DEPOK, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk kesekian kalinya menyatakan menolak membuka big data terkait aspirasi 110 juta masyarakat yang meminta agar pemilu ditunda.
Kali ini, Luhut menyatakan penolakan untuk membuka data itu saat ditagih oleh mahasiswa Universitas Indonesia dalam aksi unjuk rasa di Kampus UI, Selasa (12/4/2022).
Luhut datang ke UI kemarin untuk bertemu Rektor UI Ari Kuncoro, dan disambut unjuk rasa oleh pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa UI.
Setelah melakukan pertemuan tertutup, Luhut didampingi Ari Kuncoro pun menemui puluhan mahasiswa yang tengah menggelar aksi di depan pelataran Balai Sidang UI, Depok.
"Mau kalian apa? Biar saya jawab," tanya Luhut kepada mahasiswa yang tengah berorasi.
Salah satu mahasiswa menyampaikan bahwa mereka ingin memprotes soal wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.
"Kita tahu, Pak, kita baca di media bahwa Bapak Luhut menyuruh para ketua partai untuk menyuarakan wacana penundaan pemilu. Kita minta Bapak klarifikasi dan membuka big data. Apakah Bapak berani?" tanya Ketua BEM UI Bayu Satria Utomo.
Namun, Luhut menepis anggapan bahwa dirinya yang menggulirkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Menurut Luhut, ia hanya menyampaikan aspirasi yang diterima dari akar rumput.
"Saya tidak pernah mengatakan wacana itu. Yang pernah saya katakan di bawah itu minta pemilu ditunda, apa salah? Kamu ngomong gini salah? Enggak kan," ujar Luhut.
Luhut Tolak Buka Big Data
Para mahasiswa yang belum puas dengan jawaban Luhut kemudian meminta bukti soal big data 110 juta rakyat meminta penundaan pemilu yang pernah disebut oleh Luhut.
"Ada buktinya enggak, Pak? Permasalahan kita di big data," kata mahasiswa.
"Dengerin. Saya punya hak juga untuk tidak menge-share sama kalian. Tidak ada masalah, kenapa harus ribut," jawab Luhut.
Mendengar jawaban Luhut, para mahasiswa tetap bersikeras meminta dia membuka big data itu. Sebab, kata mahasiswa, Luhut merupakan pejabat publik yang harus mempertanggungjawabkan ucapannya soal big data tersebut.
"Kita sepakat berbeda pendapat, tapi Bapak pejabat publik perlu mempertanggungjawabkan big data ke kami semua," ujar mahasiswa.
"Apa hak kewajiban saya mempertanggungjawabkan? Seakan-akan pejabat publik mengizinkan tiga periode. Kamu berasumsi, itu tidak boleh," jawab Luhut.
Dalam perdebatan itu, Luhut menyampaikan kepada para mahasiswa bahwa pemilu tetap digelar pada 14 Februari 2024.
Namun, para mahasiswa tidak puas dengan pernyataan singkat Luhut. Para mahasiswa terus mendesak Luhut untuk membuka big data tersebut.
"Kami minta dibuka!" teriak salah satu mahasiswa.
"Dengerin kamu anak muda, kamu enggak berhak juga nuntut saya, karena saya juga punya hak untuk tidak memberi tahu," kata Luhut.
"Otoriter nih," teriak mahasiswa.
"Kalau otoriter, saya enggak samperin kamu," jawab Luhut.
Bukan Pertama Kali
Luhut pertama kali mengeklaim mempunyai big data soal 110 juta rakyat menginginkan penundaan pemilu pada awal Maret lalu melalui wawancara di sebuah akun YouTube.
Statement Luhut itu kemudian kian membuat isu perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi yang sebelumnya sudah disuarakan sejumlah ketua umum parpol menjadi semakin kencang.
Berbagai pihak lantas mendesak Luhut untuk membuka data yang ia maksud. Namun, Luhut sejak awal menolak membuka data itu.
"Ya janganlah, buat apa dibuka?” tutur Luhut saat diwawancarai wartawan, 15 Maret 2022.
Meski enggan membuka big data tersebut, Luhut menegaskan bahwa ia tidak berbohong. Ia mengeklaim data tersebut benar-benar ada.
Ia menepis tudingan sejumlah pihak yang meragukan validitas data tersebut ataupun yang menyebut bahwa big data itu tidak benar.
"Ya pasti adalah, masa bohong," kata Luhut.
Luhut mengaku, dirinya banyak mendengar aspirasi dari rakyat soal penundaan pemilu. Dia bilang, masyarakat banyak yang bertanya ke dirinya mengapa harus menghabiskan dana begitu besar untuk pemilu, padahal pandemi virus corona belum selesai.
Tak hanya itu, kepada Luhut, banyak yang menyatakan bahwa kondisi saat ini relatif tenang tanpa pergantian kepemimpinan.
"(Masyarakat bertanya), kenapa mesti kita buru-buru? Kami capek juga dengar istilah kadrun lawan kadrun. Kayak gitu, ya apa istilahnya dulu itulah. Kita mau damai, itu aja sebenarnya," ujar Luhut.
Meski mengeklaim adanya big data soal 110 juta warganet yang menolak pelaksanaan Pemilu 2024, Luhut mengaku tidak pernah memanggil elite partai politik untuk berkonsolidasi membahas ini.
Luhut mengaku paham bahwa upaya menunda pemilu butuh proses yang panjang perlu persetujuan DPR hingga MPR. Namun, dia mengeklaim bakal menyambut baik jika wacana tersebut terealisasi.
(Penulis: M Chaerul Halim | Editor: Nursita Sari)
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/04/13/05500011/luhut-lagi-lagi-tolak-buka-big-data-penundaan-pemilu-kali-ini-saat-debat