Teddy didakwa mengendalikan peredaran barang bukti sabu hasil sitaan Polres Bukittinggi.
"Menjatuhkan terhadap terdakwa Teddy Minahasa Putra bin H Abu Bakar (Almarhum) dengan pidana mati dengan perintah terdakwa tetap ditahan," kata Jaksa dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Kamis (30/3/2023).
Sebelum membacakan tuntutan, jaksa membacakan delapan hal yang menjadi pertimbangan memberatkan tuntutan Teddy Minahasa.
Pertama, Teddy telah menikmati keuntungan dari hasil penjualan narkotika jenis sabu.
Hal kedua, Teddy merupakan anggota Kepolisan Republik Indonesia dengan jabatan Kepala Polisi Daerah Provinsi Sumatera Barat.
Sebagai seorang penegak hukum, terlebih dengan tingkat jabatan Kapolda, seharusnya terdakwa menjadi garda terdepan dalam memberantas peredaran gelap narkotika.
"Namun terdakwa justru melibatkan dirinya dan anak buahnya dengan memanfaatkan jabatannya dalam peredaran gelap narkotika sehingga sangat kontradiksi dengan tugas dan tanggung sebagai Kapolda," jelas jaksa.
Perbuatan Teddy Minahasa juga tidak mencerminkan seorang aparat penegak hukum yang baik dan mengayomi masyarakat.
Hal ketiga, perbuatan Teddy telah merusak kepercayaan publik kepada institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang anggotanya kurang lebih 400.000 personel.
Hal keempat, Teddy telah merusak nama baik institusi Kepolisian Republik Indonesia.
Hal kelima, Teddy juga tidak mengakui perbuatannya.
"Enam, terdakwa menyangkal dari perbuatannya dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan," jelas jaksa.
Hal ketujuh, perbuatan Teddy sebagai Kapolda telah mengkhianati perintah presiden dalam penegakan hukum dan pemberantasan peredaran gelap narkotika.
Hal kedelapan, Teddy tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan peredaran gelap narkotika.
"Hal yang meringankan, tidak ada," pungkas jaksa.
Teddy Minahasa didakwa bersalah sebagaimana dimaksud Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dia juga disebut menerima uang hasil penjualan sabu senilai 27.300 dolar Singapura atau Rp 300 juta dari eks Kapolres Bukittinggi, AKBP Dody Prawiranegara.
Menurut jaksa dalam dakwaannya, Teddy bekerja sama dengan AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti (Anita) untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara penyebaran narkotika.
Narkotika yang dijual itu merupakan hasil penyelundupan barang sitaan seberat lebih dari 5 kilogram.
Dalam persidangan terungkap bahwa Teddy meminta AKBP Dody mengambil sabu itu lalu menggantinya dengan tawas.
Awalnya, Dody sempat menolak. Namun, pada akhirnya Dody menyanggupi permintaan Teddy.
Dody kemudian memberikan sabu tersebut kepada Linda. Setelah itu, Linda menyerahkan sabu tersebut kepada Kasranto untuk kemudian dijual kepada bandar narkoba.
Total, ada 11 orang yang diduga terlibat dalam peredaran narkoba ini, termasuk Teddy Minahasa.
Sementara itu, 10 orang lainnya adalah Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pujiastuti, Syamsul Ma'arif, Muhamad Nasir, dan AKBP Dody Prawiranegara.
(Penulis: Zintan Prihatini | Editor: Ihsanuddin, Nursita Sari).
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/03/30/16571361/8-hal-yang-jadi-pertimbangan-jaksa-tuntut-teddy-minahasa-hukuman-mati