Salin Artikel

Kisah Kuli Angkut di Pelabuhan Sunda Kelapa: Kerja dari Pagi hingga Tengah Malam, Risiko Tinggi tapi Upah Tak Seberapa

JAKARTA, KOMPAS.com - Melakoni pekerjaan kuli angkut di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, bukan sebuah profesi yang mudah.

Demi mendapatkan upah yang besar, mereka harus berangkat pagi dan pulang tengah malam. 

Menjalani profesi sebagai kuli angkut juga tentunya rawan kecelakaan sehingga harus ada asuransi yang menjamin keselamatan.

Walau pendapatan tidak seberapa, para kuli angkut di Pelabuhan Sunda Kelapa tetap bersukacita dalam menjalani pekerjaan mereka. 

Kompas.com menemui para kuli angkut di Pelabuhan Sunda Kelapa. Mereka berbagai kisah bagaimana menjalani pekerjaan ini.

Kerja hingga tengah malam

Arga (22) yang merupakan pria asal Sukabumi, bekerja di Pelabuhan Sunda Kelapa dengan menyewa rumah kontrakan di Jalan Kerapu, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara.

Berbeda dengan Arga, Purwanto (37) memilih untuk tinggal di salah satu kapal yang bersandar di Pelabuhan Sunda Kelapa.

Hampir setiap hari, mereka biasa tiba di pelabuhan pukul 07.00 WIB untuk mulai bekerja. Jika terlambat, rezeki mereka "akan dipatok ayam".

Mereka bekerja tidak mengenal waktu. Sistem pembayaran dihitung dari banyaknya barang yang diangkut dari mobil bak terbuka atau truk bermuatan besar.

"Ya tergantung barang (untuk selesai bekerja). Kemarin saja selesai jam 00.00 WIB," ungkap Purwanto saat ditemui Kompas.com pada Senin (13/3/2023).

Sementara itu, untuk waktu istirahat hanya bisa dilakukan di sela-sela menunggu kedatangan mobil bak terbuka atau truk bermuatan besar.

Penghasilan

Profesi kuli angkut tidak memiliki gaji pokok. Bayaran yang mereka dapatkan sesuai dengan barang yang dipikul.

Nilainya bervariasi, tergantung berat atau barang yang ada di dalam mobil bak terbuka atau truk muatan besar.

Biasanya, untuk barang berat seperti beras dan pupuk, dihitung per tonase atau berat muat kapal. Sedangkan, untuk barang kebutuhan sehari-hari, dihitung per mobil bak terbuka.

"Ya tergantung barangnya. Tonase (per ton) Rp 8.500, kalau kelontong per mobil Rp 20.000. Tonase itu barang berat, kayak pupuk, beras. Kalau dus, itu masuknya kelontong," kata Wahyu (20) tentang upah bongkar muatan.

Pendapatan lain juga didapatkan dari sopir truk hingga gaji harian yang bersumber dari mandor.

Rugi besar

Namun, mereka harus gigit jari ketika musim hujan tiba dan mengguyur wilayah tersebut.

Saat hujan turun, kuli angkut akan rugi karena barang yang seharusnya bisa terangkut ke dalam kapal menjadi terhambat.

"Rugilah (kalau musim hujan). Otomatis kan jadi enggak bisa kebongkar barangnya, kan ditutup," ungkap Wahyu.

"Iya rugi, buruh rugi, bos juga rugi. Soalnya enggak ada pemasukan. ABK juga rugi. Semuanya gitu lumpuh kalau hujan. Jangankan hujan gede, gerimis saja, mendung deh, sudah, enggak bisa," timpal Arga.

Saking awetnya hujan, mereka sempat hanya mengantongi uang senilai Rp 20.000 untuk satu hari. Angka tersebut tidak sepadan dengan tenaga yang mereka keluarkan.

Asuransi kecelakaan dan THR

Mereka tidak menampik bahwa bekerja kuli angkut memiliki risiko kecelakaan yang cukup tinggi.

Meski begitu, Arga yang sudah bekerja menjadi kuli angkut selama 3,5 tahun terakhir ini memastikan bahwa profesinya ini memiliki asuransi kecelakaan selain BPJS.

Arga yang sempat mengalami kecelakaan kecil pun tidak mengeluarkan biaya apa pun karena semuanya ditanggung asuransi.

“Ada, di sini ada juga (asuransi kecelakaan dalam bekerja). BPJS juga ada, kartu Pas juga. Itu kartu anggota buruh, jadi kami resmi di sini,” ucap Arga.

“Iya, kalau ada kecelakaan. Kami juga ada uang kas juga. Kami misalnya tiap hari bayar uang kas, nanti setahun sekali dibagikan kepada kami,” sambungnya.

Selain asuransi, Arga juga memastikan kuli angkut di Pelabuhan Sunda Kelapa juga mendapatkan tunjangan hari raya (THR) setiap tahunnya.

Meskipun tidak seberapa, bagi Arga, THR tersebut sangat berharga untuk menghidupi keluarganya yang berada di Sukabumi, Jawa Barat.

