JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan beberapa kali menyinggung penggusuran warga Ibu Kota yang terjadi saat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok memimpin Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Hal itu disampaikan Anies saat meresmikan Kampung Susun Produktif Tumbuh Cakung di Jalan Kavling DPR Kampung Pulo Jahe, Jatinegara, Cakung, Jakarta Timur, Kamis (25/8/2022).
Untuk diketahui, kampung susun itu ditempati warga Bukit Duri, Jakarta Selatan, yang digusur di era kepemimpinan Ahok.
Saat peresmian, politisi non-parpol itu tak secara gamblang menyebutkan nama Ahok.
Namun, Anies menyatakan bahwa pemerintah harus berjanji agar aksi penggusuran seperti yang terjadi di Bukit Duri tak akan terjadi lagi.
"Kita, negara, harus berjanji agar tidak mengulangi peristiwa yang terjadi di Bukit Duri (penggusuran)," kata Anies saat memberikan sambutan di Kampung Susun Produktif Tumbuh Cakung, Kamis.
"Ini harus menjadi komitmen kami. Pemprov DKI juga begitu, tidak bisa lagi kami melakukan tindakan (penggusuran) seperti yang kita saksikan," sambung dia.
Anies menyatakan, waktu terjadinya aksi penggusuran yang terjadi itu hampir mirip dengan waktu peresmian Kampung Susun Produktif Tumbuh Cakung ini.
Menurut dia, jika warga sempat menangis lantaran rumahnya dibongkar pada 26 September 2016, warga kini bisa meneteskan air mata bahagia lantaran telah memiliki kediaman baru.
"Alhamdulillah hari ini kalau kita lihat, 25 Agustus 2022, hampir enam tahun persis (sejak kejadian penggusuran)," tutur Anies.
"Jadi, bila di bulan September (2016) air mata itu mengalir karena rumahnya dibongkar, maka Agustus 2022 air mata boleh menetes karena terharu punya rumah yg baru di tempat ini," lanjut dia.
Pantauan Kompas.com, Kampung Susun Produktif Tumbuh Cakung itu terdiri dari beberapa menara.
Per menara memiliki warna cat yang berbeda, seperti hijau, merah, oranye, dan lainnya.
Warga sudah mulai menempati kampung susun tersebut.
Per unit di kampung susun itu memiliki ukuran sekitar 36 meter persegi.
Di dalam unitnya terdapat dua ruangan yang dijadikan tempat tidur, satu toilet, dan satu ruang bersama.
Penggusuran di era Ahok
Untuk diketahui, penggusuran warga Bukit Duri dilakukan pada 26 September 2016.
Penertiban bangunan di Bukit Duri dilakukan dalam rangka normalisasi Kali Ciliwung.
Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan kala itu melayangkan surat peringatan ketiga (SP 3) kepada 170 pemilik rumah di RW 09, 10, 11, dan 12. Namun, sejumlah warga menolak rumahnya digusur.
Ahok yang kala itu menjabat Gubernur DKI Jakarta mengaku tidak ambil pusing jika ada warga yang masih ingin bertahan di rumah masing-masing meski penertiban akan tetap dilakukan.
"Ya didorong saja keluar dari rumah," ujar Ahok.
Warga Bukit Duri yang terdampak penggusuran kemudian direlokasi ke Rusun Rawa Bebek.
Namun, langkah Pemprov DKI untuk menertibkan rumah warga di bantaran Sungai Ciliwung ditentang sejumlah pihak.
Penggusuran di Bukit Duri dinilai tidak manusiawi dan tidak menghargai proses hukum yang sedang berjalan.
Sebab, sebagian warga Bukit Duri telah mengajukan gugatan class action pada 10 Mei 2016 setelah rumah mereka dipastikan akan digusur.
Warga menilai normalisasi sungai tidak memiliki dasar hukum sehingga tidak bisa dilanjutkan.
Mereka yang digugat yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat casu quo (cq) Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat cq Direktorat Jenderal Bina Marga cq Dinas Pekerjaan Umum, Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta.
Kemudian, Wali Kota Jakarta Selatan, Kepala Dinas Tata Ruang Provinsi DKI Jakarta, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi DKI Jakarta, Kepala Dinas Tata Air Provinsi DKI Jakarta, Kepala Dinas Perumahan Provinsi DKI Jakarta, Camat Tebet dan Lurah Bukit Duri.
Warga menuntut ganti rugi hingga Rp 1,07 triliun.
Selain gugatan class action, warga juga menempuh upaya hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Mereka menggugat surat peringatan penggusuran yang dikeluarkan Kepala Satpol PP Jakarta Selatan sebagai maladministrasi.
Di tingkat pertama, PTUN memenangkan warga. Pemkot Jaksel kemudian mengajukan banding dan menang.
Proses hukum gugatan class action warga Bukit Duri terus diproses meski rumah mereka telah rata dengan tanah.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat baru memenangkan gugatan class action warga Bukit Duri pada 25 Oktober 2017.
Pemprov DKI tidak mengajukan banding dan akan membayar ganti rugi.
Anies yang telah menjabat sebagai Gubernur DKI berjanji akan membayar ganti rugi sebesar Rp 18,6 miliar kepada warga Bukit Duri.
Selain itu, Anies juga berjanji membangun kampung susun dalam program community action plan (CAP) untuk warga Bukit Duri.
Janji Anies terealisasi ketika dia meresmikan Kampung Susun Cakung untuk warga Bukit Duri. Saat itu, pembangunan Kampung Susun Cakung ditargetkan rampung pada Maret 2022.
"Mudah-mudahan bulan Maret akan tuntas, lalu mereka (warga Bukit Duri) akan tinggal di sini untuk waktu yang permanen," kata Anies.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/08/25/13084351/saat-anies-singgung-penggusuran-warga-bukit-duri-di-era-ahok