Priyanto dan kuasa hukumnya menanggapi replik oditur dalam sidang yang digelar di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (24/5/2022).
Ragukan hasil visum
Priyanto meragukan hasil visum penyebab kematian Handi. Keraguan itu disampaikan Priyanto melalui kuasa hukumnya, Letnan Satu Chk Feri Arsandi.
Feri berujar, uraian Oditur Militer Tinggi II Jakarta dalam replik sangat berbeda dengan uraian tuntutan terhadap kliennya, jika merujuk keterangan dr Muhammad Zaenuri Syamsu Hidayat, dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof Dr Margono, Banyumas, Jawa Tengah, yang melakukan visum terhadap jasad Handi.
Berdasarkan keterangan Zaenuri, waktu kematian Handi sulit ditentukan karena jasad telah mengalami pembusukan.
"Dalam tuntutannya, yaitu dalam keterangan saksi 22, dr Muhammad Zaenuri Syamsu Hidayat halaman 47 nomor 6, disebutkan bahwa yang berkaitan dengan waktu kematian sulit ditentukan," kata Feri membacakan duplik.
Dengan demikian, Feri berpendapat bahwa Muhammad Zaenuri tidak bisa menyimpulkan kapan Handi meninggal dunia, apakah saat terjadi kecelakaan di Nagreg, Jawa Barat, atau setelah dibuang ke Sungai Serayu, Jawa Tengah.
"Artinya bahwa saksi 22 tidak bisa menyimpulkan kapan korban meninggal, apakah saat terjadi laka lalu lintas atau saat dibuang ke kali," tutur Feri.
Sementara itu, dalam repliknya, Oditur Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Sus Wirdel Boy mengatakan bahwa Handi meninggal karena tenggelam usai dibuang ke Sungai Serayu.
"Dari perbedaan keterangan mengenai penentuan kematian korban atas nama saudara Handi Saputra, dapat disimpulkan terdapat keragu-raguan atau tidak ada kekonsistenan saksi 22," kata Feri.
Timbul pertanyaan pula dari kuasa hukum Priyanto soal hasil visum yang menyebutkan ada pasir halus menempel di tenggorokan Handi.
"Apakah pasir halus tersebut masuk ke rongga saat korban tertabrak mobil yang dikemudikan saksi 2 sehingga korban jatuh ke jalan dan menghirup debu dan pasir halus di jalan. Karena memang terlihat saat olah tempat kejadian perkara (TKP), kondisi jalan raya tempat terjadinya laka lalin ada debu dan pasir halus," kata Feri.
Tak punya niat dan motif membunuh
Feri juga mengatakan bahwa kliennya tidak memiliki niat dan motif membunuh karena tidak kenal dengan Handi dan Salsabila.
"Dalam perkara ini terungkap bahwa terdakwa dari awal tidak ada niat dan motif untuk menghilangkan nyawa korban," tutur Feri.
Feri menyebutkan, hal itu dapat dibuktikan dari fakta yang terungkap dalam persidangan.
"Terdakwa dan korban Handi Saputra dan Salsabila tidak pernah kenal dan tidak pernah bertemu," ujar Feri.
Kemudian, kata Feri, antara Priyanto, Handi, dan Salsabila tidak pernah ada suatu permasalahan yang menimbulkan niat bagi terdakwa untuk menghilangkan nyawa kedua korban.
Feri melanjutkan bahwa perkara ini murni disebabkan kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada Rabu (8/12/2021).
Atas hal itu, penasihat hukum Priyanto menilai bahwa dalil oditur militer untuk membuktikan adanya unsur pembunuhan berencana sebagaimana Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ada.
Priyanto disebut tertidur saat kecelakaan
Priyanto disebut sedang tertidur saat mobil yang ditumpanginya menabrak Handi dan Salsabila.
Feri mengatakan bahwa Priyanto sama sekali tidak sadar akan peristiwa tabrakan tersebut. Ketika ia tertidur, mobil tengah dikendarai oleh anggotanya.
"Pada saat kejadian, terdakwa sedang tidur. Terdakwa baru terbangun setelah terjadinya kecelakaan," ujar Feri.
Oleh karena itu, lanjut Feri, Priyanto hanyalah penumpang mobil yang tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara pidana.
"Secara hukum, terdakwa pada saat kejadian hanyalah penumpang mobil, tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas meninggalnya Handi Saputra dan Salsabila akibat kecelakaan lalu lintas," kata Feri.
Feri melanjutkan, berdasarkan keterangan dua anak buah Priyanto yang ada di mobil itu, yakni Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Ahmad Soleh, terdakwa juga ikut mengangkat dan memasukkan kedua korban ke dalam mobil.
"Perlu kami tegaskan kembali, menurut catatan kami, saksi dalam persidangan mengatakan orang awam dapat menilai bahwa korban sudah meninggal atau sudah tidak bergerak lagi. Apalagi orang yang berada di mobil dalam keadaan panik karena telah menabrak orang," ujar Feri.
Divonis 7 Juni
Setelah menyampaikan duplik, Priyanto akan menjalani sidang vonis pada Selasa (7/6/2022).
Jadwal sidang vonis itu disampaikan hakim ketua Brigadir Jenderal Faridah Faisal saat menutup persidangan pada Selasa kemarin.
"Sidang saya tunda untuk memberikan kesempatan kepada majelis hakim untuk bermusyawarah dan menyusun putusan sampai dengan Selasa, tanggal 7 Juni 2022," ujar Faridah.
Sementara itu, Wirdel Boy berharap hukum dapat ditegakkan saat vonis nanti.
"Berapa pun pidana yang dijatuhkan oleh majelis hakim, nantinya kan masih ada upaya hukum. Ada banding, kasasi, begitu pun dari pihak terdakwa. Jadi saya enggak berharap apa-apa kecuali tegaknya hukum," kata Wirdel.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/05/25/05530061/saat-kolonel-priyanto-mengaku-tak-punya-niat-membunuh-dan-disebut-tidur