JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSPI) berencana melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas nilai upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2023.
Untuk diketahui, UMP DKI 2023 naik 5,6 persen atau setara Rp 4,9 juta.
Presiden KSPI Said Iqbal menyebut, pihaknya akan melayangkan gugatan pada pekan depan.
Kata dia, selain menggugat nilai UMP DKI 2023, KSPI juga akan menggelar unjuk rasa di Balai Kota DKI pada pekan depan.
"Partai buruh dan organisasi serikat buruh DKI akan (melayangkan) gugatan ke PTUN DKI dan (menggelar) aksi ke Balai Kota DKI minggu depan," sebut Said kepada awak media, Selasa (29/11/2022).
Adapun KSPI hendak melayangkan gugatan karena nilai UMP DKI 2023 tidak sesuai dengan permintaan buruh, yakni UMP DKI 2023 naik 10,55 persen.
Menanggapi hal ini, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebut bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah menentukan nilai UMP 2023 berdasarkan aturan resmi.
Pemprov DKI diketahui mengacu kepada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 untuk menentukan nilai UMP 2023.
"Kan penetapannya (nilai UMP DKI 2023) sudah sesuai dengan arahan dari Permenaker (Nomor 18 Tahun 2022), (dan menghasilkan nilai UMP 2023) Rp 4,9 juta)," sebut Heru di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Selasa.
Ia pun mempersilakan unsur buruh untuk melayangkan gugatan atau menggelar unjuk rasa.
Menurut Heru, kedua aksi itu merupakan hak buruh.
"Iya, enggak apa-apa, itu hak mereka (buruh)," ucap dia.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta Andri Yansyah menyebutkan, besaran UMP 2023 sudah melalui tahap finalisasi.
"Sudah (finalisasi) dong. Sudah ada Surat Keputusan Gubernurnya," ujar Andri saat dikonfirmasi, Senin malam.
Penetapan UMP DKI 2023 itu diputuskan melalui Keputusan Gubernur Nomor 1153 Tahun 2022.
"(UMP DKI 2023) sebesar Rp 4.901.798. Angka ini naik sebesar Rp 259.944 dari UMP tahun 2022 lalu yaitu Rp 4.641.854," katanya.
Saiq Iqbal sebelumnya menyebutkan, kenaikan itu masih di bawah nilai inflasi.
"Kenaikan (UMP) 5,6 persen masih di bawah nilai inflansi. Dengan demikian (Pj) Gubernur DKI tidak punya rasa peduli dan empati pada kaum buruh," kata Said dalam keterangannya, Senin.
Said mengatakan, kenaikan UMP seharusnya sebesar inflansi dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi pada tahun berjalan.
Menurut dia, kenaikan UMP DKI sebesar 5,6 persen tidak akan bisa memenuhi kebutuhan buruh dan rakyat kecil di Ibu Kota.
Sebab, menurut rincian buruh, biaya sewa rumah sudah Rp 900.000.
Ongkos transportasi dari rumah ke pabrik (pulang-pergi) dan pada hari libur, bersosialisasi dengan saudara dibutuhkan anggaran Rp 900.000.
Kemudian, makan di warteg tiga kali sehari dengan anggaran Rp 40.000 sekali makan, menghabiskan Rp 1,2 juta sebulan.
Biaya listrik Rp 400.000 dan biaya komunikasi Rp 300.000, sehingga totalnya Rp 3,7 juta.
"Jika upah buruh DKI Rp 4,9 juta dikurangi Rp 3,7 juta hanya sisanya Rp 1,2 juta. Apakah cukup membeli pakaian, air minum, iuran warga, dan berbagai kebutuhan yang lain? Jadi dengan kenaikan 5,6 persen buruh DKI tetap miskin," kata Said.
Buruh mendesak agar UMP DKI direvisi naik menjadi sebesar 10,55 persen sebagai jalan kompromi dari serikat buruh yang sebelumnya mengusulkan kenaikan 13 persen.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/11/29/15221191/kspi-berencana-gugat-nilai-ump-dki-2023-ke-ptun