PASCAPUTUSAN MK No. 80/PUU-XX/2022 yang mengembalikan kewenangan penataan daerah pemilihan (Dapil) kepada KPU, terjadi diskursus penataan dapil dan alokasi kursi di pemangku kepentingan kepemiluan di Provinsi DKI Jakarta.
Pro-kontra terjadi, sebagian pihak menginginkan penambahan jumlah kursi dan penataan dapil, sebagian lain menginginkan status quo karena tahapan pemilu sedang berjalan.
Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI dengan Kementerian Dalam Negeri, KPU, Bawaslu, DKPP pada prinsipnya menghendaki penetapan daerah pemilihan DPR RI dan DPRD Provinsi tidak berubah.
Wacana penataan dapil dan alokasi kursi penting dibahas di ruang publik. Meski, Pendapilan seringkali menjadi isu yang kurang menarik untuk dibahas dibanding dengan aspek sistem pemilu yang lain, seperti sistem proporsional terbuka/tertutup maupun soal ambang batas.
Urgensi penataan Dapil di DKI Jakarta
Setidaknya terdapat dua alasan penting penataan dapil di Provinsi DKI Jakarta. Pertama, adanya perubahan jumlah penduduk yang mengakibatkan alokasi kursi dalam satu daerah pemilihan melebihi batas maksimal dan/atau kurang dari batas minimal yang ditentukan oleh UU.
Perubahan jumlah penduduk adalah keniscayaan. Jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta pada saat UU No 7 Tahun 2017 merujuk pada Data Agregat Kependudukan per Kecamatan (DAK2) tahun 2017 adalah 10.333.926 penduduk.
Sedangkan saat ini mengacu pada DAK2 Tahun 2022, jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta sudah mencapai 11.249.585 penduduk.
Pasal 188 ayat 2 huruf (g) UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan “Provinsi dengan jumlah Penduduk lebih dari 11.000.000 (sebelas juta) orang sampai dengan 20.000.000 (dua puluh juta) orang memperoleh alokasi 100 (seratus) kursi.”
Sedangkan di Pasal 12 ayat 4 UU No 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta menyebut “Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta berjumlah paling banyak 125 persen (seratus dua puluh lima persen) dari jumlah maksimal untuk kategori jumlah penduduk DKI Jakarta sebagaimana ditentukan dalam undang-undang.”
Jumlah ini ditentukan berdasarkan pertimbangan tidak adanya DPRD pada tingkat kota/kabupaten di wilayah Provinsi DKI Jakarta sehingga ketentuan proporsi jumlah penduduk dengan jumlah anggota DPRD Provinsi pada tiap provinsi tidak berlaku bagi DPRD Provinsi DKI Jakarta.
Dengan demikian, jumlah alokasi kursi untuk DPRD Provinsi DKI Jakarta paling sedikit 100 kursi dan paling banyak 125 kursi.
Fakta empiris di lapangan, tugas anggota DPRD di DKI Jakarta cukup berat untuk menyerap aspirasi warga.
Provinsi DKI Jakarta dengan luas wilayah 661 km persegi yang terbagi menjadi 5 kota, 1 kabupaten, 44 kecamatan dan 267 kelurahan dinilai berat hanya diemban oleh 106 anggota DPRD Provinsi terpilih. Apalagi ketiadaan anggota DPRD kabupaten/kota di wilayah masing-masing.
Kedua, adanya dapil pada Pemilu sebelumnya bertentangan dengan prinsip-prinsip penataan dapil. Salah satu prinsip penataan dapil menurut Pasal 185 UU No 7 Tahun 2017 adalah integralitas wilayah (keutuhan/keterpaduan).
Salah satu dapil yang wilayahnya tidak integral di Jakarta Barat, di mana Kecamatan Tambora (Dapil 9) membelah Kecamatan Taman Sari dan Kecamatan Grogol Petamburan (Dapil 10).
Untuk itu, putusan MK No. 80/PUU-XX/2022 adalah momentum yang tepat untuk menata ulang dapil dan alokasi kursi.
Jumlah alokasi kursi sudah seharusnya bertambah agar tidak bertentangan dengan pasal 188 ayat 2 UU No 7 Tahun 2017 juncto Pasal 12 ayat 4 UU No 29 Tahun 2007.
Di sisi lain, sebagian partai politik sebagai stakeholder utama dalam kepemiluan menilai terlalu berat jika penataan dapil dilakukan di tengah tahapan pemilu yang berjalan, khususnya rekrutmen calon anggota legislatif.
Bagi calon legislatif petahana juga bukan hal yang mudah jika dapil harus berubah di tengah jalan.
Selain itu, penambahan alokasi kursi dari 106 kursi ke 125 kursi memiliki konsekuensi menambah jumlah dapil dari awalnya 10 dapil menjadi 12 dapil.
Hal ini berimplikasi adanya dapil baru dengan jumlah kursi kecil (antara 6-8 kursi). Dapil kecil berdampak tingkat kompetisi antarpartai menjadi semakin tinggi dan semakin terbatasnya jumlah kursi yang dapat diraih oleh partai politik.
Alih-alih realokasi kursi diharapkan meningkatkan proporsionalitas dan kesetaraan harga kursi, dikhawatirkan malah meningkatkan indeks disproporsionalitas dan menurunkan derajat keterwakilan yang berpedoman pada prinsip One Person One Vote One Value (OPOVOV).
Hal ini cenderung menguntungkan partai-partai besar atau yang memiliki basis massa besar karena lebih berpeluang mendapatkan kursi dibandingkan partai menengah atau partai baru.
Jalan tengah menambah kursi
Merujuk pada hasil kesimpulan Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI dengan Kementerian dalam negeri, KPU, Bawaslu, DKPP tanggal 11 Januari 2023, pada prinsipnya menghendaki penetapan daerah pemilihan DPR RI dan DPRD Provinsi tidak berubah.
Namun kesimpulan rapat tersebut masih terdapat peluang untuk mengakomodir penambahan jumlah kursi untuk memenuhi ketentuan Pasal 188 UU 7/2017.
Opsi menambah jumlah kursi tanpa menambah dan mengubah daerah pemilihan dapat dipilih sebagai pilihan moderat dalam penataan dapil.
Pertama, daerah pemilihan tidak berubah. Jumlah dapil tetap 10 dapil, namun pilihan ini disadari tetap menimbulkan permasalahan dapil lompat di dapil 9 dan 10 di Jakarta Barat.
Namun ini menjadi pilihan yang realistis dibandingkan harus “mengacak-acak” daerah pemilihan yang lebih banyak resistensinya.
Kedua, memaksimalkan jumlah kursi 12 kursi di setiap dapil. Dengan demikian total alokasi kursi di DPRD Provinsi DKI Jakarta adalah 120 kursi.
Terjadi penambahan di sejumlah dapil, yakni DKI Jakarta 2 (Kab. Kepulauan Seribu dan Jakut A), DKI Jakarta 3 (Jakut B), DKI Jakarta 4 (Jaktim A), DKI Jakarta 5 (Jaktim B), DKI Jakarta 6 (Jaktim C), DKI Jakarta 7 (Jaksel A).
Meskipun catatannya masih terdapat beberapa dapil yang belum ideal jumlah kursinya, antara lain: DKI Jakarta 2 harusnya hanya 11 kursi; DKI Jakarta 3 seharusnya 10 kursi; DKI Jakarta 8 seharusnya 14 kursi; DKI Jakarta 9 seharusnya 15 kursi; dan DKI Jakarta 10 seharusnya 14 kursi.
Namun, pilihan menambah alokasi kursi tanpa mengubah daerah pemilihan dapat menjadi pilihan bagi pemangku kepentingan. Pilihan ini mengakomodir beberapa aspek antara lain:
Selain itu opsi “menambah kursi tanpa mengubah dapil” sejalan dengan prinsip Pendapilan, yakni:
Namun, opsi manapun yang akan dipilih oleh KPU, kewenangan yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi perlu dioptimalkan oleh KPU untuk menghasilkan representativeness, keterwakilan konstituen yang harus menjadi pertimbangan dalam penataan sistem pemilu ke depan.
Memang benar tiada sistem pemilu yang ideal. “A good electoral system can give you a glimpse of Heaven, but a bad electoral system can give you a quick trip to Hell” (Andrew Reynolds 2014).
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/01/24/10263841/realokasi-dapil-dan-kursi-dprd-dki-jakarta
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan