JAKARTA, KOMPAS.com - Dinginnya jeruji besi menanti Prajurit TNI Angkatan Darat (AD) Kolonel Infanteri Priyanto usai jatuhnya vonis penjara seumur hidup dalam kasus pembunuhan berencana terbadap sejoli Handi Saputra dan Salsabila. Kiprahnya sebagai anggota militer pun tamat setelah vonis dibacakan.
Putusan tersebut dibacakan Ketua Majelis Hakim Brigjen Faridah Faisal dalam persidangan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur, Selasa (7/6/2022). "Memidana terdakwa oleh karena itu Kolonel Priyanto pidana pokok penjara seumur hidup, pidana tambahan dipecat dari dinas militer,” kata Faridah.
Priyanto terbukti melakukan perampasan kemerdekaan orang lain secara bersama-sama dan terbukti menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian secara bersama-sama.
Sementara, hal yang meringankan dalam vonis ini yakni terdakwa telah berdinas di TNI selama kurang lebih 28 tahun dan belum pernah dipidana maupun dijatuhi hukuman disiplin, serta menyesal atas perbuatannya. Adapun hal yang memberatkan karena perbuatan terdakwa telah merusak citra TNI AD.
Hal yang memberatkan lainnya, terdakwa dalam kapasitasnya sebagai prajurit berpangkat kolonel identik untuk dipersiapkan oleh negara untuk berperang dan melaksanakan tugas selain perang. Pada hakekatnya, terdakwa seharusnya melindungi kelangsungan hidup negara dan masyarakat, bukan membunuh rakyat yang tidak berdosa.
Dikurung di Lapas Sipil, Tunjangan Dicabut
Kolonel Infanteri Priyanto akan ditahan di lembaga pemasyarakatan (lapas) sipil atas hukuman pidana penjara seumur hidup terkait kasus penabrakan dan pembuangan sejoli Handi Salsabila yang dia lakukan bersama anak buahnya. Itu terjadi jika Priyanto dan oditur tidak mengajukan banding dalam waktu tujuh hari kerja.
"Nanti setelah dalam waktu tujuh hari, berkekuatan hukum tetap, terdakwa menjalani pidananya itu bukan lagi di penjara militer, namun di lapas sipil karena dia sudah dipecat," ujar Jubir Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Chk Hanifan Hidayatullah usai pembacaan vonis, Selasa (7/6/2022).
Selain itu, tunjangan-tunjangan yang selama ini diperoleh Priyanto juga akan dicabut. Konsekuensi dari pemecatan itu, ujar Hanifan, semua hak-hak rawatan kedinasan Priyanto dicabut. Dengan demikian, Priyanto sudah tidak ada lagi untuk menerima pensiun ataupun tunjangan-tunjangan lainnya.
Prajurit dengan Bintang Tanda Jasa
Sebelum terlibat tabrak lari Handi-Salsabila, karir Priyanto di militer bisa dibilang lancar-lancar saja. Terakhir, ia menjabat sebagai Kasi Intel Kasrem 133/NW (Gorontalo) Kodam XIII/Mdk. Sebelum menjabat Kasi Intel, Kolonel Inf Priyanto menjabat Irutum Itdam IV/Diponegoro. Kolonel Priyanto juga pernah mengikuti Operasi Seroja di Timor Timur pada 1975-1976.
Hal itu diungkapkan kuasa hukum Priyanto, Letda Chk Aleksander Sitepu, dalam sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pledoi. Dalam sidang itu, Aleksander meminta hakim melihat pengabdian Priyanto untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam Operasi Seroja.
Akibat operasi itu, Priyanto mendapatkan tanda jasa setya lencana kesetiaan delapan tahun, 16 tahun, 24 tahun, dan setya lencana seroja. "Terdakwa pernah mempertaruhkan jiwa raganya untuk NKRI melaksanakan tugas operasi di Timor Timor. Terdakwa belum pernah dihukum," kata Aleksander.
Aleksander meminta Priyanto dibebaskan dari segala dakwaan. Apalagi, Priyanto juga adalah kepala rumah tangga dan memiliki empat orang anak. Terdakwa juga disebut sangat menyesali perbuatannya dan tidak akan mengulangi lagi.
Dituduh Terlibat dalam Pembunuhan Berencana
Kasus tabrak lari bermula saat Priyanto bersama dua anak buahnya melewati Nagreg hendak menuju Yogyakarta menggunakan mobil Isuzu Panther, 8 Desember 2021. Saat itu, Priyanto usai menghadiri rapat evaluasi intel di Markas Pusat Zeni Angkatan Darat, Jakarta, 6-7 Desember 2021.
Priyanto bersama dua anak buahnya, Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Ahmad Soleh bertabrakan dengan motor Satria FU yang dikendarai Handi dan Salsabila sekitar pukul 15.30 WIB. Priyanto memerintahkan anak buahnya untuk membuang kedua korban ke Sungai Serayu di Banyumas, Jawa Tengah.
Adapun Handi dibuang dalam keadaan masih hidup. Sementara itu, Salsabila dibuang dalam keadaan sudah meninggal. Jasad kedua korban ditemukan warga di dua titik berbeda di Sungai Serayu pada 11 Desember 2021.Pada 24 Desember, Priyanto dan dua anak buahnya ditangkap petugas.
Priyanto terbukti telah melanggar Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan Terhadap Perampasan Orang juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
(Penulis: Achmad Nasrudin Yahya, Nirmala Maulana Achmad)
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/06/08/06300031/tamatnya-riwayat-kolonel-priyanto-ditahan-dan-dipecat-usai-vonis-penjara