JAKARTA, KOMPAS.com - Peristiwa berdarah terjadi di Polsek Cimanggis, Depok, Jawa Barat, 3 tahun silam, atau tepatnya pada 25 Juli 2019 lalu.
Kamis malam itu, pukul 20.50 WIB, Brigadir Rangga Tianto secara membabi buta melepaskan tujuh kali tembakan dari senjata api jenis HS 9 miliknya.
Seluruh tembakan itu tepat sasaran, mengenai rekan seprofesinya Bripka Rahmat Effendy.
Bripka Rahmat yang tertembak timah panas pada bagian dada, leher, paha, dan perut itu tewas seketika.
Berawal dari Keponakan Terlibat Tawuran
Kabid Humas Polda Metro Jaya saat itu, Kombes Argo Yuwono, mengungkapkan peristiwa penembakan ini awalnya dipicu dari pengamanan seorang remaja pelaku tawuran berinisial FZ.
FZ diamankan oleh Bripka Rahmat saat tawuran di Lapangan Sanca, Tapos, Depok.
Bripka Rahmat lalu membawa FZ bersama barang bukti celurit yang dipakainya tawuran ke Polsek Cimanggis.
Rupanya, FZ adalah keponakan Brigadir Rangga, yang merupakan anggota Direktorat Polisi Air Badan Pemeliharaan Keamanan Polri.
Orangtua FZ kemudian mendatangi Polsek Cimanggis ditemani Brigadir Rangga. Mereka meminta FZ dibebaskan agar dapat dibina orangtuanya sendiri.
Namun, permintaan itu ditolak Rahmat dengan nada tinggi.
Tersulut emosi, Brigadir Rangga pergi ke ruangan lain, mengambil senjata lalu terjadi peristiwa penembakan itu.
Brigadir Rangga Tianto secara membabi buta melepaskan tujuh kali tembakan tepat sasaran ke rekan seprofesinya itu.
Bripka Rahmat tewas di Tempat Kejadian Perkara (TKP) setelah menderita luka tembak pada bagian dada, leher, paha, dan perut.
Tinggalkan Istri dan Dua Anak
Jenazah Bripka Rahmat sempat dibawa ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur untuk keperluan otopsi.
Lalu setelah otopsi rampung keesokan paginya, jenazah Bripka Rahmat dibawa ke rumahnya di Jalan Permata, Cimanggis, Tapos, Depok pada Jumat pukul 10.00 WIB.
Bripka Rahmat dimakamkan setelah shalat Jumat. Dia meninggalkan dua anak dan satu istrinya.
Tetangga dan keluarga korban berdatangan memenuhi rumah korban untuk memberi ucapan bela sungkawa.
Rekan almarhum sesama polisi juga memenuhi kediaman Bripka Rahmat.
Kejiwaan Rangga Sempat Dipertanyakan
Pasca penembakan itu, Brigadir Rangga ditahan untuk menjalani proses hukum.
Kakor Polairud Baharkam Polri, Irjen Zulkarnain Adinegara, selaku atasan Rangga saat itu, menyebut ada tiga pelanggaran yang dilakukan anak buahnya tersebut.
Pertama pelanggaran pidana umum menghilangkan nyawa Bripka Rahmat Efendy, kedua pelanggaran disiplin sebagai anggota polisi karena membawa senjata dalam kondisi tidak berdinas, serta ketiga pelanggaran etika profesi karena menghilangkan nyawa seseorang.
Zulkarnain juga mempertanyakan kejiwaan Brigadir Rangga.
Ia mempertanyakan mengapa Rangga sampai harus melepaskan tembakan sebanyak tujuh kali, padahal satu tembakan saja bisa langsung membunuh sasaran.
Meski demikian, diketahui Brigadir Rangga telah melewati tahap uji psikologi untuk memperpanjang kepemilikan senjata apinya pada Mei 2019.
Divonis 13 Tahun Penjara
Tujuh bulan berlalu usai peristiwa penembakan itu, Brigadir Rangga Tianto divonis kurungan 13 tahun penjara.
Vonis ini selaras dengan dakwaan subsidair jaksa penuntut umum, yang meminta Rangga dijerat Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan dengan tuntutan 13 tahun kurungan.
"Menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan sebagaimana dalam dakwaan subsidair jaksa penuntut umum," ujar Hakim Ketua, Yuanne Marietta membacakan amar putusannya di Pengadilan Negeri Depok, Rabu 26 Februari 2020.
"Menjatuhkan putusan terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 13 tahun. Menyatakan terdakwa agar tetap ditahan," tambah Hakim.
Majelis Hakim sepakat Rangga terbukti membunuh Rahmat Efendy dengan spontan karena faktor emosional.
Oleh sebab itu, Majelis Hakim membebaskan Rangga dari dakwaan primer jaksa penuntut umum agar Rangga dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/07/12/09061651/malam-berdarah-di-polsek-cimanggis-brigadir-rangga-tembak-membabi-buta