JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah kelompok pelajar turut meramaikan demonstrasi menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang berlangsung di Jakarta.
Namun, aksi para pelajar ini dihalang-halangi dengan ancaman pemberian sanksi dari sekolah.
Polisi juga turut menerjunkan petugas intel untuk memantau pergerakan para pelajar yang hendak mengikuti unjuk rasa.
Ancaman Sanksi
Kepala Sudin Pendidikan Jakarta Barat Wilayah 1 Aroman mengakui sudah mengeluarkan imbauan kepada para pelajar agar tidak mengikuti aksi unjuk rasa.
"Kami hanya mengimbau. Kami hanya ingin memastikan bahwa siswa kami tidak terprovokasi dan tidak meninggalkan kewajibannya sebagai pelajar," ujar dia.
Kendati menyebut hal tersebut hanya berstatus imbauan, namun Aroman menyatakan, jika pelajar terbukti mengikuti unjuk rasa, maka tetap akan diberlakukan sanksi sesuai dengan tata tertib sekolah.
"Tentu ada sanksi, tapi sesuai tata tertib masing-masing sekolah," ujar Aroman.
Menurut dia, pihak sekolah akan lebih dulu melihat tingkat pelanggaran pelajar yang ikut aksi demonstrasi itu.
"Nanti juga akan dilihat pelanggarannya. Kalau kriminal, tentunya sudah masuk ranah hukum," ujar Aroman.
"Kalau pelanggarannya pidana dan dikeluarkan dari sekolah, tentu otomatis KJP (Kartu Jakarta Pintar)-nya dihentikan," sambungnya.
Terjunkan Intel
Seorang petugas intel dari Polsek Jatinegara diterjunkan untuk mengawasi sejumlah pelajar yang hendak mengikuti aksi demonstrasi menolak kenaikan harga BBM.
Namun misi pemantauan itu gagal.
Aksi petugas intel itu ketahuan dan kunci motornya kemudian dirampas oleh sekelompok pemuda.
Video yang menunjukkan saat kunci motor itu dirampas viral di media sosial.
Kepala Polsek Jatinegara Kompol Entong Raharja membenarkan bahwa pria yang menjadi sasaran intimidasi itu merupakan anggotanya.
Pria tersebut adalah Bripka D yang bertugas di Unit Intel.
Intimidasi itu terjadi di Cipinang Cempedak, Jatinegara, Jakarta Timur.
Bripka D saat itu ditugaskan ke lokasi karena lokasi itu diduga menjadi titik kumpul pelajar yang akan berdemonstrasi.
"Ada informasi di website bahwa ada titik kumpul mengajak pelajar melakukan demo, sehingga dicek. Tapi kunci motor yang bersangkutan (Bripka D) dirampas," kata Entong di Mapolsek Jatinegara, Kamis (15/9/2022) petang.
Entong mengatakan, Bripka D kini telah membuat laporan terkait intimidasi yang dialaiminya. Jajaran Unit Reserse Kriminal Polsek Jatinegara sedang menyelidiki kasus itu.
Pelanggaran HAM
Aliansi pelajar dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyayangkan adanya upaya penghalangan bagi pelajar yang hendak mengikuti demo.
Mereka menilai bahwa pelarangan unjuk rasa terhadap pelajar merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
"Pelarangan tersebut merupakan bentuk pelanggaran atas hak kemerdekaan berpendapat," demikian isi pernyataan siaran pers kiriman Pelajar Seluruh Indonesia bersama LBH Jakarta, Selasa (13/9/2022)
"Aksi unjuk rasa adalah bagian dari hak kebebasan berekspresi dan penyampaian pendapat di muka umum, yang juga merupakan hak asasi manusia bagi seluruh warga, tidak terkecuali pelajar. Hal ini jelas dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28E ayat (3)," tegas mereka.
Mereka juga menyampaikan sejumlah upaya sekolah-sekolah untuk memastikan para siswa tidak terlibat dalam aksi unjuk rasa. Disebutkan, sekolah meminta siswa melakukan presensi dengan swafoto hingga orangtua diminta menjemput siswa sepulang sekolah.a
"Beragam sanksi akan dijatuhkan bagi pelajar yang kedapatan melakukan unjuk rasa. Mulai dari ancaman akan ditindak secara tegas, pemanggilan orang tua, pencabutan kartu KIP dan KJP, hingga dikeluarkan dari sekolah," tulis mereka.
Punya Hak
Aktivis dari lembaga Lingkar Madani Ray Rangkuti menegaskan, pelajar punya hak politik untuk berdemonstrasi dan menyampaikan pendapat jika usia mereka sudah menginjak 17 tahun.
"Selama mereka sudah 17 tahun mereka punya hak untuk menentukan sikap politik mereka. Enggak boleh dikekang," kata Ray kepada Kompas.com, Jumat (16/9/2022).
"Apabila dia sudah 17 tahun dan dia menolak kenaikan BBM, maka itu sikap politiknya. Tidak bisa dilarang," sambung mantan aktivis 98 ini.
Oleh karena itu, Ray menilai sah saja siswa SMA yang sudah berusia di atas 17 tahun bergabung dalam aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM.
"Yang enggak boleh itu kan melakukan kerusuhan. Jadi enggak ada hak bagi sekolah manapun untuk melarang," ujarnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/09/16/08115291/nasib-pelajar-yang-ikut-demo-bbm-di-jakarta-diancam-sanksi-hingga