Bangunan tua satu ini menyuguhkan pemandangan berbeda jika dibandingkan dengan bangunan-bangunan lain di kawasan Kota Tua.
Meski bagian luar bangunan ini tampak biasa saja, dengan sebagian sisi ditutupi lembaran baja berwarna merah kecoklatan dan sisi lainnya dipenuhi motif bata, bagian dalam bangunan ini sangat memesona.
Ketika memasuki bangunan dua lantai ini, pengunjung akan langsung disambut oleh untaian akar yang merambat di segala sisi ruangan.
Bahkan, salah satu ruangan terasa teduh meski hanya ditutupi oleh pepohonan di bagian atasnya.
Guguran daun dari pohon tersebut menambah syahdu suasana di Rumah Akar Batavia.
Di sisi lain, sebuah ruangan terlihat lebih rapi karena tertutup atap baja.
Tidak ada dedaunan di sana. Namun, sisi-sisi tembok ruangan itu dipenuhi oleh akar pohon yang entah merambat dari mana.
Sebuah tangga kayu berwarna coklat berdiri tegak di ruangan tersebut, seakan mengajak pengunjung untuk menanjak ke salah satu pintu di bagian atas yang tidak terbuka.
Secara menyeluruh, akar-akar dan tumbuhan di antara reruntuhan bangunan di Rumah Akar Batavia terlihat eksotis dan memiliki daya tariknya tersendiri.
Namun, tidak seperti tempat wisata lain di kawasan Kota Tua, Rumah Akar Batavia kelihatan sepi pengunjung.
Ternyata ini bukan tanpa sebab.
Rumah Akar Batavia memang tidak dibuka untuk pengunjung umum.
Bangunan eksotis itu hanya dibuka bagi pengunjung yang telah terlebih dahulu melakukan pemesanan.
Alasannya, Rumah Akar Batavia ini bukan lah milik pemerintah yang kemudian dikelola oleh Pihak Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua.
Ini merupakan bangunan milik seorang warga.
Tadinya ingin dijadikan rumah tinggal
Rumah Akar Batavia dimiliki oleh seorang pegiat sejarah, Ella Ubaidi, sejak 20 tahun terakhir.
Ella mengatakan, awalnya ia berencana membeli bangunan tua itu untuk difungsikan sebagai rumah.
"Awalnya, gudang itu saya beli untuk dijadikan rumah dan ada studionya. Dijadikan menjadi tempat berkumpul, berdiskusi bersama kerabat. Tapi itu belum pernah terealisasi," kata Ella kepada Kompas.com.
Ella mengatakan ada banyak kendala yang menyebabkan mimpinya itu tak bisa diupayakan selama ini.
"Enggak sempet terealisasi karena kebijakan kawasan (cagar budaya) itu tidak jelas. Selain itu, saat itu keamanan lingkungan juga tidak mendukung," kata Ella.
"Kebijakan tidak dipermudah, kami (para pemilik bangunan) merasa ribet, dipersulit. Misalkan saat mau merenovasi toilet, harus urus sana-sini dan harus ada gambar ini dan itu. Sementara harus berbayar. Kami bukan pabrik uang. Kalau mau nebang pohon juga direcokin," keluh Ella.
Lantaran permasalahan tersebut, Ella pun mengurungkan niat untuk merenovasi Rumah Akar Batavia. Lantaran lama dibiarkan, pohon dan akar pun tumbuh di dalam bangunan itu.
"Karena tidak diapa-apain, gedung saya ini tumbuh pohon dan lainnya. Malah jadi dramatis dan elok. Justru jadi saya lestarikan. Saya pun tidak renovasi, karena saya ingin mempertahankan orisinalitasnya," ungkap Ella.
Akar-akar pohon yang merambat di tembok-tembok bangunan tua itu, kata Ella, menarik perhatian para pecinta fotografi.
Terlebih, di sana ada puing-puing bekas bangunan yang dulu pernah runtuh akibat diguncang Gempa Selatan Sunda yang bermagnitudo 6,4 SR pada 1997.
"Ternyata kedramatisan ini disukai oleh banyak orang, khususnya para penyuka fotografi," kata dia.
Lantaran banyaknya peminat, lanjut dia, Rumah Akar Batavia kemudian dibuka untuk tempat berfoto atau semacamnya.
"Biasanya disewa untuk foto pre wedding atau syuting. Tarifnya Rp 500.000 per jam. Biasanya sejam sudah cukup buat mereka," kata Ella.
Melihat ramainya masyarakat yang menyukai Rumah Akar Batavia, Ella pun berharap ke depannya akan dapat membuka pameran foto di dalam bangunan tua itu.
"Sekarang impian saya beda, kalau suatu hari nanti kawasan wisata Kota Tua sudah rapih, saya mau bikin photo exhibition yang isinya foto-foto yang pernah diambil di Rumah Akar Batavia," imbuh mantan Executive Vice Presiden Station Maintenance & Preservations PT Kereta Api Indonesia itu.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/07/02/07000021/menengok-rumah-akar-batavia-di-kota-tua-bangunan-bekas-gudang-yang