JAKARTA, KOMPAS.com - Rel trem kuno yang ditemukan di proyek MRT di Kawasan Harmoni Jakarta Pusat telah dioperasikan sejak abad ke-18.
Arkeolog dari Universitas Indonesia Charunia Arni Listiya menjelaskan, rel trem yang baru ditemukan itu sudah digunakan sejak zaman kolonial Belanda.
Rel trem itu bertama kali beroperasi pada tahun 1869.
Rute yang dilalui trem saat itu adalah Kota Tua sampai Harmoni, Batavia (Jakarta saat ini). Rute tersebut dikenal dengan nama Weltevreden pada saat itu.
“Ide pembangunan rel trem tercetus pada tahun 1860, kemudian izin pembangunan keluar tahun 1866 dan tiga tahun berselang tepatnya tahun 1869, rel trem mulai beroperasi di Batavia,” kata arkeolog yang akrab disapa Lisa itu saat dijumpai di lokasi rel trem kuno, Rabu (16/11/2022).
Lisa menjelaskan, awalnya trem tidak langsung berbentuk kereta dengan lokomotif dan gerbong seperti yang ada saat ini.
Saat itu, pertama kali trem hadir dengan bentuk satu gerbong terbuka dengan panjang berkisar 2-3 meter yang ditarik oleh kuda.
Trem kuda mirip dengan delman, tetapi ada gerbong dan jalur rel kereta untuk membuat roda-roda gerbong bergerak saat ditarik oleh kuda.
“Saat itu (trem kuda) banyak protes dari masyarakat, karena beban yang ditarik oleh kuda terlalu berat, sehingga banyak kuda yang mati,” kata Lisa.
Alasan protes masyarakat berikutnya agar trem kuda dihentikan yakni harga kuda yang cukup mahal, baik untuk operasional trem, makan dan perawatannya.
Ditambah lagi dengan sikap orang-orang Eropa kelas atas yang kerap risih naik trem kuda dengan gerbong yang tidak dipisah dengan orang-orang dari golongan, suku dan ras berbeda.
“Kemudian kota (Batavia) juga menjadi kotor, karena kuda buang hajat sembarangan, termasuk di jalur tremnya,” ucap dia.
Akibat berbagai protes tersebut, akhirnya tercetuslah ide dari koloni Belanda untuk menggantikan trem kuda menjadi trem bertenaga uap.
Gerbong trem pun ditarik dengan kepala kereta api atau lokomotif.
Mereka pun mengganti batang rel trem dengan menyesuaikan kebutuhan gerak lokomotif dan gerbong-gerbong yang akan digunakan.
Kemudian, pada 1898, batang rel trem sudah mulai disuplai dengan batang rel uap. Lokomotifnya saat itu didatangkan dari Jerman, sementara gerbong trem didatangkan dari Belgia dan Belanda.
Pada saat operasi rel trem uap, gerbong pengangkut orang dibagi menjadi tiga kelas, dengan harga tiket yang berbeda-beda.
Gerbong kelas 1 dikhususkan untuk orang-orang Eropa. Gerbong kelas 2 diperuntukan bagi orang Eropa kelas 2 dan Asia Timur.
Sedangkan, gerbong kelas 3 baru diperbolehkan untuk mengangkut pribumi.
Akan tetapi dalam perjalanannya, lokomotif trem uap yang didatangkan dari Jerman cukup berpolemik.
Ketel uap kerap dingin di musim hujan dan sering mogok. Serta, pada saat pengisian uap tenaga tinggi di depo-depo pengisian bahan bakar sering terjadi ledakan.
“Akhirnya pemerintah Belanda sepakat dengan operatornya untuk mengganti rel trem uap dengan rel trem listrik,” kata dia.
“Dan rel trem listrik itu yang sekarang kita temukan di Kawasan Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar dan mungkin di pintu besar selatan Glodok itu sisanya dari rel trem listik,” tambah dia.
Rel trem bekas peninggalan kolonial Belanda ditemukan dalam proyek pembangunan mass rapid transit (MRT) Jakarta fase 2A CP 202.
Proyek ini berada di Jalan Pembangunan I, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (10/11/2022).
Proyek CP 202 itu merupakan salah satu segmen pekerjaan konstruksi MRT Jakarta fase 2A dengan cakupan pembangunan Stasiun Harmoni, Sawah Besar, dan Mangga Besar.
MRT Jakarta mengerjakan terowongan bawah tanah dimulai dari Harmoni sampai Mangga Besar dengan panjang keseluruhan 1,8 kilometer (terowongan dan stasiun).
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/11/16/17272311/rel-trem-kuno-peninggalan-belanda-di-proyek-mrt-dibangun-pada-abad-18