Salin Artikel

Demo Buruh Tolak Revisi UU PPP, Diawali Kericuhan hingga Ancam 10 Juta Pekerja Akan Mogok Massal

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekitar 10.000 buruh menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, pada Rabu (15/6/2022).

Presiden Partai Buruh Saiq Iqbal mengatakan, ada lima tuntutan yang disampaikan dalam aksi unjuk rasa.

Pertama, buruh menolak revisi Undang-Undang (UU) Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP) karena pembahasannya kejar tayang dan tidak melihat partisipasi publik secara luas.

"Kami mendapat informasi, revisi UU PPP hanya dibahas 10 hari di Baleg, padahal UU PPP adalah ibu dari undang-undang, di mana kelahiran semua undang-undang harus mengacu secara formil ke UU PPP," kata Said dalam keterangannya, Selasa (14/6/2022).

Kedua, buruh menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja karena merugikan buruh, seperti contohnya outsourcing seumur hidup, upah murah, PHK mudah, hingga pesangon yang rendah.

"Sama seperti penolakan terhadap UU PPP, dalam menolak UU Cipta Kerja kami juga akan melakukan judicial review, baik formil maupun materiil," kata Said.

"Selanjutnya adalah dengan mengampanyekan jangan pilih parpol dan politisi yang mendukung Omnibus Law UU Cipta Kerja," tutur Said.

Ketiga, buruh menolak masa kampanye pemilu hanya 75 hari, tetapi harus sembilan bulan sesuai undang-undang.

Kemudian, dua isu terakhir yang akan diangkat adalah mendesak agar UU PPRT (Perlindungan Pekerja Rumah Tangga) segera disahkan dan menolak liberisasi pertanian melalui WTO.

Demo diawali bentrok dengan polisi

Aksi demonstrasi diawali dengan kericuhan antara pedemo dengan aparat kepolisian yang sedang berjaga di depan Gedung DPR/MPR RI.

Para demonstrasi menolak dipasangnya kawat berduri di depan Gedung DPR/MPR RI.

"Apa-apaan ini kawat berduri, tidak seperti biasanya seperti ini," suara terdengar dari mobil komando massa unjuk rasa, Rabu.

Akhirnya, sejumlah massa dari buruh memaksa bongkar kawat berduri itu.

Massa unjuk rasa menarik-narik kawat berduri agar tidak terpasang di depan Gedung DPR/MPR RI, sedangkan petugas kepolisian menarik mempertahankan kawat berduri yang terpasang di sana.

Akibat kericuhan itu, lima orang buruh diberikan peringatan keras oleh pihak kepolisian.

Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Komarudin mengatakan, peringatan keras itu diberikan karena kelima peserta demo berusaha menerobos pembatas kawat berduri yang dipasang di depan pagar Gedung DPR/MPR RI.

"Tadi cuma kita amankan dan kita berikan peringatan keras karena dia mencoba menerobos pembatas," ujar Komarudin di Gedung DPR/MPR RI, Rabu.

Menurut Komarudin, peringatan keras itu berupa mencatat identitas peserta unjuk rasa untuk mencegah kejadian yang sama kedepannya.

"Datanya sudah kita ambil, karena mengotori apa yang sudah menjadi niatan dari para saudara-saudara (buruh) yang lain," ungkapnya.

Ia menambahkan, kelima peserta demo itu kini telah dibebaskan karena tidak terbukti melanggar unsur pidana.

Ancam mogok massal jika revisi UU P3 tak dicabut

Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengancam, sebanyak 10 juta pekerja bakal mogok kerja jika revisi UU Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan (UU P3) tidak dicabut oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Bilamana DPR tetap memaksakan kehendak tidak mencabut UU P3, dipastikan 10 juta orang akan terlibat pemogokan umum, pemogokan nasional," kata Iqbal.

Dia menilai, revisi UU P3 dijadikan DPR untuk membahas Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Sementara itu, Said Iqbal menilai bahwa Omnibus Law UU Cipta Kerja merupakan produk yang cacat hukum.

"Kami minta UU P3 ini tidak dijadikan alasan untuk membahas Omnibus Law Cipta Kerja," tutur dia.

Said Iqbal berujar, sebanyak 10 juta orang yang bakal mogok kerja itu tersebar di 34 provinsi di Indonesia.

Ia melanjutkan bahwa mereka yang akan mogok kerja terdiri dari empat konfederasi besar, 60 federasi serikat nasional, Serikat Petani Indonesia, dan lainnya.

Menurut Said Iqbal, aksi mogok kerja itu telah sesuai dengan UU Nomor 9 tahun 1998 dan UU Nomor 21 Tahun 2000.

"Aksi mogok nasional menggunakan aturan UU Nomor 9 Tahun 1998 dan UU Nomor 21 Tahun 2000, yang dibenarkan untuk melakukan pemogokan," ucap dia.

Kampanyekan jangan pilih partai pendukung Omnibus Law

Said Iqbal mengancam akan menyebarkanluaskan nama-nama anggota DPR RI yang getol mendukung Omnibus Law UU Cipta Kerja.

"Pokoknya kami kampanyekan, kami akan tulis nama-nama Panitia Kerja Badan Legislasi (Panja Baleg) termasuk ketua Panja Baleg dan wakil ketua DPR dari partai tertentu yang getol mengesahkan Omnibus Law," ujar Said Iqbal.

Adapun pada aksi unjuk rasa hari itu, sejumlah organisasi buruh dengan tegas menolak UU Cipta Kerja dan menolak undang-undang itu dibahas kembali.

Menurut Said Iqbal, UU Cipta Kerja cacat secara formil karena proses penyusunan UU Cipta Kerja tidak pernah melibatkan partisipasi publik.

Alasan berikutnya, kata Said Iqbal, buruh belum menerima materi revisi UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan.

"Kalau memang sudah ada, sampaikan secara terbuka, jangan sembunyi-sembunyi," katanya.

Kemudian, Said Iqbal mengungkapkan, isi UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan, merugikan buruh, seperti outsourcing seumur hidup, upah murah, PHK mudah, hingga pesangon yang rendah.

"Selanjutnya adalah dengan mengampanyekan jangan pilih partai politik dan politisi yang mendukung Omnibus Law UU Cipta Kerja," tutur dia.

https://megapolitan.kompas.com/read/2022/06/16/07282471/demo-buruh-tolak-revisi-uu-ppp-diawali-kericuhan-hingga-ancam-10-juta

Terkini Lainnya

Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Diberi Uang Rp 300.000 untuk Gugurkan Kandungan oleh Kekasihnya

Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Diberi Uang Rp 300.000 untuk Gugurkan Kandungan oleh Kekasihnya

Megapolitan
Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Sudah Berpacaran dengan Kekasihnya Selama 3 Tahun

Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Sudah Berpacaran dengan Kekasihnya Selama 3 Tahun

Megapolitan
Sang Kekasih Bawa Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading ke Jakarta karena Malu

Sang Kekasih Bawa Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading ke Jakarta karena Malu

Megapolitan
Kasus Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading Belum Terungkap Jelas, Polisi: Minim Saksi

Kasus Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading Belum Terungkap Jelas, Polisi: Minim Saksi

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jabodetabek Hari Ini: Waspadai Hujan di Pagi Hari

Prakiraan Cuaca Jabodetabek Hari Ini: Waspadai Hujan di Pagi Hari

Megapolitan
Terbukti Konsumsi Ganja, Chandrika Chika Cs Terancam Empat Tahun Penjara

Terbukti Konsumsi Ganja, Chandrika Chika Cs Terancam Empat Tahun Penjara

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 24 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 24 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
Selebgram Chandrika Chika Konsumsi Narkoba Satu Tahun Lebih

Selebgram Chandrika Chika Konsumsi Narkoba Satu Tahun Lebih

Megapolitan
Meski TikTokers Galihloss Minta Maaf Usai Video Penistaan Agama, Proses Hukum Tetap Berlanjut

Meski TikTokers Galihloss Minta Maaf Usai Video Penistaan Agama, Proses Hukum Tetap Berlanjut

Megapolitan
Alasan Chandrika Chika Cs Konsumsi Narkoba: Bukan Doping, untuk Pergaulan

Alasan Chandrika Chika Cs Konsumsi Narkoba: Bukan Doping, untuk Pergaulan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Akhir Pilu Wanita yang Tenggelam di Kali Mookervart | Kasus Bocah Setir Mobil Pameran dan Tabrak Tembok Mal Berujung Damai

[POPULER JABODETABEK] Akhir Pilu Wanita yang Tenggelam di Kali Mookervart | Kasus Bocah Setir Mobil Pameran dan Tabrak Tembok Mal Berujung Damai

Megapolitan
Rute Mikrotrans JAK99 Pulogadung-Lampiri

Rute Mikrotrans JAK99 Pulogadung-Lampiri

Megapolitan
Tak Hanya Chandrika Chika, Polisi juga Tangkap Atlet E-Sport Terkait Kasus Penyalahgunaan Narkoba

Tak Hanya Chandrika Chika, Polisi juga Tangkap Atlet E-Sport Terkait Kasus Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Akibat Pipa Bocor, Warga BSD City Terpaksa Beli Air Isi Ulang

Akibat Pipa Bocor, Warga BSD City Terpaksa Beli Air Isi Ulang

Megapolitan
Buka Pendaftaran PPK, KPU Depok Butuh 55 Orang untuk di 11 Kecamatan

Buka Pendaftaran PPK, KPU Depok Butuh 55 Orang untuk di 11 Kecamatan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke