JAKARTA, KOMPAS.com - Siti Aminah (55), warga RW 07 Rawajati, Pancoran, Jakarta Selatan mengeluhkan banjir di rumahnya yang makin parah usai Pemerintah Provinsi DKI melakukan pembebasan lahan untuk normalisasi Kali Ciliwung.
Proses pembebasan lahan itu sudah berjalan selama tiga bulan terakhir, dan ada total 41 rumah di RW 07 yang sudah dibongkar.
"Sudah bulan ketiga, kami dua jam hujan saja, itu banjir. Lebih parah," ujar salah satu warga di lokasi, Rabu (9/11/2022).
Siti Aminah juga sebenarnya menjadi salah satu warga RW 07 Rawajati yang rumahnya akan digusur untuk normalisasi Ciliwung.
Namun, pembongkaran rumah Siti belum dilakukan karena masih menunggu uang kompensasi pembebasan lahan dari pemerintah.
Total, ada 20 warga RW 07 yang belum mendapat ganti rugi akibat tak punya sertifikat lahan.
Siti Aminah mengatakan, saat ini rumahnya menjadi yang paling dekat dengan aliran Kali Ciliwung setelah puluhan rumah tetangganya sudah dibongkar.
"Kalau dulu kan, rumah (yang ada di kanan) saya ini lebih rendah posisinya. Jadi otomatis air masuk dulu ke rumah-rumah itu baru ke rumah saya," kata Siti Aminah.
"Kalau sekarang kan enggak, karena jadi lebih tinggi otomatis air masuk ke rumah saya," kata Siti Aminah.
Siti Aminah mengatakan, banjir yang lebih parah merendam rumahnya itu terjadi belum lama ini. Banjir tersebut diduga akibat luapan air Kali Ciliwung.
"Dan menurut saya yang sudah 55 tahun tinggal di sini, tidak nyaman. Terus terang tidak nyaman," kata Siti Aminah.
Oleh karena itu, Siti berharap proses pembongkaran dan pembayaran ganti rugi rumahnya bisa segera diselesaikan sehingga ia bisa pindah ke daerah lain.
Ketua RW 07 Rawajati, Sari Budi Handayani mengatakan, total ada 63 bidang tanah di wilayahnya yang terkena pembebasan lahan dari program normalisasi Kali Ciliwung.
Dari total bidang tanah itu, 40 di antaranya sudah menerima pembayaran sesuai harga appraisal. Sedangkan pemilik rumah lain belum menerima pembayaran.
Warga RW 07 Rawajati yang belum menerima pembayaran atas pembebasan lahan tersebut sebelumnya menjalani musyawarah dengan Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jakarta Selatan.
Pada pertemuan tersebut, pemilik lahan atau bidang dijanjikan akan menerima uang ganti untung seperti hal warga yang memiliki sertifikat.
Hanya saja nominal yang dijanjikan berbeda dari orang yang memiliki surat tanda kepemilikan tanah dan bangunan.
"Mereka ikhlas menerima ada perbedaan nilai nominal dari yang sertifikat dan non sertifikat, selisih sekitar Rp 3 jutaan. Tapi sampai saat ini belum ada kejelasannya. Mereka bilang sedang dikaji Undang- Undang soal payung hukum," kata Sari.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/11/09/19420661/warga-rawajati-mengeluh-banjir-di-rumahnya-makin-parah-akibat-pembebasan