JAKARTA, KOMPAS.com - Teralis besi rapat yang melekat pada sisi bangunan di kawasan Tambora, Jakarta Barat, tengah menjadi sorotan.
Terlebih, usai enam penghuni indekos meninggal dunia dalam kebakaran di sebuah bangunan yang dipasang teralis besi, di Jalan Duri Selatan 1, Duri Selatan, Tambora, Jakarta Barat, pada Rabu (17/8/2022) pagi.
Teralis besi dinilai menghambat proses penyelamatan penghuni saat kebakaran terjadi di dalam bangunan.
"Rata-rata rumah yang dihuni itu semua ditutupi dengan teralis besi. Sehingga, ini sulit bagi penghuni untuk menyelamatkan diri," kata Camat Tambora Bambang Sutarna di Tambora, Kamis (18/8/2022).
Bambang menambahkan, sebagian rumah warga yang dipasang teralis besi rapat yang hampir menutupi seluruh bangunan, biasanya merupakan rumah model lama.
"Kapan dipasangnya kami tidak tahu, tapi sejak puluhan tahun lalu. Tapi rata-rata bangunan yang dipasang teralis itu yang bangunan lama. Mereka ini memasang teralis di semua sisi, ditutup. Pintunya, terasnya, semua ditutup bahkan lantai atas, atap atas," jelas Bambang.
Sementara itu, salah satu warga, Ince (65), mengatakan bangunan rumahnya sudah dipasang sejak tahun 1986.
"Saya sejak 1986 tinggal di sini. Beberapa bulan setelah tinggal, saat itu tetangga pada mau masang teralis. Saya ya ikut pasang. Jadi bareng-bareng sama dua bangunan di sebelah," kata Ince kepada Kompas com.
Ince menceritakan, meski ia dulu memasang teralis besi lantaran ikut-ikutan, tetapi cukup untuk melindungi keluarga dan rumahnya saat kerusuhan 1998 terjadi.
"Sebenarnya dipasang jauh sebelum krismon (krisis moneter) 1998. Tapi waktu kerusuhan, kami selamat, rumah selamat karena ini. Tapi saat itu, kami tambahin jaring besi di belakang teralis, soalnya kalau kaca dipecahin, pecahannya itu masuk ke dalam, nah jaring untuk menghalau pecahan," jelas Ince.
Beberapa tahun lalu, lanjut Ince, keluarganya mulai lebih longgar dalam memasang teralis besi sebagai pengamanan di rumahnya.
Teralis besi itu sudah tidak lagi digembok dan dibiarkan begitu saja agar sewaktu-waktu mudah dibuka.
"Beberapa tahun lalu kan ada peristiwa kebakaran yang ada korban di Pekojan, kalau enggak salah. Nah, kami takut juga, mana sudah lansia. Jadinya teralis di atas itu enggak digembok, jadi bisa dibuka. Khawatir terjadi musibah kayak gini, jadi bisa menyelamatkan diri," ungkap Ince.
Kendati puluhan tahun memasang teralis besi, Ince pun akhirnya memutuskan membongkar teralis besi di lantai 2 dan 3 bangunannya.
Keputusan itu dilakukan usai kebakaran indekos yang menewaskan enam orang tersebut. Bangunan itu berjarak hanya dua rumah di sebelah rumahnya.
Ia mengaku sedikit khawatir jika mencopot teralis dari bangunannya. Namun, ia menyadari bahwa teralis besi juga dapat membahayakan keluarganya.
"Sebenarnya agak khawatir juga teralis dibongkar sekarang, tapi kami mau dibongkar demi kebaikan juga," kata Ince.
"Solusinya, kami sudah meminta agar keamanannya ditingkatkan. Karena dulu waktu diteralis aja kami pernah kerampokan," lanjut dia.
Selain Ince, warga Tambora yang merasa terlindungi teralis besi saat kerusuhan 1998 juga dialami Yani (59).
"Kalau bukan karena ini (teralis besi), habis sudah rumah saya. Waktu itu menyeramkan sekali. Sebelum kerusuhan juga, kriminalitas cukup menyeramkan saat itu," kata Yani.
Yani mengaku khawatir jika nantinya diminta melepas teralis besi di rumahnya. Ia pun sedang memikirkan cara agar bisa tetap memakai teralis besi, namun bisa tetap menyelamatkan diri saat kebakaran.
"Saya sebenarnya kurang setuju jika dilepas teralis besinya. Karena memang melindungi kami dari kejahatan hingga saat ini. Namun, khawatir juga dengan peristiwa kebakaran kemarin," kata Yani.
"Saya sedang memikirkan solusi, bagaimana jika tetap bisa memasang teralis dan aman rumah saya. Tapi tetap bisa menyelamatkan diri jika amit-amit ada kebakaran," lanjut dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/08/19/20334941/teralis-besi-di-rumah-warga-tambora-melindungi-saat-kerusuhan-1998