Vihara Boen Hay Bio merupakan salah satu wihara tertua di Kota Tangerang Selatan. Lokasinya berada di Pasar Lama Serpong, Cilenggang.
Wihara ini sudah berdiri sejak tahun 1694. Artinya, usia kelenteng tersebut sekitar 300 tahun atau tiga abad.
"Sekarang umur atau usia (wihara) kurang lebih 300 tahun lebih. Wihara ini sudah berdiri sejak tahun 1694," ucap Ketua Boen Hay Bio Tatang Jong Fendy, dikutip dari pemberitaan Warta Kota, Sabtu (22/1/2022).
Sejarah berdirinya wihara
Tatang menceritakan sejarah berdirinya wihara yang dikisahkan secara turun-temurun.
Menurut dia, wihara didirikan oleh orang terkaya di daerah tersebut, tetapi dengan bangunan yang seadanya.
Kemudian, pada masa kolonial, warga etnis Tionghoa dari sejumlah daerah mengungsi ke Batavia karena terjadi kerusuhan.
Tak lama setelah pelarian itu, mereka berniat kembali ke daerah asalnya. Namun, sepanjang perjalanan kembali, mereka memperoleh informasi bahwa daerah asalnya masih keruh dengan suasana peperangan.
Oleh karenanya, mereka memilih untuk singgah sementara waktu di wihara tersebut.
"Mereka mau kembali ke daerah dan singgah dulu di vihara sini sampai menunggu situasi benar-benar aman, hingga kumpul-kumpul di Boen Hay Bio sini," ungkap Tatang.
Seiring waktu, sejumlah warga yang berniat singgah sementara justru merasa aman dan nyaman tinggal di wihara.
Kemudian mereka lebih memilih untuk bermukim di wihara, sehingga tempat itu menjadi lokasi pengungsian bagi warga etnis Tionghoa.
"Sudah dalam keadaan aman justru banyak pengungsi yang memilih tinggal di sini. Akhirnya banyak umat juga yang berlari ke sini dan mengungsi," kata dia.
"Makin lama banyak orang, maka terus dibangun, dan berlanjut ke perkumpulan Boen Hay Bio," tutur dia.
Sejak saat itu, material demi material sesuai kepercayaan etnis Tionghoa mulai diletakkan di wihara. Lambat laun, wihara tersebut berdiri kokoh sebagai tempat ibadah.
Setelah cukup lama menjadi lokasi pengungsian, akhirnya wihara tersebut dipilih menjadi lokasi perkumpulan Boen Hay Bio.
Sempat terancam
Komunitas warga keturunan Tionghoa sempat terancam dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967 pada era kepemimpinan Soeharto.
Ketika itu pemerintah melarang tradisi keagamaan maupun adat istiadat etnis Tionghoa ditunjukkan secara terbuka di depan publik.
"Boey Han Bio itu kelenteng atau leluhur yang menjadi kepercayaan, kalau wihara itu umat Buddha. Dulu Boen Hay ini berdiri di depan, terus zaman Soeharto kepercayaan itu mau dihilangkan, jadi alat kepercayaan Buddha yang kita ke depankan (klenteng)," ujar Tatang.
Pada era kepemimpinan Presiden Gus Dur, pemerintah mengeluarkan Inpres Nomor 6 Tahun 2000 yang mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967.
Mulai saat itu, etnis Tionghoa dapat kembali melakukan aktivitas kepercayaan dan ibadah mereka secara terbuka. Begitu juga dengan perkumpulan Boen Hay Bio.
"Jadi sekarang Boen Hay Bio kembali dan didekatkan dengan sang Buddha. Jadi kelenteng dengan Boen Hay disatukan kembali," tandasnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/02/03/07013181/sejarah-vihara-boen-hay-bio-di-serpong-yang-berusia-tiga-abad