JAKARTA, KOMPAS.com - Enam tahun lalu, pemerkosaan dan pembunuhan secara sadis menimpa Eno Farihah (19), seorang karyawati pabrik di Kabupaten Tangerang, Banten.
Eno ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan di dalam kamar mes karyawan Polyta Global Mandiri, di Jalan Raya Perancis Pergudangan 8 Dadap, Kecamatan Kosambi.
Hari itu, pada Jumat, 13 Mei 2016, Eno tidak masuk kerja. Ketiga temannya mencoba mengubungi Eno, namun tak ada respon.
Mereka pun mengecek ke kamar Eno dan menemukan kamar itu dalam posisi tergembok dari luar.
Karena tak ada kunci cadangan, kamar itu pun akhirnya didobrak dengan bantuan karyawan laki-laki.
Betapa kagetnya ketiga teman Eno melihat sahabat mereka sudah dalam keadaan tak bernyawa.
Mayat Eno ditemukan terbaring tanpa busana dan bersimbah darah dengan gagang cangkul yang masih tertancap di bagian tubuhnya.
Penemuan mayat itu langsung dilaporkan ke kepolisian setempat.
Bangkai pun cepat tercium. Tak butuh waktu lama bagi polisi untuk menemukan pelaku pemerkosaan dan pembunuhan.
Kecewa ditolak Berhubungan Badan
Polisi mengejar para tersangka dengan melacak telpon seluler korban yang kebetulan diambil oleh salah satu pelaku.
Salah satu pelakunya adalah RA (16), yang merupakan pacar dari Eno Farihah.
Sementara itu dua pelaku lain adalah Rahmat Arifin (24) dan Imam Hapriadi (24).
Polisi menyatakan, pemerkosaaan yang berujung pembunuhan sadis ini bermula saat RA mendatangi kamar Eno Farihah pada Kamis, 12 Mei 2016.
RA datang ke sana sekitar pukul 23.30 WIB. Saat itu, RA dan Eno baru berpacaran sekitar satu bulan.
"Di dalam kamar itu, keduanya sempat bercumbu. Perselisihan dimulai saat EF menolak ajakan RA untuk berhubungan badan," kata Kasat Reskrim Polres Metro Tangerang Ajun Komisaris Besar Sutarmo, Senin (16/5/2016).
RA mengaku kesal karena ajakannya untuk berhubungan badan ditolak oleh Eno.
Keesokan harinya, RA pun menemui dua tersangka lainnya, Rahmat Arifin dan Imam Hapriadi, lalu mengajak mereka menghampiri Eno Farihah lagi ke kamarnya.
"Pas tiga tersangka masuk, korban langsung dibekap, diperkosa, lalu dibunuh. Pacul jadi alat pembunuhan karena awalnya mereka cari pisau tidak ketemu, adanya pacul," tutur Sutarmo.
Pengakuan para tersangka tentang pemerkosaan cocok dengan bukti yang ditemukan polisi di lapangan, yakni banyaknya sperma di kamar korban.
RA Hanya Divonis 10 Tahun karena di Bawah Umur
Ketiga tersangka sudah diseret ke meja hijau namun mendapatkan hukuman yang berbeda-beda.
RA yang pertama kali mencetuskan ide untuk memerkosa korban dan mengajak kedua temannya, justru mendapatkan hukuman lebih ringan.
RA divonis terlebih dahulu dengan hukuman 10 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Tangerang pada Juni 2016.
Ia dianggap memenuhi unsur pembunuhan berencana dan dikenakan hukuman maksimal untuk anak di bawah umur, yakni setengah dari ancaman hukuman maksimal orang dewasa.
Sementara itu, dua pelaku yang diajak RA, yakni Rahmat Arifin dan Imam Hapriadi divonis hukuman mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang.
Arifin dijerat dengan Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan Berencana dan Pasal 285 KUHP tentang Perkosaan, sedangkan Imam hanya dijerat dengan Pasal 340 KUHP.
Majelis menilai fakta persidangan membuktikan keduanya memenuhi unsur pembunuhan berencana dan pemerkosaan terhadap Eno Farihah.
Hakim juga menilai, tidak ada hal apa pun yang meringankan keduanya selama persidangan berlangsung sejak 2016.
Semua fakta persidangan memberatkan keduanya, termasuk ketika masih tidak mengaku bersalah meski semua bukti mengarah kepada mereka.
Baca artikel lanjutan disini: "Eno Farihah Tewas dengan Tubuh Tertancap Pacul, Inisiator Pemerkosaan Lolos dari Hukuman Mati (2)"
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/05/19/06274911/kisah-tragis-eno-farihah-diperkosa-dan-dibunuh-dengan-pacul-salah-satu