Salin Artikel

Menggusur Sekolah

Namun begitu, ada soal yang belum tuntas, yaitu tentang cara pikir pemerintah kota yang membangun masjid dengan menggusur sekolah.

Orangtua murid menolak memindahkan anak-anak mereka ke sekolah tujuan relokasi dengan berbagai pertimbangan, mulai dari fasilitas tidak memadai hingga waktu belajar tidak efektif. Proses belajar anak-anak sekolah SDN Pondok Cina 1 jadi terganggu.

Pertanyaan yang patut diajukan pada Pemkot Depok adalah seberapa urgen pembangunan masjid hingga merasa perlu menggusur sekolah?

Apakah tidak ada masjid sama sekali hingga rela mengganggu proses anak-anak belajar? Atau masjid yang ada sama sekali tidak memadai untuk menampung ibadah Jum’at di sana?

Setelah membaca berbagai informasi, jawaban atas pertanyaan itu adalah tidak ada urgensi atau alasan mendesak yang sangat penting untuk membangun masjid di lokasi SDN Pondok Cina 1, sebab ada sekitar 10-11 masjid di sepanjang jalan Margonda itu.

Hingga sekarang, publik juga tidak pernah mendengar satupun warga yang mengeluh karena ketiadaan masjid, atau masjid tidak memadai.

Lantas, pertanyaan berikutnya, kenapa wali kota Depok keukeuh ingin membangun masjid di lokasi sekolah hingga mengorbankan proses belajar ratusan anak-anak itu?

Untuk menjawab ini, kita perlu menggali lebih jauh bagaimana pemahaman wali kota tentang masjid, pendidikan dan hak warga negara. Kita perlu merunut sedikit ke belakang, terutama perihal masjid.

Masjid adalah tempat ibadah umat Islam. Di masa sekarang ibadah umat Islam yang berpusat di masjid adalah shalat dan pengajian. Terutama shalat Jum’at, shalat Idul Fitri, dan Idul Adha.

Di perkotaan seperti Depok, kadang tempat shalat juga tersedia di tempat kerja, kantor, mal, sekolah. Shalat Hari Raya, Idul Fitri dan Idul Adha kadang juga dilaksanakan di tanah lapang.

Bagi wali kota Depok ketersediaan masjid yang ada sekarang di Depok dirasa tidak atau belum cukup. Tidak cukup, mungkin, dari segi semaraknya, simbol kebesaran, dan segala macamnya yang terkait kekuasaan Islam.

Sementara penduduk Depok 93 persen adalah Muslim, tetapi tempat ibadahnya tidak menunjukkan kejayaan dan mayoritasnya.

“Umat Islam mayoritas di Depok, masa tempat ibadahnya tidak ada megah, mewah dan besar”. Ini barangkali yang ada dalam pikiran wali kota itu.

Atas alasan itu, masjid yang megah dengan nama masjid Agung Depok perlu dibangun. Sebab masjid adalah tempat shalat dan shalat adalah kewajiban setiap Muslim yang mesti dilakukan.

Nah, sampai di sini, wali kota agaknya lupa atau mungkin keliru dalam beberapa hal.

Pertama, dalam pandangan wali kota Depok kewajiban umat Islam dalam menjalankan shalat, zikir, dan mengaji melampaui kewajiban untuk belajar dan berpengetahuan.

Padahal sekolah fungsinya adalah tempat belajar. Belajar adalah juga perintah agama. Perintah Islam. Hukumnya wajib bagi setiap individu (wajib ‘ain/ fardhu ‘ain).

Wajib belajar, berpengetahuan atau menuntut ilmu dalam Islam sama dengan wajibnya shalat dan mengaji.

Orang yang berangkat dari rumah untuk tujuan ilmu pengetahuan disebut oleh Islam sebagai fi sabilillah atau berada di jalan Tuhan. Dan orang yang mati dalam proses menuntut ilmu diganjar dengan pahala syahid.

Banyak sabda Nabi Muhammad SAW yang menyatakan pentingnya ilmu pengetahuan. Sabda antara lain adalah, bahwa orang yang pergi dari rumah untuk menuntut ilmu, belajar atau mengajar, maka malaikat membentangkan sayapnya di atas orang tersebut hingga ia kembali pulang.

Maksudnya adalah orang yang pergi untuk kepentingan pengetahuan, belajar atau mengajar mendapat perlindungan dan rahmat dari Tuhan.

Dalam pernyataan populer yang lain dari Nabi Muhammad, satu orang yang berpengetahuan lebih mulia di sisi Tuhan dari seribu orang saleh yang bodoh.

Duduk sebentar di majelis ilmu bahkan tanpa menulis sekalipun lebih baik dari pada memerdekakan seribu budak. Tidurnya orang yang alim lebih utama daripada ibadahnya orang bodoh.

Dan masih banyak lagi pernyataan dari Nabi SAW betapa pentingnya seseorang berilmu dan berpengetahuan.

