JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Maria Qibtya meminta pihak yang memiliki informasi terkait dugaan jual beli jabatan untuk memberikan bukti.
Ia mengatakan, selama belum ada laporan secara resmi mengenai dugaan tersebut, pihaknya tidak bisa menindaklanjuti.
"Jadi sepanjang tidak ada laporan kami pikir tidak ada yang perlu ditindaklanjuti orang enggak ada laporan. Makanya kalau ada berita kayak gitu ya dibuktikan saja kalau memang terbukti dan itu oknumnya ada," kata Maria, kepada wartawan, Jumat (25/8/2022).
Sebelumnya, Ketua Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengaku telah mengantongi beberapa nama oknum pelaku jual beli jabatan di Pemprov DKI.
"Di akhir masa jabatan Gubernur (DKI Jakarta Anies Baswedan), saya mendengar banyak persoalan ASN (aparatur sipil negara) dalam jual beli penempatan. Sudah berapa (nama) oknum saya temukan," ungkapnya, ketika dihubungi, Rabu (24/8/2022).
Gembong mengungkapkan, ada biaya yang harus dibayar untuk menempati jabatan tertentu.
Ia mencontohkan, seorang kepala subseksi harus membayar Rp 60 juta untuk menjadi kepala seksi. Kemudian, ada biay untuk menjadi lurah yakni sebesar Rp 100 juta.
Selanjutnya, anggota Komisi A itu menuturkan, seseorang yang ingin menjadi camat harus membayar sekitar Rp 200 juta hingga Rp 250 juta.
"Mulai dari harga Rp 60 juta, itu hanya geser dari posisi yang sama, misalnya (kepala) subseksi jadi (kepala) seksi itu, dia dimintain Rp 60 juta," tutur Gembong.
"Untuk jadi lurah ada yang Rp 100 juta. Kalau camat ada yang Rp 200 juta-Rp 250 juta, bervariasi," kata dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/08/25/21563321/soal-dugaan-jual-beli-jabatan-di-pemprov-dki-bkd-kalau-ada-dibuktikan