JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia menyatakan bahwa dugaan kasus hepatitis akut misterius belum mengarah pada akibat yang disebabkan pernah terpapar Covid-19.
Dia mengatakan, penyebab hepatitis akut misterius masih terus diteliti oleh para ahli dan belum mendapat kesimpulan yang pasti.
"Kan masih diteliti, belum ada yang bisa mengarahkan ke salah satu dugaan yang lebih pasti penyebabnya," ujar Dwi saat ditemui di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (18/5/2022).
Namun, menurut Dwi, kemungkinan akibat dari long Covid tidak tertutup begitu saja. Masih ada kemungkinan bahwa kasus hepatitis akut terjadi akibat peristiwa pandemi yang berjalan dua tahun belakangan.
Untuk itu, Dwi menganjurkan agar masyarakat tetap menjalankan protokol kesehatan sesuai dengan imbauan yang diterapkan.
"Ya (ada kemungkinan), berarti kita belum boleh lengah kan, artinya tetap sesuai anjuran sekarang boleh (membuka masker) di tempat terbuka, dan tidak dalam kondisi berkerumun, dan menjaga kesehatan," imbuh Dwi.
Data Dinkes DKI Jakarta per 18 Mei 2022, terdapat 24 dugaan kasus hepatitis akut misterius dengan rincian 1 suspek, 3 probabel dan 20 masih dalam pendalaman pemeriksaan.
Dwi menjelaskan, dari 24 orang yang diduga terpapar hepatitis akut misterius tersebut, terdapat pasien yang memiliki riwayat terpapar Covid-19.
Namun, dia tidak bisa merincikan karena tidak membawa data secara langsung.
"Ada sebagian yang pernah Covid, enggak hapal datanya, pokoknya (pada intinya) belum ada mengerucut (Covid-19) pada penyebabnya, semua masih hipotesa atau dugaan," kata dia.
Sebelumnya, Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman memperkirakan, kasus hepatitis akut misterius merupakan salah satu efek jangka panjang infeksi Covid-19 atau long covid.
"Hipotesis saya, ini adalah bagian dari pandemi Covid-19 itu, adalah salah satu bentuk dari long covid bahkan yang tidak mesti menunggu bertahun-tahun, satu tahun atau dua tahun setelah pandemi ini kita sudah bisa melihat," ujar Dicky, melalui pesan suara, Jumat (13/5/2022).
Menurut Dicky, hipotesisnya ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Israel terkait hepatitis akut misterius.
Berdasarkan penelitian tersebut, 99 persen anak yang terkena hepatitis akut misterius pernah terinfeksi Covid-19 dalam satu tahun terakhir.
Kemudian anak yang terpapar, kata Dicky, mayoritas berusia di bawah 5 tahun dengan tingkat tertinggi kasus berada rentang usia 2-3 tahun.
"Dan pada saat ini menimpa usia di bawah 5 tahun mayoritas dengan tertinggi pada usia 2-3 tahun, yang kita tahu notabene mereka belum eligible (berhak) untuk vaksinasi," ujar Dicky.
Dicky mengatakan, karena vaksinasi Covid-19 tidak diberikan pada rentang usia tersebut, maka terdapat kemungkinan long Covid terjadi.
"Ini juga memperkuat hipotesis bahwa proteksi dari vaksinasi itu sebagaimana riset menunjukkan memang mengurangi potensi long covid," ujar dia.
Tidak ada vaksin untuk anak-anak membuat daya tahan tubuh melemah sehingga adenovirus yang dikenal tidak terlalu berbahaya disebut bisa menyerang dengan mudah.
"Jadi ada temuan yang diduga bahwa dengan adanya infeksi Covid-19 sel T melemah, atau menyebabkan disfungsi sistem imunitas ini membuat lahirnya infeksi disebabkan adenovirus," ujar Dicky.
Meski baru hipotesis, Dicky menekankan pentingnya protokol kesehatan. Disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan serta pola hidup bersih dan sehat (PHBS) menjadi kunci mencegah penularan hepatitis.
"Kita sebenarnya sudah punya modal melakukan pencegahan, upaya pengendalian pandemi dilakukan PHBS dan 5 M. Kemudian perilaku hidup sehat yang harus kita lakukan bukan diperlonggar," imbuh Dicky.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/05/18/18131311/dinkes-dki-hepatitis-akut-misterius-belum-mengarah-akibat-long-covid