JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Pol Teddy Minahasa didakwa melanggar Undang-Undang Narkotika, karena bekerja sama dalam bisnis gelap narkotika tersebut.
"Atas tindakan itu, Teddy didakwa Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2 juncto Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika," jelas Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan pembacaan dakwaaan perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (2/2/2023).
Adapun Pasal 114 ayat (2) UU Narkotika diberikan lantaran Teddy terbukti melakukan perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima narkotika golongan I minimal 5 gram untuk bentuk bukan tanaman.
Teddy dinyatakan terbukti bekerja sama dengan tiga terdakwa yang terdiri dari AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif dan Linda Pujiastuti (Anita).
JPU pun menjelaskan, awal mula kerja sama di antara Teddy Minahasa dan beberapa orang lainnya itu terjadi sejak 14 Mei 2022.
Saat itu Polres Bukittinggi melakukan penangkapan peredaran narkotika dan menyita barang bukti jenis sabu seberat 41,387 kilogram.
AKBP Dody Prawiranegara yang saat itu merupakan anak buah Teddy Minahasa pun melaporkan kegiatan penyitaan narkotika tersebut.
"Selanjutnya saksi Dody selaku Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Bukit Tinggi melaporkan hasil pengungkapan melalui aplikasi WhatsApp dengan nomor 08133330xxxx milik saksi Dody kepada terdakwa selaku Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumatera Barat," papar JPU.
JPU menyebutkan, usai menerima laporan itu, Teddy Minahasa memerintahkan Dody untuk membulatkan total barang bukti narkotika sitaan itu menjadi 41,4 kilogram.
Uniknya, perintah menambahkan angka dalam hasil barang bukti sitaan itu disertai dengan perintah tambahan Teddy kepada Dody untuk mengganti sejumlah barang bukti jenis sabu itu dengan tawas.
"Kemudian terdakwa memberikan arahan kepada saksi Dody untuk mengganti sebagian barang bukti narkotika jenis sabu tersebut dengan tawas sebagai bonus untuk anggota, atas arahan dari terdakwa tersebut. Saksi Dody menyatakan tidak berani untuk melaksanakannya," jelas JPU.
Kebenaran atau keberadaan sabu tersebut hanya diketahui keduanya sampai Juni 2022.
Tepat pada 14 Juni 2022, nama Syamsul Maarif pun masuk di ruang lingkup peredaran sabu yang dimaksud dalam perkara ini.
Syamsul Maarif disebut sebagai orang yang menukar sabu sebanyak 5 gram menjadi tawas.
Kemudian pada tanggal 23 Juni 2022, terdakwa Teddy disebutkan menghubungi Linda Pujiastuti alias Anita untuk meminta bantuannya mencarikan pembeli 5 kilogram sabu tersebut.
Dari komunikasi itu, terdakwa memerintahkan untuk pemberitahuan lanjutan atas penjualan sabu itu akan dikoordinasi oleh Dody, sehingga Dody yang menghubungi Anita lebih lanjut terkait ini.
Sebagai informasi, kasus peredaran narkoba yang dikendalikan oleh Teddy Minahasa terungkap dari penyelidikan Polda Metro Jaya.
Dalam penyelidikan itu, awalnya Polda Metro Jaya mengungkap jaringan pengedar narkoba dan menangkap tiga warga sipil.
Setelah itu, penyidik Polda Metro Jaya melakukan pengembangan dan menemukan keterlibatan tiga polisi.
Pengembangan penyelidikan terus dilakukan sampai akhirnya penyidik menemukan keterlibatan Teddy.
Kadiv Propam Irjen Syahardiantono pun diminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjemput Teddy untuk diperiksa.
Polda Metro Jaya kemudian menetapkan 11 orang sebagai tersangka kasus dugaan peredaran narkoba jenis sabu, termasuk Teddy Minahasa.
Sementara itu, 10 orang lainnya adalah Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pudjiastuti, Syamsul Ma'arif, dan AKBP Dody Prawiranegara.
Teddy dan para tersangka kemudian ditahan di rumah tahanan Narkoba Polda Metro Jaya. Para tersangka dijerat Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/02/02/17161671/jpu-sebut-teddy-minahasa-bekerja-sama-dengan-3-anak-buahnya