Demikianlah agung dan pentingnya pendidikan atau menuntut ilmu pengetahuan dalam pandangan Islam.

Oleh sebab itu, mengabaikan atau memandang enteng proses pendidikan demi membangun masjid seperti yang dilakukan wali kota Depok, menunjukkan bahwa baginya menjadi umat yang cerdas tidak penting asal taat beribadah. Tidak apa-apa bodoh asal rajin ke masjid.

Sehingga ketika memutuskan relokasi sekolah tanpa menyediakan tempat yang layak dan ruang belajar yang memadai, wali kota merasa tidak bersalah telah merusak dan mengganggu proses akademik dan keilmuan.

Mestinya, karena belajar atau menuntut ilmu dalam Islam dihukumi wajib atau fadhu ‘ain (wajib indvidu) maka yang mesti dilakukan adalah menambah lembaga pendidikan dan meningkatkan kualitasnya, bukan menambah tempat ibadah.

Kecuali di Depok tak ada masjid, atau masjid tidak memadai sehingga menyulitkan umat Islam untuk beribadah.

Kedua, wali kota Depok merasa bahwa ia adalah wali kota umat Islam, bukan wali kota warga Depok. Dengan demikian, ia merasa bahwa kebutuhan umat Islam mesti diutamakan dari kebutuhan warga umum.

Meskipun warga yang menolak relokasi SDN Pondok Cina 1 itu, saya percaya umumnya adalah juga Muslim.

Lahan SDN merupakan aset dinas pendidikan. Artinya aset negara, aset publik. Peruntukannya tentu juga seharusnya adalah untuk publik, bukan golongan tertentu dengan pertimbangan agama, suku, dan ras.

Sekarang lahan itu akan dibangun masjid. Jelas peruntukannya hanya oleh umat Islam. Pertanyaan, apakah ini adil? Jelas tidak adil. Sebab milik semua golongan atau milik bersama dijadikan sebagai milik satu golongan.

Wali kota Depok dipilih adalah untuk semua golongan agama, ras dan suku. Ia mestinya bertindak untuk semua golongan tanpa membeda-bedakan. Mengubah peruntukan milik publik menjadi milik suatu kelompok atau golongan jelas diskriminatif.

Terakhir, keberadaan sekolah sebagai tempat menimba pengetahuan tak kalah penting dari masjid sebagai tempat ibadah. Pentingnya memihak Islam sama pentingnya dengan bertindak adil.

https://megapolitan.kompas.com/read/2022/12/18/06000001/menggusur-sekolah-

Terkini Lainnya

Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Megapolitan
“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

Megapolitan
Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Megapolitan
Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Megapolitan
Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Megapolitan
Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Megapolitan
Resmi, Imam Budi Hartono Bakal Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota Depok

Resmi, Imam Budi Hartono Bakal Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota Depok

Megapolitan
Menguatnya Sinyal Koalisi di Pilkada Bogor 2024..

Menguatnya Sinyal Koalisi di Pilkada Bogor 2024..

Megapolitan
Berkoalisi dengan Gerindra di Pilkada Bogor, PKB: Ini Cinta Lama Bersemi Kembali

Berkoalisi dengan Gerindra di Pilkada Bogor, PKB: Ini Cinta Lama Bersemi Kembali

Megapolitan
Pedagang Maju Mundur Jual Foto Prabowo-Gibran, Ada yang Curi 'Start' dan Ragu-ragu

Pedagang Maju Mundur Jual Foto Prabowo-Gibran, Ada yang Curi "Start" dan Ragu-ragu

Megapolitan
Pagi Ini, Lima RT di Jakarta Terendam Banjir akibat Hujan dan Luapan Kali

Pagi Ini, Lima RT di Jakarta Terendam Banjir akibat Hujan dan Luapan Kali

Megapolitan
Cek Psikologi Korban Pencabulan Ayah Tiri, Polisi Gandeng UPTP3A

Cek Psikologi Korban Pencabulan Ayah Tiri, Polisi Gandeng UPTP3A

Megapolitan
Hampir Lukai Warga dan Kakaknya, ODGJ di Cengkareng Dievakuasi Dinsos

Hampir Lukai Warga dan Kakaknya, ODGJ di Cengkareng Dievakuasi Dinsos

Megapolitan
Saat Pedagang Kecil Jaga Marwah Kebangsaan, Belum Jual Foto Prabowo-Gibran meski Sudah Jadi Pemenang

Saat Pedagang Kecil Jaga Marwah Kebangsaan, Belum Jual Foto Prabowo-Gibran meski Sudah Jadi Pemenang

Megapolitan
Kekecewaan Pedagang yang Terpaksa Buang Puluhan Ton Pepaya di Pasar Induk Kramatjati karena Tak Laku

Kekecewaan Pedagang yang Terpaksa Buang Puluhan Ton Pepaya di Pasar Induk Kramatjati karena Tak Laku

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke