Menyekolahkan sang putri, Andari, hingga sarjana menjadi motivasi Maryadi untuk terus bekerja keras menekuni profesi nelayan tradisional selama puluhan tahun.
Kini anak semata wayangnya itu sudah menikah dan dikaruniai dua orang balita.
Saat ditemui Kompas.com di Pelabuhan Muara Angke, Maryadi tengah sibuk memperbaiki jaring ikan miliknya.
Ia mengaku tak ingin menyusahkan istri dan anaknya, meski sudah tak lagi muda. Berkat bantuan istrinya pula, ia bisa memberikan pendidikan terbaik bagi sang buah hati.
"Rahasia bisa menyekolahkan anak hingga S-1 jurusan kebidanan, ya, istri irit, bisa membagi keuangan. Harus hemat juga istrinya," kata Maryadi, Senin (26/9/2022).
Sesekali ia menyeruput susu kental manis yang diseduh di atas kapal nelayan berukuran 2 gross tonnage (GT) yang ditumpanginya.
Kembali dengan aktivitas merajut jaring, Maryadi bercerita bahwa ia sempat berada dalam masa sulit untuk bertahan hidup di Ibu Kota.
Pria asal Indramayu, Jawa Barat, ini menyampaikan suka dan duka menjadi nelayan tradisional selama 35 tahun.
Saat hasil tangkapan ikan sedikit, tak jarang ia menitikkan air mata. Sebab, jika tak ada ikan, maka ia tak bisa memberikan uang kepada istrinya.
"Ya saya kerjanya semangat, kalau enggak semangat enggak bisa makan. Hidup di Jakarta itu keras," ungkap dia diiringi tawa ringan.
Dahulu Maryadi fokus menjaring rajungan dan udang, dari pagi sampai sore hari.
Namun, ia beralih menjadi nelayan ikan lantaran kedua hasil tangkapan laut itu sudah mulai sulit ditemukan di sekitar perairan Kepulauan Seribu, tempatnya mencari nafkah.
"Kan sering kena limbah Pulau G, jadi rajungan, udang itu udah enggak ada. Jadi saya nyarinya ikan sekarang," papar Maryadi.
Ikan hasil tangkapannya kemudian dijual ke Pasar Ikan Muara Angke grosir yang tak jauh dari pelabuhan.
Jenis seperti ikan barakuda, ikan kuro, dan ikan kembung dijual ke pengepul di pasar tersebut.
Maryadi memerinci, ikan barakuda dibanderol dengan harga Rp 25.000 per kilogram, sedangkan ikan kembung Rp 30.000, dan ikan kuro dijual Rp 40.000 per kilogramnya.
"Senangnya kalau dapat ikan banyak. Dukanya, saya pernah ada di titik sering tidak dapat ikan. Terus kalau lagi sepi, terpaksa pinjam uang bandar yang ambil ikan saya untuk perbekalan, nanti dikembalikan lagi uangnya," imbuh dia.
Sekali berlayar, ia harus mengeluarkan uang sebesar Rp 250.000 untuk solar. Jika tangkapan lautnya banyak, Maryadi bisa mengantongi uang Rp 1 juta sampai Rp 2 juta.
"Pokoknya kalau terkena limbah, kami sepi bahkan merugi. Saya keliling dari mulai Pulau Seribu, Ancol, dan Pulau Bidadari," tutur dia.
Berkat kerja keras dan ketekunan dalam bekerja, Maryadi tak hanya berhasil membiayai putrinya hingga mengenyam bangku perkuliahan. Ia pun memiliki sumber penghasilan lainnya, yakni kontrakan delapan pintu.
"Saya kerja ulet, sama yang di rumah bisa bagi keuangan, sudah intinya itu saja. Kasih semua ke istri pendapatan, sisanya bagi hasil saja, paling ya minta buat beli rokok," kata Maryadi.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/09/27/20575321/kisah-maryadi-nelayan-tradisional-muara-angke-yang-berjuang-sekolahkan