Wilayah yang terdiri dari tujuh kecamatan ini dibentuk sebagai daerah otonom pada 26 November 2008.
Di usia Kota Tangsel yang sudah 13 tahun, masih banyak warga yang tidak memiliki fasilitas sanitasi layak.
Warga pun akhirnya menggunakan jamban "helikopter" atau jamban apung
Ribuan warga Tangsel masih gunakan jamban "helikopter"
Wali Kota Tangerang Selatan Benyamin Davnie menyebutkan, ada sekitar 1.700 kepala keluarga (KK) yang tidak memiliki fasilitas sanitasi pembuangan air yang layak di Tangsel.
Jumlah KK yang tidak memiliki sanitasi pembuangan air saat ini berkurang dibandingkan data pada 2021, yakni 1.824 KK.
Hal itu karena Pemerintah Kota (Pemkot) Tangsel telah membangun fasilitas sanitasi komunal yang layak untuk 124 KK di 100-150 lokasi.
Pembangunan fasilitas sanitasi komunal menggunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun 2021.
"Total dari awal pendataan dari tahun kemarin kami lakukan alokasi anggaran pembangunannya di beberapa tempat. Data sekarang sekitar 1.700-an (KK yang belum punya fasilitas sanitasi layak)," ungkap Benyamin saat dihubungi, Selasa (15/3/2022).
Terbanyak di Kecamatan Setu
Benyamin mengatakan, warga kecamatan Setu paling banyak menggunakan jamban "helikopter" di Tangerang Selatan.
"Di Setu paling banyak, sekitar 420-an (KK)," kata Benyamin.
Angka itu sekitar 24,7 persen dari total warga yang tidak punya fasilitasi sanitasi layak, yakni 1.700 KK.
Pemkot akan terus bangun fasilitas sanitasi komunal
Karena banyaknya warga tak punya fasilitas sanitasi memadai, Pemerintah Kota Tangsel mengupayakan berbagai penanganan agar warganya tidak buang air besar sembarangan (BABS).
"Secara fisik konstruksi kami bangunkan bagi warga yang punya lahan di rumahnya, tapi bagi yang tidak punya lahan, kami desain misalnya menjadi bilik komunal 2-3 rumah tangga itu satu tempat BAB," ujar Benyamin.
Ia memastikan akan terus membangun fasilitas sanitasi komunal, baik menggunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) maupun melalui program bantuan pihak ketiga seperti dana corporate social responsibility (CSR) dan Baznas.
Selain membangun fasilitas sanitasi yang layak secara fisik, kata Benyamin, ada juga penanganan dari sisi medis dan budaya.
Sebab, menurut Benyamin, bukan hanya faktor kemiskinan yang menyebabkan warga melakukan BABS, tetapi juga karena hal itu sudah menjadi kebiasaan buruk warga.
"Kalau sisi medis, kami minta teman-teman di puskesmas untuk melakukan sosialisasi," kata dia.
"Sisi budayanya ini peran para tokoh masyarakat, peran lurah untuk edukasi meninggalkan kebiasaan BABS," lanjut Benyamin.
Apa itu jamban "helikopter"?
Jamban menurut KBBI artinya tempat buang air atau kakus.
Sementara itu, helikopter adalah pesawat udara dengan baling-baling besar di atas yang berputar horizontal lalu mempercepat massa udara ke arah bawah, dengan demikian memperoleh reaksi berupa gaya angkat.
Lalu, kenapa jamban apung dinamakan jamban "helikopter"?
"Karena dulunya, bukan di Tangsel ya, waktu masih pedesaan itu biasanya di atas empang ikan tempat BAB-nya. Di bawahnya ada ikan lele atau ikan piaraan," jelas Benyamin.
"Karena dia di ketinggian, makanya disebut 'helikopter', karena di atas empang, hanya ditutupi bilik saja," lanjut dia.
Jamban "helikopter" atau jamban apung yang umumnya didirikan menggunakan kayu di atas kali.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/03/16/11585111/saat-ribuan-warga-tangsel-masih-gunakan-jamban-helikopter-karena-tak