JAKARTA, KOMPAS.com - Sepucuk surat ditulis oleh Shane Lukas Rotua (19) buat D (17), korban penganiayaan Mario Dandy Satrio yang terjadi pada Senin (20/3/2023) di Pesanggrahan, Jakarta Barat.
Surat itu ditulis dengan tangan Shane sendiri dari dalam ruang tahanan Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya. Shane merupakan salah satu tersangka penganiayaan D.
Lewat tulisan tangannya itu, Shane tak hanya meminta maaf. Pada penutup surat itu, Shane meminta didoakan agar ia dan teman-teman bisa bantu memecahkan perkara tersebut.
Seperti diketahui, Shane diduga memprovokasi Mario sehingga Mario menganiaya korban sampai koma. Shane juga merekam penganiayaan yang dilakukan Mario.
Ditolak mentah-mentah
Bukannya simpati, permohonan maaf Shane justru ditolak mentah-mentah oleh keluarga D. Penolakan itu terang-terangan disampaikan pihak keluarga D, Alto Luger, lewat akun Twitter @AltoLuger.
Adapun isi surat Shane dibagikan Alto lewat akunnya itu.
"Surat untuk adik D. Shallom/Assalamualaikum adik D, sebelumnya abang, Shane Lukas, mau meminta maaf kepada adik D, papa, dan mama D, serta keluarga dan orang-orang yang D sayang. Saua juga mau meminta maaf kepada adik dan orangtua teman D atas kejadian yang menimpa adik D. Saya atas nama pribadi meminta maaf. Dan saya mohon bantu doa kepada keluarga D dan teman-teman agar saya bisa bantu memecahkan perkara ini."
Surat itu langsung dibalas oleh Alto lewat Twitternya:
"Dear manusia-manusia biadab. David yang kamu aniaya masih berjuang untuk kembali hidup! Mengenali dirinya sendiri saja dia tidak mampu, mengenali orang tuanya saja dia tidak mampu, apalagi membaca PERMINTAANMU untuk MENDOAKANMU agar kamu bisa MEMECAHKAN PERKARA penganiayaan biadabmu atas David!"
"Mintalah doa yang kamu butuhkan ke keluargamu, dan mintalah maaf ke tuhanmu!"
Tutup rapat-rapat pintu maaf
Setelah menerima surat itu, Alto menyatakan bahwa apa yang ditulis Shane tidak akan memberikan dampak apa pun terhadap proses hukum yang bergulir.
Hal itu disebabkan karena keluarga D telah menutup pintu maaf kepada ketiga pelaku, termasuk Shane.
"Respons kami terhadap surat itu adalah yang pertama adalah tidak ada maaf dan tidak ada kata damai. Kedua, surat ini tidak memiliki empati karena dia meminta maaf saat D masih terbaring lemah di ICU," kata Alto kepada Kompas.com, Selasa (28/3/2023).
Alto juga menilai bahwa Shane tak memiliki rasa malu di hadapan keluarga korban. Pasalnya Shane dengan santainya meminta doa kepada keluarga besar D agar sidang nanti berjalan lancar.
"Di paragraf terakhir surat tersebut, Shane meminta D dan keluarga untuk mendoakannya dalam kasus yang dia hadapi. Kasus nya apa? kasus penganiayaan D kan, cuma orang gila saja yang minta korbannya untuk mendoakan seorang pelaku," beber Alto.
Dianggap tak berempati
Alto Luger menilai surat tersebut menjadi bukti bahwa Shane merupakan sosok yang tidak memiliki rasa empati lantaran surat itu baru dikirim satu bulan pascapenganiayaan.
"Lalu yang kedua, dia dengan polosnya meminta keluarga korban untuk mendoakannya dalam perkara penganiayaan ini," lanjut dia.
Dengan fakta tersebut, kata Alto, membuktikan bahwa tersangka penganiayaan tidak menyadari posisinya saat ini.
Diberitakan sebelumnya, surat yang dikirim Shane merupakan hasil buah tangannya ketika mendekam di ruang tahanan Mapolda Metro Jaya.
Kuasa hukum Shane, Happy SP Sihombing mengatakan, surat tersebut ditulis dengan hati yang tulus dan permintaan maaf yang sebesar-besarnya.
"Surat itu orisinal ditulis oleh Shane Lukas. Dia bilang tolong kasih dong ke adik David," ujar Happy saat dikonfirmasi, Selasa.
Happy mengungkap surat tersebut dikirim pekan lalu dan diterima oleh resepsionis Rumah Sakit Mayapada yang kemudian diteruskan ke keluarga D.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/03/29/05570291/saat-surat-permintaan-maaf-shane-pada-d-ditolak-mentah-mentah-oleh