Berdasarkan pantauan Kompas.com pukul 15.30, Jalan Gatot Subroto tepat di depan Gedung DPR/MPR RI masih digunakan sejumlah kendaraan untuk melintas.
Aarus lalu lintas terpantau ramai lancar. Sementara, massa aksi dari sejumlah aliansi mahasiswa telah memadati area depan Gedung DPR/MPR RI.
Setibanya di depan Gedung DPR/MPR RI, peserta unjuk rasa langsung menyuarakan tuntutan mereka yang salah satunya adalah mendesak Presiden Joko Widodo dan DPR RI membuka draf terbaru Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP)
Sejumlah petugas kepolisian berjaga di area Jalan Gatot Subroto sambil mengatur jalannya arus lalu lintas.
Aksi hari ini merupakan aksi lanjutan dari aksi sebelumnya di Patung Arjuna Wijaya atau Patung Kuda pada Selasa 21 Juni 2022.
"Kami tetap menuntut atas keterbukaan draf RKUHP, keterlibatan masyarakat yang sejati dalam perancangan RKUHP, dan segera membuang pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP yang turut mengancam HAM dan demokrasi," ujar Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia BEM (UI) Bayu Satria Utomo dalam keterangannya, Selasa.
Menurut Bayu, pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo dan DPR RI, tidak sama sekali merespons suara mahasiswa yang sebelumnya berdemonstrasi di Patung Kuda.
Dalam aksi sebelumnya, mahasiswa membawa sejumlah tuntutan yakni mendesak Presiden dan DPR RI untuk membuka draf terbaru RKUHP dalam waktu dekat serta melakukan pembahasan RKUHP secara transparan dengan menjunjung tinggi partisipasi publik yang bermakna.
"Kedua, menuntut Presiden dan DPR RI untuk membahas kembali pasal-pasal yang bermasalah dalam RKUHP, terutama pasal-pasal yang berpotensi membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara meski tidak termasuk ke dalam isu krusial," ungkapnya.
Kemudian, mahasiswa berencana membuat aksi unjuk rasa yang lebih besar dibandingkan demo pada 2019 jika kedua tuntutan tak dipenuhi oleh pemerintah dan DPR.
"Kami siap bertumpah ruah ke jalan dan menimbulkan gelombang penolakan yang lebih besar dibandingkan tahun 2019," kata Bayu.
Diketahui, RKUHP ditunda pengesahannya oleh pemerintah pada 2019. Namun pembahasannya kini telah dimulai kembali melalui rapat III DPR RI dengan pemerintah pada tanggal 25 Mei 2022.
"Sampai saat ini draf terbaru RKUHP belum dibuka ke publik," ujar Bayu.
Bayu mengungkapkan, RKUHP hadir untuk menjadi dasar hukum pidana di Indonesia yang akan berimbas langsung pada tatanan kehidupan masyarakat luas.
Namun, sampai saat ini, masyarakat masih belum memperoleh akses terhadap draf terbaru RKUHP.
"Padahal terdapat banyak poin permasalahan dari draf RKUHP versi September 2019 yang perlu ditinjau dan di bahas bersama secara substansial," ucap Bayu.
"Di antaranya Pasal 273 RKUHP dan Pasal 354 RKUHP," sambung dia.
Pasal 273 RKUHP mengatur soal ancaman pidana penjara atau denda bagi penyelenggara pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi tanpa pemberitahuan terlebih dahulu yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara.
Artinya, pasal tersebut menyiratkan masyarakat memerlukan izin untuk melakukan unjuk rasa di muka umum agar terhindar dari ancaman pidana.
Hal ini dinilai bertolak belakang dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum yang hanya mewajibkan pemberitahuan atas kegiatan penyampaian pendapat di muka umum.
Kemudian Pasal 354 RKUHP mengatur soal ancaman pidana atau denda bagi orang yang melakukan penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara melalui sarana teknologi informasi.
Bayu menyayangkan sikap tertutup pemerintah dan DPR yang hingga kini belum membuka draf terbaru RKUHP.
"Sangatlah disayangkan mengingat transparansi dan partisipasi publik yang bermakna sudah sepatutnya diutamakan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan," tuturnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/06/28/15400851/ada-demo-mahasiswa-di-depan-gedung-dpr-arus-lalu-lintas-terpantau-ramai