Solidaritas

Terlepas dari penghasilan yang didapatkan setiap harinya, Arga, Wahyu, dan Purwanto mengaku sangat berbahagia dalam menjalani profesi kuli angkut ini.

Rasa solidaritas yang tinggi menjadi faktor utama yang membuat mereka bertahan sejauh ini.

"Senangnya, ya kita, kebersamaan kayak begini. Beda sama tempat lain. Dulu juga, saya sebelum di sini, saya kerja di PT. Kekompakan juga beda sama yang di sini," ucap Arga.

Oleh karena itu, Arga memilih untuk bertahan meski upah yang diterima menurutnya tidak seberapa.

"Kalau di sini, kami senang-senang bareng, minum bareng, kumpul bersama. Solidaritas," ungkap Arga.

https://megapolitan.kompas.com/read/2023/03/15/10523341/kisah-kuli-angkut-di-pelabuhan-sunda-kelapa-kerja-dari-pagi-hingga-tengah

Terkini Lainnya

Anggota DPRD Pertanyakan Besaran Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Anggota DPRD Pertanyakan Besaran Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Megapolitan
Tewas Terjebak Kebakaran, Keluarga Pemilik 'Saudara Frame' Tinggal di Lantai Tiga Toko

Tewas Terjebak Kebakaran, Keluarga Pemilik "Saudara Frame" Tinggal di Lantai Tiga Toko

Megapolitan
Kadis Dukcapil: 92.432 NIK Warga Jakarta Bakal Dinonaktifkan Awal Pekan Depan

Kadis Dukcapil: 92.432 NIK Warga Jakarta Bakal Dinonaktifkan Awal Pekan Depan

Megapolitan
Sayur Mayur Membawa Berkah, Sarmini Bisa Menyekolahkan Anaknya Hingga Sarjana

Sayur Mayur Membawa Berkah, Sarmini Bisa Menyekolahkan Anaknya Hingga Sarjana

Megapolitan
Petugas Beberkan Sulitnya Padamkan Api yang Membakar Toko Bingkai Saudara Frame Mampang

Petugas Beberkan Sulitnya Padamkan Api yang Membakar Toko Bingkai Saudara Frame Mampang

Megapolitan
Polisi Ungkap Ada Karyawan Semprot Bensin untuk Usir Rayap Sebelum Kebakaran Saudara Frame Mampang

Polisi Ungkap Ada Karyawan Semprot Bensin untuk Usir Rayap Sebelum Kebakaran Saudara Frame Mampang

Megapolitan
Warga DKI Yang NIK-nya Dinonaktifkan Bisa Ajukan Keberatan ke Kantor Kelurahan

Warga DKI Yang NIK-nya Dinonaktifkan Bisa Ajukan Keberatan ke Kantor Kelurahan

Megapolitan
Jasad 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang Dibawa ke RS Polri Kramatjati

Jasad 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang Dibawa ke RS Polri Kramatjati

Megapolitan
Polisi Tangkap 3 Orang Terkait Penemuan Jasad Perempuan di Dermaga Pulau Pari

Polisi Tangkap 3 Orang Terkait Penemuan Jasad Perempuan di Dermaga Pulau Pari

Megapolitan
Nasib Apes Pria di Bekasi, Niat Ikut Program Beasiswa S3 Malah Ditipu Rp 30 Juta

Nasib Apes Pria di Bekasi, Niat Ikut Program Beasiswa S3 Malah Ditipu Rp 30 Juta

Megapolitan
Tunduknya Pengemudi Fortuner Arogan di Hadapan Polisi, akibat Pakai Pelat Palsu Melebihi Gaya Tentara

Tunduknya Pengemudi Fortuner Arogan di Hadapan Polisi, akibat Pakai Pelat Palsu Melebihi Gaya Tentara

Megapolitan
Cerita Eki Rela Nabung 3 Bulan Sebelum Lebaran demi Bisa Bagi-bagi THR ke Keluarga

Cerita Eki Rela Nabung 3 Bulan Sebelum Lebaran demi Bisa Bagi-bagi THR ke Keluarga

Megapolitan
Polisi Sebut Api Pertama Kali Muncul dari 'Basement' Toko Bingkai 'Saudara Frame' Mampang

Polisi Sebut Api Pertama Kali Muncul dari "Basement" Toko Bingkai "Saudara Frame" Mampang

Megapolitan
Jasad Perempuan Ditemukan Tergeletak di Dermaga Pulau Pari, Wajahnya Sudah Hancur

Jasad Perempuan Ditemukan Tergeletak di Dermaga Pulau Pari, Wajahnya Sudah Hancur

Megapolitan
Pemadaman Kebakaran 'Saudara Frame' Mampang Masih Berlangsung, Arus Lalu Lintas Padat Merayap

Pemadaman Kebakaran "Saudara Frame" Mampang Masih Berlangsung, Arus Lalu Lintas Padat Merayap

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke