JAKARTA, KOMPAS.com - Di awal tahun 2000-an, Plaza Semanggi di Jakarta Selatan, merupakan gerbang bagi merek-merek dunia untuk masuk ke pasar Indonesia.
Daya tarik dari pusat perbelanjaan yang diresmikan pada tahun 2003 tersebut sangatlah kuat sehingga dapat meyakinkan sejumlah merek internasional untuk membuka outlet pertama mereka di Indonesia.
Salah satu contohnya adalah merek ritel asal Malaysia, Centro, yang pertama kali hadir di Indonesia, tepatnya di Plaza Semanggi pada 2003.
Selain Centro, terdapat juga sejumlah merek lain di antaranya A Slice of New York dari Amerika Serikat, La Porchetta dari Australia, Schwabing dari Jerman, dan Shi Lin dari Taiwan.
Besarnya daya tarik Plaza Semanggi bagi para vendor sangat bisa dipahami mengingat lokasinya yang berada di kawasan segitiga emas pusat perkantoran Thamrin-Sudirman-Gatot Subroto.
Berdasarkan arsip harian Kompas, letak strategis dari Plaza Semanggi dianggap mudah dikenali bagi setiap warga yang berada atau pernah menginjakkan kaki di Jakarta.
Pasalnya, posisi Plaza Semanggi tergolong jalur paling vital untuk menuju ke berbagai pelosok Jakarta.
Pertemuan segala budaya dunia
Direktur PT Primatama Nusa Indah (PNI), perusahaan pengelola Plaza Semanggi, Veri Y Setiady menyatakan, Plaza Semanggi dibangun dengan konsep downtown experience.
Yaitu sebuah konsep pembangunan kawasan di kota besar yang dikenal sebagai pertemuan dari segala budaya dunia.
"Downtown ibarat menjadikan dunia yang dapat dilihat dalam kawasan yang lebih kecil," ujarnya kepada harian Kompas.
Downtown dimaksudkan pula sebagai pusat dunia hiburan modern. "Dampaknya, tentu saja menjadi tempat yang banyak dikunjungi warga," kata Veri.
Kehadiran Plaza Semanggi sendiri menjadi pelengkap dari dua bangunan terpisah yang sebelumnya sudah ada di kompleks yang sama yaitu Gedung Veteran Republik Indonesia dan Balai Sarbini.
Periode senja kala
Ketiga bangunan ini berdampingan selama hampir 30 tahun hingga saat ini. Sayangnya, era kejayaan Plaza Semanggi seolah sedang memasuki periode "senja kala".
Selepas pandemi, kondisi Plaza Semanggi yang tak seramai tahun-tahun sebelumnya membuat beberapa tenant menutup tokonya.
Berdasarkan pantauan Kompas.com pada Senin (5/12/2022), pemilik salah satu toko di lantai GF Plaza Semanggi bahkan menjual perlengkapan dagangnya.
Di kaca toko terlihat selembar kertas bertulisan "DIJUAL Rak Stainless" lengkap dengan nomor ponsel, menandakan bahwa pemilik toko tak akan berjualan lagi di Plaza Semanggi.
Hanya terlihat beberapa toko kecil, sebuah restoran, dan tempat kopi dengan merek terkenal yang masih buka di lantai tersebut.
Selain banyak toko tutup, jumlah pengunjung yang datang ke Plaza Semanggi pun dapat dihitung jari.
Karenanya, suara tawar menawar antara pedagang dan pembeli tak terdengar. Antrean pengunjung yang menunggu lift terbuka juga tidak terlihat.
Tak melulu kesalahan pengelola
Asosiasi Persatuan Pusat Belanja Indonesia (APPBI) DKI Jakarta Mualim Wijoyo berpandangan, sejumlah mal yang sepi tak melulu disebabkan pengelola yang bermasalah.
"Belum tentu yang bermasalah malnya. Bisa juga vendor atau pedagang yang memang mengalami rasionalisasi bisnisnya," tutur Mualim kepada Kompas.com, dikutip pada Jumat (25/11/2022).
Menurut Mualim, bisa saja pedagang, penyewa, ataupun vendor yang ada di dalamnya ingin mengubah konsep pada bisnisnya.
Bisa jadi, kata Mualim, banyak tenant yang beralih bisnis daring.
"Kan sekarang banyak yang konsepnya hybrid bisa online (daring) maupun offline (luring)," tutur Mualim.
(Kompas.com: Reza Agustian, Larissa Huda | Kompas: Stefanus Osa Triyatna)
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/12/06/07044491/plaza-semanggi-yang-kini-sepi-dulu-adalah-rumah-dari-beragam-outlet-merek