JAKARTA, KOMPAS.com - Mahasiswa dan organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP akan berunjuk rasa di kawasan Patung Arjuna Wijaya atau Patung Kuda, Jakarta, Selasa (21/6/2022) pukul 14.00 WIB.
Kepala Satuan Lalu Lintas (Kasat Lantas) Kepolisian Resor (Polres) Metro Jakarta Pusat, Komisaris Polisi (Kompol) Purwanta mengatakan, penanganan arus lalu lintas di kawasan Patung Kuda bersifat situasional.
"Masih tentatif," ujar Purwanta, saat dikonfirmasi, Selasa.
Menurut Purwanta, polisi akan menutup Jalan Medan Merdeka Barat, apabila jumlah demonstran terlalu banyak hingga memadati ruas jalan.
"Kalau mahasiswa mau main (unjuk rasa) di dekat jembatan penyeberangan orang (JPO) lalu lintas kita alihkan," ungkapnya.
Jika mahasiswa berunjuk rasa tepat di depan Gedung Sapta Pesona, kata Purwanta, maka Jalan MH Thamrin menuju ke Istana Merdeka akan ditutup, begitu juga sebaliknya.
Kemudian, para pengendara akan dialihkan ke Jalan Budi Kemuliaan dan juga Jalan Medan Merdeka Selatan.
Adapun aksi yang dilakukan Aliansi Nasional Reformasi KUHP bertujuan untuk mendesak Presiden Joko Widodo dan DPR untuk membuka draf terbaru Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) ke publik.
"Demo hari ini mendesak Presiden Joko Widodo dan DPR RI agar membuka draf terbaru RKUHP," ujar Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Bayu Satria Utomo, Selasa.
Diketahui, RKUHP ditunda pengesahannya oleh pemerintah pada 2019. Namun pembahasannya kini telah dimulai kembali melalui rapat III DPR RI dengan pemerintah pada tanggal 25 Mei 2022.
"Sampai saat ini draf terbaru RKUHP belum dibuka ke publik," ujar Bayu.
Bayu mengungkapkan, RKUHP hadir untuk menjadi dasar hukum pidana di Indonesia yang akan berimbas langsung pada tatanan kehidupan masyarakat luas.
Namun, sampai saat ini, masyarakat masih belum memperoleh akses terhadap draf terbaru RKUHP.
"Padahal terdapat banyak poin permasalahan dari draf RKUHP versi September 2019 yang perlu ditinjau dan di bahas bersama secara substansial," ucap Bayu.
"Di antaranya Pasal 273 RKUHP dan Pasal 354 RKUHP," sambung dia.
Pasal 273 RKUHP mengatur soal ancaman pidana penjara atau denda bagi penyelenggara pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi tanpa pemberitahuan terlebih dahulu yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara.
Artinya, pasal tersebut menyiratkan masyarakat memerlukan izin untuk melakukan unjuk rasa di muka umum agar terhindar dari ancaman pidana.
Hal ini dinilai bertolak belakang dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum yang hanya mewajibkan pemberitahuan atas kegiatan penyampaian pendapat di muka umum.
Kemudian Pasal 354 RKUHP mengatur soal ancaman pidana atau denda bagi orang yang melakukan penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara melalui sarana teknologi informasi.
Bayu menyanyangkan sikap tertutup pemerintah dan DPR yang hingga kini belum membuka draf terbaru RKUHP.
"Sangatlah disayangkan mengingat transparansi dan partisipasi publik yang bermakna sudah sepatutnya diutamakan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan," tuturnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/06/21/11223201/mahasiswa-akan-gelar-demo-ini-rekayasa-lalu-lintas-di-kawasan-patung-kuda