Di mushola Ar-Ridho pada wilayah Meruya Utara, Kembangan, Jakarta Barat, dia mengabdikan waktunya untuk mengajarkan ilmu agama Islam kepada seluruh kalangan usia, mulai dari anak-anak, dewasa, hingga orang tua.
Bagi Abdurahman, menjadi seorang guru ngaji bukanlah sesuatu yang sederhana. Ia percaya sebuah ilmu bisa mendatangkan kebaikan bila guru yang menyampaikan ilmu tersebut dikaruniai keberkahan oleh Tuhan.
"Jadi seorang guru ngaji itu atas gerak Allah. Sekalipun pendidikan, agama, ilmu kita tinggi kalau Allah belum angkat jadi seorang guru itu tentu belum bisa," kata Abdurahman saat berbincang setelah Shalat Tarawih, Kamis (14/4/2022).
Motivasi Abdurahman menjadi guru mengaji semata-mata hanya mengharapkan ridho dari Allah.
"Tugas seorang guru ngaji itu adalah mengajar, mengenalkan ilmu agama Islam, mengenalkan Allah, dan mengenalkan Nabi Muhammad SAW," ujarnya.
Cerita menjadi guru mengaji
Abdurahman pertama kali mengajarkan Alquran sejak tahun 2004 saat majelis bernama Ar-Ridho berdiri. Pada awalnya, murid Abdurahman hanyalah warga yang berasal di lingkungan sekitar.
Jumlahnya tidak lebih dari 20 orang.
"Awal-awalnya nggak begitu banyak, hanya anak-anak mulai 15 orang," tuturnya.
Namun, seiring berjalannya waktu, jumlah muridnya semakin bertambah, bahkan kini dia juga telah mengajar untuk pengajian orang dewasa dan orang tua.
Abdurahman menyebut kini jumlah secara keseluruhan muridnya kurang lebih sebanyak 55 orang.
"Namanya pengajian kadang ada pasang surutnya juga. Ada anak-anak yang ikut orang tuanya pindah rumah, ada yang sudah tamat sekolah dia pindah, itu juga berkurang jumlah murid," ucapnya.
Untuk mengajarkan Alquran, pertama-tama Abdurahman mengenalkan huruf-huruf hijaiyah (abjad dalam Bahasa Arab) kepada murid-muridnya.
"Jadi metodenya anak-anak membaca Al-Qur'an, Juz Amma, Iqra setiap hari, selesai ngaji kita ajarkan mereka membaca shalawat nabi," katanya.
Kemudian, setiap Jumat malam, Abdurahman mengajarkan anak-anak mengenai tata cara melakukan ibadah shalat.
"Kalau anak dari kecil sudah kita ajarkan shalat, setelah besar dia sudah bisa shalat, oh seperti ini shalat," ujar Abdurahman.
"Jadi kita ajarkan shalat mulai dari bacaan wudhu, doa-doa harian. Kemudian setiap hari juga ada hafalan surat-surat pendek dan doa harian," sambung dia.
Suka duka menjadi guru ngaji
Selama menjalani rutinitas sebagai seorang guru mengaji, Abdurahman sudah menganggap murid-muridnya bagai anaknya sendiri.
"Jadi kita asik sebagai guru, sebab guru adalah teladan bagi santri-santrinya, yang mengajarkan dan mendidik santrinya tujuannya agar anak ini memahami ilmu akhirat," ungkapnya.
Namun, rutinitas yang Abdurahman jalani tidak selamanya berjalan mulus. Ia pun kerap menemui beberapa hambatan-hambatan selama menjadi guru mengaji.
Kondisi tubuh yang kurang sehat atau cuaca buruk dengan intensitas hujan yang tinggi, kerap menjadi hambatan Abdurahman dalam mengajar ngaji.
"Misalnya hujan deras. Kita sudah datang untuk mengajar tapi muridnya tidak ada. Walau murid yang datang sedikit, kita akan tetap mengajar," katanya.
Kesulitan juga kerap ia hadapi jika harus mengajar anak-anak. Pada dasarnya, anak-anak masih gemar bermain di saat mengaji. Jadi tidak jarang di waktu belajar mereka malah berlari-larian, bertengkar, bahkan menangis.
Kendati demikian, hambatan-hambatan yang ia temui tidak pernah menyurutkan semangatnya dalam mengajarkan Alquran.
"Jadi hati seorang guru yang ikhlas ridho lillahi taala itu didalamnya ada cinta terhadap anak-anak muridnya," ujar Abdurahman.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/04/15/20554431/kisah-abdurrahman-mencari-rida-allah-lewat-pengabdian-sebagai-guru-ngaji