JAKARTA, KOMPAS.com - Kapolres Tangerang Selatan (Tangsel) AKBP Sarly Sollu dilaporkan ke Divisi Propam Mabes Polri atas dugaan telah menghalangi proses eksekusi sebuah rumah.
Proses eksekusi rumah yang berdasarkan putusan pengadilan itu berlangsung di sebuah rumah di Jalan Keuangan, Perumahan Astek, Lengkong Gudang Timur, Serpong, pada 9 Maret 2022 lalu.
Saat itu, polisi mendapatkan laporan dari warga bahwa penyitaan isi rumah tersebut berlangsung ricuh.
Penghuni Rumah Disebut Sedang Isoman
Warga sekitar meminta pihak yang memenangkan sengketa untuk tidak melakukan eksekusi di hari tersebut karena pemilik rumah yang lama tengah positif Covid-19 dan menjalani isolasi mandiri.
Menurut Sarly, polisi hadir untuk menengahi konflik tersebut. Polisi meminta kemurahan hati pengacara pemenang sengketa untuk mengizinkan penhuni rumah tersebut untuk menjalani karantina terlebih dahulu sebelum eksekusi berlangsung.
"Saya turun untuk beri solusi dan menengahi karena rasa kemanusiaan," kata Sarly saat dikonfirmasi, Kamis (10/3/2022).
Namun kuasa hukum dari pemenang sengketa enggan menuruti permintaan Sarly.
Pihak pengacara bersikeras untuk melakukan eksekusi hari itu juga dengan alasan sudah ada perintah eksekusi dari pengadilan negeri (PN) Tangerang.
Pengacara mengatakan bahwa pihak kepolisian tidak memiliki wewenang untuk menunda eksekusi.
Momen bersitegang antara Kapolres Tangsel dan pengacara itu pun terekam dalam video yang viral di media sosial.
Dalam video tersebut, pengacara juga menuding bahwa kapolres memihak pada pemilik lama rumah tersebut.
"Saya juga tahu hukum, tahu prosedur," ujar pengacara dengan nada tinggi.
"Bapak jangan emosi, saya kan tadi meminta kita mengimbau memberikan kesempatan. Saya tidak punya wewenang (tunda eksekusi), kita hanya mengimbau," jawan Kapolres.
Belum Dieksekusi Sampai Saat Ini
Meski sudah 20 hari berlalu, proses eksekusi penyitaan rumah tersebut hingga saat ini belum berjalan.
Kuasa hukum pemilik rumah Swardi Aritonang pun menilai Kapolres telah menghalangi proses eksekusi sehingga menghentikan proses eksekusi perdata yang sedang berlangsung.
"Hingga berakibat klien kami saat ini, Fahra Rizwari, belum dapat obyek tersebut sekalipun telah dilaksanakan eksekusi. Percuma saja semua proses hukum eksekusi ini kalau rumah kami yang telah dibeli dari Kantor lelang Negara ini belum bisa dikuasai," ujar Swardi, Senin (28/3/2022).
Swardi sangat menyayangkan peristiwa penghalang-halangan oleh polisi karena proses hukum yang dilalui kliennya sudah panjang hingga memakan waktu satu setengah tahun.
"Kami sangat menyayangkan tindakan Kapolres menghentikan proses eksekusi sehingga membuat proses penyerahan rumah obyek eksekusi tertunda hingga saat ini dan belum tau pastinya kapan," lanjutnya.
"Saat ini Pengadilan Negeri Tangerang telah menyatakan eksekusi selesai karena secara hukum penetapan eksekusi telah dibacakan. Namun, secara faktanya sampai saat ini surat pengaduan ini kami ajukan, obyek eksekusi secara riil belum diterima oleh klien kami," ungkapnya.
Swardi juga mempertanyakan alasan Kapolres yang meminta agar eksekusi ditunda karena penghuni sedang isolasi mandiri. Padahal, pengacara tidak menerima bukti hasil tes Covid-19 dari termohon. Bahkan ketika termohon diminta untuk melaksanakan tes Covid-19 sebagai bukti, termohon pun menolak.
Dilaporkan ke Propam
Swardi pun akhirnya melaporkan Kapolres Tangsel ke Divisi Propam Mabes Polri. Kapolres Tangsel diduga telah melanggar Hukum Acara Perdata dan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian Republik Indonesia.
Swardi menegaskan, kapolres tidak berwenang untuk menunda proses eksekusi karena itu merupakan domain hakim. Alasan pertimbangan kemanusiaan dan hati nurani yang disebut Kapolres dinilai tidak tepat.
"Seharusnya yang dilakukan Kapolres adalah upaya pengamanan dan penegakan hukum, sehingga proses eksekusi berjalan dengan baik," pungkasnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1) huruf l Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal tersebut berbunyi “memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain serta kegiatan masyarakat".
Ia menegaskan, satu-satunya Lembaga Negara yang dapat melakukan eksekusi suatu putusan perdata yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) adalah pengadilan negeri terkait, sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Pasal 195 Herzien Inlandsch Reglement (HIR) Stbl 1941 No. 44 HIR.
"Dengan demikian apakah tindakan penghentian ini bertentangan dengan hukum? Kami telah mengadukan dugaan Pelanggaran Kode etik ke Divisi propam Mabes Polri sebagai pihak yang berwewenang menyelidiki, memeriksa, dan memutuskan suatu dugaan Pelanggaran Kode etik di Kepolisian," tutur Swardi.
Kapolres Sarly pun mengatakan siap menghadapi laporan tersebut.
"Hal pelaporan itu sudah sesuai dengan mekanisme yang ada. Jika ada masyarakat yang tidak puas terhadap anggota Polri, ya melapornya ke Propam," ujar Sarly saat dikonfirmasi, Selasa (29/3/2022).
"Kami siap, karena itu tanggung jawab saya," lanjutnya.
(Penulis: Annisa Ramadani Siregar)
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/03/29/16234761/duduk-perkara-kapolres-tangsel-diduga-halangi-eksekusi-rumah-hingga