Salin Artikel

Polda Metro: Kasus Remaja Perempuan Disekap dan Dijadikan PSK di Apartemen Naik ke Penyidikan

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan mengatakan, pihaknya sudah menyelidiki dugaan kasus penyekapan sekaligus eksploitasi terhadap remaja berinisial NAT tersebut.

Selain itu, penyidik juga sudah melakukan gelar perkara dan menaikkan status kasus tersebut ke tahap penyidikan.

"Ya benar. Sudah dilakukan perkara dan kini dinaikkan statusnya ke penyidikan," kata Zulpan dalam keterangannya, Jumat (16/9/2022).

Menurut Zulpan, kasus tersebut dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada Juni 2022 oleh ayah korban berinisial MRT (49).

Dalam laporan MRT, terlapor berinisial EMT disebut telah memaksa anaknya menjadi PSK sejak Januari 2022.

"Ayah kandung korban selaku pelapor menerangkan bahwa korban bercerita telah dijual oleh terlapor di apartemen daerah Jakarta Barat," ungkap Zulpan.

"Korban diminta melayani laki-laki dan diberi upah senilai Rp 300.000 sampai dengan Rp 500.000," sambung dia.

Kendati demikian, Zulpan belum menjelaskan lebih lanjut apakah terlapor berinisial EMT sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Dia hanya mengatakan bahwa saat ini dugaan kasus penyekapan dan eksploitasi anak di bawah umur itu masih terus diusut oleh penyidik Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya.

Diberitakan sebelumnya, NAT diduga disekap dan dipaksa menjadi PSK di apartemen wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Utara.

Kuasa hukum korban, M Zakir Rasyidin, mengatakan, peristiwa tersebut diduga sudah terjadi selama 1,5 tahun sejak Januari 2021 dan diketahui pihak keluarga pada Juni 2022.

Kasus itu dilaporkan ke Polda Metro Jaya dengan nomor LP/B/2912/VI/2022/SPKT POLDA METRO JAYA tanggal 14 Juni 2022.

Menurut Zakir, kejadian bermula saat korban diajak oleh EMT ke sebuah apartemen di Jakarta Barat. Setelah itu, korban justru dilarang keluar atau pergi meninggalkan apartemen tersebut.

Berdasarkan pengakuan korban, EMT mengiming-imingi NAT sejumlah uang dan berjanji bakal memfasilitasinya untuk mempercantik diri.

"Anak ini tidak bisa pulang. Dia diiming-imingi, dikasih uang dengan cara bekerja, tapi pekerjaan yang diberikan itu dia dijual ke pria hidung belang," ungkap Zakir.

Selama disekap, kata Zakir, korban juga diduga diintimidasi agar tidak mencoba kabur atau menolak melayani pelanggan.

Zakir menyebutkan, korban diberi target untuk mendapatkan uang minimal Rp 1 juta per hari. Apabila tidak memenuhi target, NAT dianggap berutang uang kepada pelaku.

"Kalau tidak menghasilkan uang Rp 1 juta per hari, dia diminta untuk bayar utang dengan menjajakan diri. Jika tidak memenuhi target, maka dia diminta untuk membayar utang," ungkap Zakir.

Dalam melancarkan aksinya selama 1,5 tahun, lanjut Zakir, terlapor sesekali mengizinkan korban untuk pulang ke rumah menemui orangtuanya.

Namun, korban akan dipantau oleh pelaku dan diminta tidak berlama-lama di rumah. Korban juga dilarang menceritakan soal pekerjaan maupun tempatnya bekerja kepada pihak keluarga.

"Jadi korban hanya menyampaikan kepada keluarga bahwa dia bekerja, tidak sampaikan detail pekerjaannya seperti karena dalam tekanan," tutur Zakir.

"Kalau sampai ngomong ke keluarga dia harus membayar utang sebesar Rp 35 juta," sambung dia.

Pada kesempatan yang sama, orangtua korban, MRT (49), berharap pelaku segera ditangkap dan diganjar hukuman setimpal dengan perbuatannya.

Terlebih, aksi pelaku membuat korban tidak bisa bersekolah selama lebih dari 1,5 tahun.

"Saya berharap ditindaklanjuti sesuai dengan hukum saja, sesuai dengan hak-hak anak. Kan selama setahun lebih dia enggak bisa sekolah tertahan di sana," kata MRT.

https://megapolitan.kompas.com/read/2022/09/16/12584891/polda-metro-kasus-remaja-perempuan-disekap-dan-dijadikan-psk-di-apartemen

Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah di Pasar Senen Blok III Naik Dua Kali Lipat Sejak Lebaran

Harga Bawang Merah di Pasar Senen Blok III Naik Dua Kali Lipat Sejak Lebaran

Megapolitan
Dua Anggota TNI yang Tersambar Petir di Cilangkap Sedang Berteduh di Bawah Pohon

Dua Anggota TNI yang Tersambar Petir di Cilangkap Sedang Berteduh di Bawah Pohon

Megapolitan
Imam Budi Hartono dan Partai Golkar Jalin Komunikasi Intens untuk Pilkada Depok 2024

Imam Budi Hartono dan Partai Golkar Jalin Komunikasi Intens untuk Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Megapolitan
Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Megapolitan
Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Megapolitan
Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Megapolitan
Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Megapolitan
Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Megapolitan
Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Megapolitan
Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Megapolitan
Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Megapolitan
Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Megapolitan
Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal 'Fogging' buat Atasi DBD di Jakarta

Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal "Fogging" buat Atasi DBD di Jakarta

Megapolitan
April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke