TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Bekerja sebagai penjaga rumah Allah, marbut masjid memiliki kisah masing-masing, termasuk Topik Rahman (26).
Kompas.com berkesempatan untuk wawancara mendalam dengan Topik Rahman, marbut Masjid Agung Al Mujahidin Serpong, Tangerang Selatan.
Kepada Kompas.com, Topik, begitu ia ingin dipanggil, menceritakan awal mula terjun sebagai marbut, alasan memilih marbut sebagai pekerjan, hingga riwayat pendidikannya.
Rupanya, Topik merupakan lulusan sarjana hukum perdata. Ia pernah bekerja sebagai guru honorer selama tiga tahun sebelum beralih ke marbut masjid.
Tawaran kerja
Berasal dari Ciamis, Jawa Barat, Topik mengaku mengetahui adanya lowongan kerja sebagai marbut masjid dari saudaranya yang juga bekerja sebagai marbut di Parung, Bogor.
Tanpa pikir panjang, Topik mencoba peruntungan. Ia berangkat dari kampung halaman ke Serpong untuk bekerja.
Topik lulus menjadi marbut masjid setelah melewati seleksi. Menjadi marbut masjid bukan hanya perihal rajin bekerja, tapi sungguh-sungguh menjaga rumah Allah.
"Di sini seleksinya ada, cuma saya kan diperuntukkan untuk muazin standby lima waktu (shalat), itu yang menjadi landasan pokok. Seterusnya pengetesan dasar beberapa waktu dites bagaimana kinerjanya," ujar Topik.
Pernah jadi guru honorer
Alasan Topik memilih marbut sebagai pekerjaan karena ingin mengisi waktu daripada menganggur di kampung halamannya.
Topik merasa jenuh dengan pekerjaan sebelumnya sebagai guru honorer di Ciamis selama tiga tahun. Tidak adanya perkembangan membuat Topik bantir setir.
"Dulu waktu di Ciamis saya pernah jadi guru honorer. Tapi dikarenakan situasi perkembangan enggak ada kemajuan sehingga saya jenuh, enggak ada rekan yang berkolaborasi bekerja, kurang nyaman di pekerjaan itu," tutur dia.
Bekerja dengan ikhlas
Meskipun pekerjaannya sekarang tidak sesuai dengan jurusan, Topik tidak mempermasalahkan hal itu, begitu juga dengan keluarganya.
Topik justru bersyukur pekerjannya sekarang membuat dia merasa nyaman.
"Yang penting kota ikhlas, kuncinya itu ikhlas lillahi ta'ala insya Allah kalau hidup di masjid itu akan berkah selalu," ujar dia.
Setiap harinya, Topik harus siap sedia 24 jam untuk mengurus masjid, mulai dari bersih-bersih sampai mempersiapkan jika ada acara pengajian.
Selain itu, Topik juga ditugaskan untuk mengumandangkan adzan di lima waktu shalat.
"Yang menjadi peruntukan sistem kerja saya itu adalah harus siap menjadi muazin, setiap waktu harus ada, jangan sampai ketertinggalan. Harus standby," kata Topik.
Gaji Rp 1,25 juta sebulan
Dengan tugasnya sebagai marbut, Topik mendapatkan upah Rp 1,25 juta sebulannya.
Kata Topik, besaran gaji itu tergantung dengan jam terbang marbut. Semakin lama, maka akan semakin besar.
"Sebenarnya beda-beda, kalau saya masih pemula, masalah gaji itu ada yang lama dan baru karena saya pemula untuk gaji Rp 1,25 juta," kata Topik.
Dari penghasilannya itu, Topik menghidupi ibu dan adiknya yang masih bersekolah di kampung. Sementara ayahnya telah meninggal dunia.
"Saya belum berkeluarga, Rp 1 juta dikirim ke kampung karena masih ada keluarga, tanggung jawab. Saya sudah ditinggal ayah, tinggal ibu dan adik satu," ujar dia.
Topik menyimpan Rp 250.000 untuk kebutuhannya, meski terdengar sedikit, apalagi zaman sekarang biaya hidup di kota mahal, Topik mengaku tidak pernah merasa kekurangan.
"Alhamdulillah cukup bahkan ya tergantung kita, kalau bisa mengirit, insya Allah ada sisa dari sebagai kebutuhan pokok," ujar dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/03/30/07430921/kisah-topik-mantan-guru-honorer-lulusan-sarjana-hukum-yang-bantir-setir