Penggerebekan ini dilakukan atas tindak lanjut arahan Presiden Joko Widodo terkait penertiban pakaian bekas impor yang dijual bebas.
Untuk diketahui, pemerintah melalui Peraturan Kementerian Dalam Negeri Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 melarang impor pakaian bekas.
Kepala Unit Kriminal Khusus Polres Metro Jakarta Pusat AKP Iptu Diaz Yudistira mengatakan, setidaknya ada belasan kios pakaian bekas impor yang digerebek.
"Betul. (Penggerebekan) ini kegiatan Mabes Polri dan Polres Jakpus. Ada 19 kios (yang digerebek)," ujar Diaz, Senin.
Pedagang kecewa dan bertanya
Terkait penggerebekan yang dilakukan aparat gabungan, pedagang pakaian bekas impor di Pasar Senen mengaku kecewa.
Pasalnya, praktik impor pakaian bekas di Indonesia sudah berlangsung sejak lama.
"Kita tahu ini melanggar aturan dari pemerintah. Tapi, di satu sisi kalaupun memang ini dilarang sebenarnya ini kan sudah berlaku berpuluh-puluh tahun. Kurang lebih hampir 40 tahun lalu," kata salah seorang pedagang yang enggan disebutkan namanya, Senin.
Selain kecewa, pedagang itu juga merasa penasaran dengan begitu gencarnya pemerintah melakukan larangan dan menyita maupun memusnahkan pakaian bekas impor.
"Jadi, kalau mau jujur ini sebenarnya dilarang kenapa ramai-ramai baru sekarang," tanya pedagang itu dengan rasa penasaran.
Khawatir tidak bisa makan
Penggerebekan yang dilakukan membuat pedagang tersebut khawatir akan nasib kehidupan keluarganya ke depan.
Hal ini bukan tanpa alasan karena ia tidak bisa lagi mendapatkan penghasilan usai pakaian bekas impor miliknya disita dan bakal dimusnahkan.
"Terus kalau ini dilarang sekarang, solusi pemerintah untuk kami-kami yang bergantung hidup di pakaian second ini apa? Apakah hanya penggerebekan, razia, ini selesai permasalahan? Terus anak istri di rumah itu mau dikasih makan apa?" keluh pedagang itu.
Merasa jadi korban
Aksi penggerebekan, penyitaan, dan pemusnahan pakaian bekas impor dianggap pedagang sebagai suatu hal yang membuatnya jadi korban.
Sebab, mereka sangat dirugikan lantaran telah membayar pakaian bekas impor dalam jumlah yang banyak dan menyewa kios.
"Jelas kita korban, kenapa korban? Kita kan ambil barang ini kita bayar, sewa kita bayar, semua kita bayar. Terus tiba-tiba diambil sama pihak yang berwajib, dimusnahkan, dibakar. Artinya ya kita korban," tuturnya.
Karena itu, pedagang tersebut meminta solusi yang konkret dari pihak berwenang soal permasalahan impor pakaian bekas.
"Kami harapkan solusi dari pemerintah. Jadi, bukan hanya tindakan terus dirazia, diangkat, dan dimusnahkan. Sementara kami yang berusaha di sini ditinggalkan begitu saja," ucapnya.
Pemerintah dianggap berlebihan
Sementara itu, pedagang pakaian bekas impor, Bosman Hasugian (56), menilai bahwa pemerintah terlalu berlebihan soal larangan impor baju bekas.
"Saya sebagai pedagang mengira pemerintah terlalu berlebihan. Yang jual baju thrift ini kan bukan hanya satu dua orang, bahkan se-Indonesia, harus dipikirkan juga efek ekonominya," papar dia.
Menurut Bosman, menjual baju bekas impor sangat membantu perekonomian, khususnya para pedagang kecil seperti dirinya.
Oleh sebab itu, ia meminta pemerintah memikirkan masak-masak terlebih dahulu dampaknya bagi rakyat kecil.
"Pikirkan matang-matang dahulu," ujar dia.
Bosman menuturkan, jika pemerintah tidak menyukai berdagang baju bekas impor, maka pedagang dapat disediakan bahan pakaian jadi yang harganya murah sama seperti berdagang thrift.
"Kalau memang pemerintah enggak suka hal seperti, sediakan dong bahan pakaian jadi yang murah, bisa dijangkau dengan kualitas bagus," tutur Bosman.
Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) menilai praktik impor ilegal pakaian bekas bisa menghancurkan industri pakaian dan alas kaki nasional.
Jadi, apabila hal ini terjadi, akan banyak UMKM gulung tikar dan banyak orang menganggur.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, maraknya impor ilegal pakaian bekas bisa membunuh keberlangsungan bisnis banyak UMKM.
Hal ini karena industri tekstil dan produk tekstil (TPT), pengolahan kulit dan alas kaki didominasi oleh sektor mikro dan kecil, yaitu sebesar 99,64 persen berdasarkan data Sensus BPS pada tahun 2020.
"Jika sektor ini terganggu, akan ada banyak orang kehilangan pekerjaan. Karena pada 2022, proporsi tenaga kerja yang bekerja di industri TPT dan alas kaki pada industri besar dan sedang (IBS) menyumbang 3,45 persen dari total angkatan kerja. Pelaku UMKM yang menjalankan bisnis pakaian mencapai 591.390 dan menyerap 1,09 juta tenaga kerja," kata dia dalam siaran pers, Senin.
Ganggu pendapatan negara dan perbanyak limbah
Tak hanya itu, maraknya aktivitas impor ilegal pakaian bekas di Indonesia juga bisa menganggu pendapatan negara.
Teten menegaskan, aktivitas tersebut juga bisa membuat Indonesia kebanjiran limbah tekstil.
Banyaknya ancaman yang datang dari impor ilegal pakaian bekas membuat pemerintah melarang aktivitas ini demi mendukung dan menjaga agar produk UMKM Indonesia tetap tumbuh dan tidak terhimpit produk impor ilegal.
(Penulis: Xena Olivia, Rizky Syahrial, Agustinus Rangga Respati | Editor: Larissa Huda, Irfan Maullana, Erlangga Djumena).
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/03/21/05273641/saat-polisi-gerebek-gudang-pakaian-bekas-impor-ilegal-di-pasar-senen-tapi