Salin Artikel

Kampung Susun Bayam dan Model Penataan Kampung

Penyebabnya belum tercapai kesepakatan tentang harga sewa antara PT Jakarta Propertindo (Jakpro) sebagai pihak pengembang dengan warga yang sudah terdaftar sebagai penghuni Kampung Susun Bayam.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mendirikan stadion olahraga megah Jakarta International Stadion (JIS) di kampung Bayam dan oleh karenanya sebagian warga akan direlokasi ke Kampung Susun Bayam.

Semula Jakpro (BUMD) menetapkan biaya sewa sebesar Rp 1,5 juta per bulan sesuai dengan perhitungan biaya keekonomian. Namun warga menolak karena biaya sewa itu terlalu tinggi.

Kemudian biaya sewa diturunkan menjadi antara Rp 600.000-Rp 700.000. Perhitungan ini didasarkan pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 55 Tahun 2018 tentang Penyesuaian Tarif Retribusi Pelayanan Perumahan.

Harapan warga adalah biaya sewa tidak jauh berbeda dengan biaya sewa di Kampung Susun Akuarium, yang mirip kasusnya dengan Kampung Susun Bayam.

Di Kampung Susun Akuarium, warga membentuk Koperasi Akuarium Bangkit Mandiri dan menyewa dua blok bangunan ke Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp 216 juta selama lima tahun.

Dengan jumlah anggota sebanyak 103 keluarga, biaya sewa hanya Rp 34.000 per bulan. Warga pun masuk ke Kampung Susun Akuarium hanya dua hari setelah diresmikan pada 17 Agustus 2021.

Yang menjadi pertanyaan, mengapa model pembiayaan ala Kampung Susun Akuarium itu tidak diterapkan untuk Kampung Susun Bayam sejak awal, agar tidak menggantung seperti sekarang ini, yang menambah lama penderitaan warga.

Agaknya kasus ini cukup pelik karena melibatkan banyak kepentingan dan keterbatasan sehingga memerlukan solusi yang khusus.

Perbaikan kampung

Pembangunan kampung susun merupakan salah satu upaya perbaikan kampung yang dilaksanakan Pemprov DKI sejak puluhan tahun lalu.

Program perbaikan kampung MH Thamrin 1969-1974, dikenal berhasil mengubah wajah kampung-kampung di Jakarta, yang sebelumnya tidak tertata menjadi teratur dan lebih sehat.

Berbagai sarana permukiman dasar seperti jalan, air bersih, gorong-gorong, WC umum dsb, dibangun di tengah-tengah pemukiman padat penduduk.

Keberhasilan program ini membuatnya dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya, dan direplikasi di kota-kota lain, bahkan di negara-negara berkembang lain.

Namun perkembangan kota Jakarta yang semakin pesat menuntut dilaksanakannya juga pembangunan hunian secara vertikal, selain perbaikan kampung horizontal.

Banyak rumah susun dibangun oleh pemerintah (pusat dan Pemprov DKI) dan pengembang swasta untuk memenuhi kebutuhan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Namun penyediaan rumah susun itu, baik untuk disewa (rusunawa) maupun untuk dimiliki (rusunami), tidak dapat mengejar kebutuhan warga kota.

Akibatnya perkembangan kota menjalar ke wilayah-wilayah sekitar kota, terdorong oleh harga rumah tapak yang lebih murah di pinggir kota.

Ini fenomena yang cukup unik, karena umumnya kota-kota besar yang terkelola dengan baik tumbuh ke atas, bukan ke sekitarnya.

Yang menjadi masalah, permukiman di sebagian besar wilayah kota Jakarta menjadi penuh sesak. Rumah-rumah berhimpitan satu sama lain, jauh dari standar permukiman ideal.

Selain tidak sehat, juga rawan kebakaran. Tidak ada taman, air ledeng, dan sarana permukiman dasar lain.

Tentu saja Pemprov DKI dari waktu ke waktu tidak membiarkan kampung-kampung menjadi semakin sesak.

Untuk itu antara lain dibentuk Gugus Tugas Pelaksanaan Penataan Kampung dan Masyarakat (Pergub 878/2018) untuk mewujudkan kampung-kampung sehat sesuai Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (Perda 1/2014).

Beberapa kampung susun dibangun untuk menampung warga yang tergusur karena ada proyek pembangunan skala besar pemerintah.

Selain Kampung Susun Akuarium dan Kampung Susun Bayam, juga Kampung Susun Kunir dan Kampung Susun Bukit Duri.

Belajar dari pengalaman pembangunan kampung-kampung susun ini, dapat disimpulkan bahwa kunci keberhasilan program perbaikan kampung adalah adanya keterlibatan warga dalam perencanaan, pembiayaan dan pengelolaan kampung.

Dan di balik keterlibatan warga, ada pendampingan dari unsur masyarakat, seperti Koalisi Perumahan Gotong Royong yang dimotori oleh Rujak Center for Urban Studies dan Jaringan Rakyat Miskin Kota di Kampung Susun Akuarium.

Peran pendamping ini adalah mempertemukan kepentingan warga dengan kepentingan bisnis pengembang dan kebijakan pemerintah.

Konsolidasi tanah

Di beberapa negara, seperti Jepang dan Korea Selatan, penataan kampung padat penduduk dilakukan dengan model konsolidasi tanah (land consolidation).

Beberapa rumah milik warga yang berdekatan dibongkar, kemudian dibangun rumah dua lantai atau lebih untuk setiap pemilik tanah, dengan luas lahan hunian yang lebih kecil.

Lahan selebihnya digunakan untuk penyediaan sarana permukiman dan untuk dikomersialkan.

Dana dari hasil penjualan atau penyewaan lahan siap pakai ini digunakan untuk membiayai pembangunan rumah warga dan sarana permukiman. Hasil konsolidasi tanah adalah permukiman yang lebih lengkap dan teratur.

Pengambil inisiatif konsolidasi tanah bisa sekelompok warga pemilik tanah, pemerintah, atau badan usaha swasta.

Di Indonesia model konsolidasi tanah sudah dilaksanakan di berbagai kota sejak lama, namun umumnya dalam skala kecil.

Salah satu kendalanya adalah tidak adanya kepercayaan antara para pihak yang terlibat, yaitu antara sesama warga, antara warga dengan pemerintah, antara warga dengan pembangun, dst.

Namun prospek penerapan metoda konsolidasi tanah tampak cukup cerah dengan adanya regulasi yang memfasilitasi konsolidasi tanah, yaitu Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 12 tahun 2019 tentang Konsolidasi Tanah.

Pekerjaan bersama

Konsolidasi tanah untuk keperluan permukiman termasuk dalam kategori konsolidasi tanah vertikal (KTV). Dalam model ini pemerintah kota menetapkan permukiman kumuh yang perlu ditata atau diremajakan.

Melalui sosialisasi yang intensif, warga didorong untuk merelakan tanah yang dimiliki atau ditempatinya untuk dikonsolidasikan. Warga pemilik tanah dapat memprakarsai secara swadaya konsolidasi tanah untuk kepentingan bersama.

Organisasi sosial nirlaba dapat terlibat untuk mendampingi warga dalam bernegosiasi dengan pihak-pihak terkait. Setelah tercapai kesepakatan, proses perencanaan pun dimulai dan dilaksanakan hingga selesai.

Pemerintah kota dapat memberikan insentif berupa penyusunan rencana tapak dan pembangunan sarana permukiman dasar. Komersialisasi tanah dilakukan oleh koperasi yang dibentuk warga.

Keberhasilan konsolidasi tanah untuk penataan kampung kumuh tergantung pada kesediaan berbagai pihak untuk bekerja sama.

Tentu ini bukan perkara mudah. Diperlukan komitmen dan kepemimpinan kepala daerah, terutama untuk menyatukan visi dan tindakan organ-organ pemerintahan daerah.

Jika sistem kerja sama ini dapat berhasil dengan baik, maka kebutuhan penduduk atas rumah dan permukiman yang sehat akan terpenuhi. Kota-kota akan tumbuh vertikal, ekonomi akan lebih efisien, dan ruang terbuka hijau akan lebih banyak terwujud.

https://megapolitan.kompas.com/read/2022/12/08/06300081/kampung-susun-bayam-dan-model-penataan-kampung

Terkini Lainnya

5 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang Berhasil Dievakuasi, Polisi: Mayoritas Menderita Luka Bakar

5 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang Berhasil Dievakuasi, Polisi: Mayoritas Menderita Luka Bakar

Megapolitan
7 Orang Masih Terjebak dalam Kebakaran Toko Bingkai di Mampang Prapatan

7 Orang Masih Terjebak dalam Kebakaran Toko Bingkai di Mampang Prapatan

Megapolitan
Karyawan Gedung Panik dan Berhamburan Keluar Saat Toko Bingkai di Mampang Prapatan Kebakaran

Karyawan Gedung Panik dan Berhamburan Keluar Saat Toko Bingkai di Mampang Prapatan Kebakaran

Megapolitan
Harga Bahan Dapur Naik Turun, Pedagang Pasar Perumnas Klender: Alhamdulillah Masih Punya Pelanggan Setia

Harga Bahan Dapur Naik Turun, Pedagang Pasar Perumnas Klender: Alhamdulillah Masih Punya Pelanggan Setia

Megapolitan
Pengemudi Fortuner Arogan Gunakan Pelat Dinas Palsu, TNI: Melebihi Gaya Tentara dan Rugikan Institusi

Pengemudi Fortuner Arogan Gunakan Pelat Dinas Palsu, TNI: Melebihi Gaya Tentara dan Rugikan Institusi

Megapolitan
Banyak Warga Menonton Kebakaran Toko Bingkai, Lalin di Simpang Mampang Prapatan Macet

Banyak Warga Menonton Kebakaran Toko Bingkai, Lalin di Simpang Mampang Prapatan Macet

Megapolitan
Pemkot Bogor Raih 374 Penghargaan Selama 10 Tahun Kepemimpinan Bima Arya

Pemkot Bogor Raih 374 Penghargaan Selama 10 Tahun Kepemimpinan Bima Arya

Megapolitan
Kena Batunya, Pengemudi Fortuner Arogan Mengaku Keluarga TNI Kini Berbaju Oranye dan Tertunduk

Kena Batunya, Pengemudi Fortuner Arogan Mengaku Keluarga TNI Kini Berbaju Oranye dan Tertunduk

Megapolitan
Toko Pigura di Mampang Prapatan Kebakaran

Toko Pigura di Mampang Prapatan Kebakaran

Megapolitan
Puspom TNI: Purnawirawan Asep Adang Tak Kenal Pengemudi Fortuner Arogan yang Pakai Pelat Mobil Dinasnya

Puspom TNI: Purnawirawan Asep Adang Tak Kenal Pengemudi Fortuner Arogan yang Pakai Pelat Mobil Dinasnya

Megapolitan
Pemilik Khayangan Outdoor: Istri Saya Langsung Nangis Saat Tahu Toko Dibobol Maling

Pemilik Khayangan Outdoor: Istri Saya Langsung Nangis Saat Tahu Toko Dibobol Maling

Megapolitan
Puluhan Barang Pendakian Digondol Maling, Toko 'Outdoor' di Pesanggrahan Rugi Hingga Rp 10 Juta

Puluhan Barang Pendakian Digondol Maling, Toko "Outdoor" di Pesanggrahan Rugi Hingga Rp 10 Juta

Megapolitan
Ratusan Orang Jadi Korban Penipuan Program Beasiswa Doktoral di Filipina

Ratusan Orang Jadi Korban Penipuan Program Beasiswa Doktoral di Filipina

Megapolitan
Sejumlah Tokoh Bakal Berebut Tiket Pencalonan Wali Kota Bogor Lewat Gerindra

Sejumlah Tokoh Bakal Berebut Tiket Pencalonan Wali Kota Bogor Lewat Gerindra

Megapolitan
Alasan Warga Masih 'Numpang' KTP DKI: Saya Lebih Pilih Pendidikan Anak di Jakarta

Alasan Warga Masih "Numpang" KTP DKI: Saya Lebih Pilih Pendidikan Anak di Jakarta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke