JEO - News

Jumat, 26 Juli 2019 | 07:06 WIB

Pencarian Wakil Gubernur DKI Jakarta tersandera manuver anggota dewan. Semula, DPRD DKI Jakarta ditargetkan telah menggelar rapat paripurna menentukan wakil gubernur pengganti Sandiaga Uno ini pada 22 Juli 2019.

PAGI itu, Jumat, 10 Agustus 2018, Sandiaga Uno datang ke Balai Kota DKI Jakarta dengan tujuan yang tidak biasa. Dia hendak mengundurkan diri dari jabatan yang baru dia emban selama 10 bulan. 

Pengunduran diri ini bukan tanpa alasan. Dia baru saja dipinang Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra, untuk menjadi bakal calon wakil presiden dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Pagi itu, Sandiaga masuk ke ruang kerja Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. 

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kanan) dan Sandiaga Uno (kiri) menunjukkan surat pengunduran diri Sandiaga sebagai Wagub DKI Jakarta di Balai Kota, Jakarta, Jumat (10/8/2018). Sandiaga Uno resmi mundur dari jabatannya sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk menjadi bakal calon wakil presiden mendampingi bakal calon presiden Prabowo dalam Pilpres 2019.
ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kanan) dan Sandiaga Uno (kiri) menunjukkan surat pengunduran diri Sandiaga sebagai Wagub DKI Jakarta di Balai Kota, Jakarta, Jumat (10/8/2018). Sandiaga Uno resmi mundur dari jabatannya sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk menjadi bakal calon wakil presiden mendampingi bakal calon presiden Prabowo dalam Pilpres 2019.

"Dengan ini saya menyampaikan surat pernyataan berhenti dari jabatan saya sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta masa jabatan 2017-2022, sejak pernyataan ini saya tanda tangani," ujar Sandiaga.

Anies pun ikut menandatangani surat-surat yang dibawa Sandiaga. Kepada Anies, Sandiaga meminta agar surat pengunduran dirinya ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku.

Hari itu menjadi hari terakhir Sandiaga beraktivitas di Balai Kota. Pada hari yang sama, Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta Mohamad Taufik juga mengantarkan surat pengunduran diri Sandiaga kepada Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi.

Sejak saat itu, Anies resmi menjadi single fighter dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahannya. Bersamaan, kontes pemilihan wagub DKI Jakarta pun dimulai, untuk mengisi kursi kosong yang ditinggalkan Sandiaga.

Namun, waktu sudah berjalan hampir satu tahun. Sampai saat ini, kursi tersebut belum juga terisi. Ada apa?

JALAN PANJANG PENCALONAN

MEKANISME pengisian kekosongan jabatan wakil gubernur di suatu provinsi diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Tepatnya, pada Pasal 176 UU itu.

Bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung.
  2. Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung mengusulkan 2 (dua) orang calon Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melalui Gubernur, Bupati, atau Walikota, untuk dipilih dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
  3. Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berasal dari calon perseorangan berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan masing-masing oleh DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
  4. Pengisian kekosongan jabatan Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan jika sisa masa jabatannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan terhitung sejak kosongnya jabatan tersebut.
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan dan pengangkatan calon Wakil Gubernur, calon Wakil Bupati, dan calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Aturan ini juga diperkuat dengan Pasal 24 dan Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota.

Kedua pasal itu menjelaskan bahwa pemilihan Wagub DKI Jakarta diselenggarakan melalui rapat paripurna DPRD. Hasil pemilihannya ditetapkan dengan keputusan DPRD DKI Jakarta.

Seteru dua partai pengusung

Berdasarkan peraturan di atas, jelas sudah siapa yang paling berwenang menentukan calon wagub. Bukan sang gubernur.

Peran gubernur cenderung hilang dalam proses pencarian pendamping pengganti ini, berganti dengan peran dominan partai pengusung. 

Dalam Pilkada DKI 2017, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno diusung Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Sohibul Iman (kiri), Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto (kedua dari kiri), kandidat calon gubernur DKI Jakarta nomor urut 3, Anies Baswedan (kedua dari kanan) dan kandidat calon wakil gubernur DKI Jakarta no urut 3, Sandiaga Uno (paling kanan) di Kantor DPP Partai Gerindra, Jakarta Selatan,  Rabu (19/4/2017).
KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO
Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Sohibul Iman (kiri), Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto (kedua dari kiri), kandidat calon gubernur DKI Jakarta nomor urut 3, Anies Baswedan (kedua dari kanan) dan kandidat calon wakil gubernur DKI Jakarta no urut 3, Sandiaga Uno (paling kanan) di Kantor DPP Partai Gerindra, Jakarta Selatan, Rabu (19/4/2017).

Artinya, dua partai pengusung ini pula yang sekarang punya wewenang menentukan siapa pengganti Sandiaga untuk sisa periode masa jabatan Wakil Gubernur DKI ini.

Drama. Itulah yang sempat terjadi dalam proses penentuan dua orang cawagub pilihan PKS dan Partai Gerindra, tepatnya di DPD Partai Gerindra DKI Jakarta dan DPW PKS DKI Jakarta.

Tarik ulur sempat terjadi. PKS yang merasa telah “menyerahkan” posisi cawapres kepada Gerindra pada Pilpres 2019 merasa lebih berhak atas jabatan Wagub DKI. Sementara itu, Partai Gerindra juga berhasrat akan jabatan itu.

Pada akhirnya Partai Gerindra mengalah. Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto ada di balik keputusan itu.

Ada kesepakatan yang dibuat Prabowo dengan PKS sebelum menunjuk Sandiaga Uno sebagai cawapres.

Rupanya, ada kesepakatan yang dibuat Prabowo dengan PKS sebelum menunjuk Sandiaga Uno sebagai cawapres.

"Ini bukan karena PKS. Ini karena mengamalkan kebijakan ketua umum (Prabowo Subianto) saya saja," ujar Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta Mohamad Taufik ketika berbincang dengan Kompas.com, Senin (5/11/2018).

Taufik mengacu kepada komitmen antara Prabowo dengan Presiden PKS Sohibul Iman bahwa posisi Wagub DKI akan diberikan kepada PKS.

Menurut Taufik, sebenarnya itu bukan perjanjian tertulis. Karenanya, kKesepakatan itu pun sebenarnya tidak resmi dan tidak wajib dilaksanakan.

Akan tetapi, PKS terus-menerus menagih komitmen tak tertulis itu.

"Itu hanya omongan. Pak Prabowo itu kan omongannya selalu jadi pegangan. Di sisi lain, PKS juga menagih terus," kata dia.

Akhirnya, DPD Gerindra DKI Jakarta memilih menjalankan komitmen Prabowo, meskipun itu berarti harus mengorbankan peluang mereka mendapatkan kursi Wagub DKI.

Dua cawagub PKS

Menyerahkan nama cawagub kepada PKS bukan berarti Partai Gerindra lepas tangan dalam proses pemilihannya.

DPD Partai Gerindra DKI Jakarta membuat syarat bahwa nama calon yang akan diserahkan kepada Gubernur Anies harus lolos fit and proper test terlebih dahulu.

Pada saat yang sama, PKS sudah menentukan dua orang calon yaitu Ahmad Syaikhu dan Agung Yulianto. Keduanya merupakan kader PKS.

Sempat ada dinamika saat proses fit and proper test ini. DPD Partai Gerindra DKI Jakarta meminta DPW PKS DKI untuk mengajukan tiga nama untuk dipilih menjadi dua.

Akhirnya, PKS pun menambah satu orang lagi sebagai cawagub, yaitu Ketua Dewan Syariah PKS DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi.

Meski demikian, pada akhirnya nama yang lolos dalam fit and proper test itu adalah dua orang yang telah dipersiapkan sebelumnya, yaitu Ahmad Syaikhu dan Agung Yulianto.

Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Syaikhu, di Kantor Asyikpreneur, Kota Bekasi, Rabu (6/3/2019).
KOMPAS.com/DEAN PAHREVI
Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Syaikhu, di Kantor Asyikpreneur, Kota Bekasi, Rabu (6/3/2019).

Ahmad Syaikhu merupakan kader PKS yang memiliki pengalaman di dunia birokrasi sebagai mantan Wakil Wali Kota Bekasi.

Pada Pilkada Jawa Barat 2018, Syaikhu juga mencalonkan diri sebagai cawagub berpasangan dengan Sudrajat. Namun, pasangan ini kalah. Pilkada Jawa Barat 2018 dimenangi pasangan Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum.

Syaikhu kembali berkontestasi di Pemilu 2019. Kali ini dia maju untuk pemilu legislatif, mengincar kursi DPR, melalui daerah pemilihan Jawa Barat III.

Menggunakan dukungan suara dari daerah pemilihan yang mencakup Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Purwakarta tersebut, Syaikhu lolos mendapatkan kursi di Senayan.

Kandidat Wakil Gubernur DKI Jakarta dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Agung Yulianto di Restoran Natrabu, Jakarta Pusat, Rabu (19/12/2018).
KOMPAS.com/NIBRAS NADA NAILUFAR
Kandidat Wakil Gubernur DKI Jakarta dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Agung Yulianto di Restoran Natrabu, Jakarta Pusat, Rabu (19/12/2018).

Sementara itu, Agung Yulianto merupakan kader yang tengah menjabat sebagai Sekretaris DPW PKS DKI Jakarta. Dulu dia pernah bertugas di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sampai 1996.

Ia kemudian terlibat mendirikan Bank Muamalat Indonesia dan Asuransi Takaful. Agung juga merupakan seorang pengusaha.

Perusahaan yang didirikan Agung, Halal Network Indonesia (HNI), kini sudah menjaring 1,7 juta anggota dengan markas di Hong Kong, Thailand, dan Malaysia. Outlet-nya sudah mencapai 120.000 di berbagai penjuru Indonesia.

BOLA PANAS DI DPRD DKI

SETELAH disepakati, dua partai pengusung mengantarkan nama Ahmad Syaikhu dan Agung Yulianto kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Adalah tugas Anies untuk mengajukan kedua nama calon itu kepada DPRD DKI Jakarta. 

Lima pimpinan DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi, Triwisaksana, Mohamad Taufik, Abraham Lunggana, dan Ferial Sofyan dalam rapat paripurna HUT ke-489 DKI Jakarta di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (22/6/2016).
KOMPAS.com/JESSI CARINA
Lima pimpinan DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi, Triwisaksana, Mohamad Taufik, Abraham Lunggana, dan Ferial Sofyan dalam rapat paripurna HUT ke-489 DKI Jakarta di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (22/6/2016).

Anies menyerahkan surat berisi dua nama Cawagub DKI ke Sekretariat DPRD DKI Jakarta pada 4 Maret 2019. 

"(Surat berisi dua nama cawagub) baru nyampe tadi pagi," ujar Sekretaris DPRD DKI Jakarta M Yuliadi, Senin (4/3/2019). 

Sekretariat DPRD DKI kemudian melaporkan surat itu kepada Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi. 

Bentuk pansus

Pada pertengahan Maret 2019, DPRD DKI Jakarta sepakat membentuk panitia khusus (pansus) pemilihan Wagub DKI. Tugasnya, menyusun tata tertib (tatib) pemilihan wagub.

Anggota pansus berasal dari setiap fraksi di DPRD DKI Jakarta. Jumlah anggota fraksi yang masuk ke pansus berbeda-beda, tergantung dari jumlah kursi fraksi tersebut di DPRD DKI Jakarta.

Baru pada Mei 2019, pansus akhirnya terbentuk, beranggotakan 25 orang.

Saat itu, fraksi-fraksi DPRD DKI cukup lama mengirimkan nama perwakilannya ke Sekretariat DPRD DKI. Baru pada Mei 2019, pansus akhirnya terbentuk, beranggotakan 25 orang.  

"Suratnya sudah saya tanda tangani tiga atau empat hari lalu," kata Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi, Senin (13/5/2019). 

Pansus diketuai oleh Mohamad "Ongen" Sangaji dari Fraksi Hanura. Adapun menjadi wakil ketua adalah Bestari Barus dari Fraksi Nasdem.

Sementara itu, anggota pansus adalah:

  1. Gembong Warsono (Fraksi PDI-P)
  2. Dwi Rio Sambodo (Fraksi PDI-P)
  3. Pantas Nainggolan (Fraksi PDI-P)
  4. Jhonny Simanjuntak (Fraksi PDI-P)
  5. William Yani (Fraksi PDI-P)
  6. Syahrial (Fraksi PDI-P)
  7. Ida Mahmudah (Fraksi PDI-P)
  8. Mohamad Taufik (Fraksi Gerindra)  
  9. Abdul Ghoni (Fraksi Gerindra)
  10. Iman Satria (Fraksi Gerindra)
  11. Syarif (Fraksi Gerindra)
  12. Taufiqurrahman (Fraksi Demokrat-PAN)
  13. Johan Musyawa (Fraksi Demokrat-PAN)
  14. Misan Samsuri (Fraksi Demokrat-PAN)
  15. Abdurrahman Suhaimi (Fraksi PKS)
  16. Nasrullah (Fraksi PKS)
  17. Achmad Yani (Fraksi PKS)
  18. Matnoor Tindoan (Fraksi PPP)
  19. Usman Helmy (Fraksi PPP)
  20. Syarifuddin (Fraksi Hanura)
  21. Asraf Ali (Fraksi Golkar)
  22. Fathi Bin Rahmatullah (Fraksi Golkar)
  23. Abdul Azis (Fraksi PKB)

Pansus menyusun tatib

Pansus mulai bekerja per 20 Mei 2019. Pada rapat perdana, pansus mengundang perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk meminta masukan tentang mekanisme pemilihan wagub.

Saat itu, Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik menyarankan DPRD DKI belajar dari Jambi dan Riau terkait pemilihan wagub pengganti Sandiaga.

"Kami memang sarankan untuk contoh ke Jambi atau ke Riau yang sudah melakukan hal yang sama. Itu bagus. Tetapi kalau di Kepri kami tidak sarankan karena ada persoalan mundur ketika sudah terpilih," kata Akmal, Senin (20/5/2019). 

Mengikuti saran itu, pansus kemudian melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Provinsi Riau pada 22-24 Mei 2019. Namun, pansus juga melakukan kunker untuk kedua kalinya, yakni ke Provinsi Kepulauan Riau. Pansus melakukan pula kunker ke Grobogan, Jawa Tengah.

Ketua Pansus Pemilihan Wagub DKI Jakarta Ongen Sangaji di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (16/7/2019)
KOMPAS.com/RYANA ARYADITA UMASUGI
Ketua Pansus Pemilihan Wagub DKI Jakarta Ongen Sangaji di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (16/7/2019)

Ketua pansus Ongen mengatakan, sejak dibentuk, pansus bekerja hampir setiap hari untuk menyusun tata tertib (tatib) pemilihan wagub hingga draf tatib itu rampung.

"Saya baru diberikan amanah ini baru 1,5 bulan. Saya rapat itu 1,5 bulan full dari pagi sampai sore," kata Ongen, Senin (15/7/2019). 

Pansus juga mengonsultasikan draf tatib yang mereka susun pada 3 Juli 2019 kepada Kemendagri. Tujuannya, draf tatib yang mereka susun sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Setelah konsultasi, pansus merampungkan draf  tatib yang mereka susun. Draf tatib rampung pada 9 Juli 2019 untuk kemudian dibahas dalam rapat pimpinan gabungan (rapimgab) DPRD DKI Jakarta.

Tatib pemilihan Wagub DKI

Tata tertib ini berisi hal-hal teknis yang menjadi panduan bagi DPRD DKI dalam menggelar pemilihan wakil gubernur.  Berikut ini adalah poin-poin penting dalam draf tata tertib pemilihan wagub DKI:

Cawagub wajib buat visi-misi 

Cawagub wajib menyerahkan visi dan misinya secara tertulis. Cawagub kemudian menyampaikan visi, misi, dan program kerjanya yang mendukung pembangunan DKI Jakarta. Ketentuan ini tertuang dalam pasal 11 draf tatib pemilihan wagub.

Cawagub tidak bisa mengundurkan diri 

Berdasarkan ketentuan pasal 15 ayat 1, kandidat calon wakil gubernur (cawagub) yang sudah ditetapkan menjadi cawagub oleh panitia pemilihan (panlih) wagub tidak bisa mengundurkan diri.

Cawagub yang mengundurkan diri dikenakan sanksi 

Pasal 15 ayat 4 draf tatib menyatakan, kandidat cawagub yang mengundurkan diri setelah ditetapkan menjadi cawagub oleh panlih, dikenakan sanksi hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Namun, pasal tersebut tidak merinci sanksi hukum yang dikenakan. Rincian sanksi ada pada peraturan perundangan yang lebih tinggi.

"Kalau dia (cawagub) tetap mau mundur, dia dikenakan sanksi seperti tertulis di dalam tatib (tata tertib). Itu dendanya Rp 50 miliar dan kurungan (penjara)," ujar Bestari, Senin (1/7/2019). 

Sanksi bagi cawagub DKI yang mengundurkan diri dalam draf tatib mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang.

Pasal 191 Ayat 1 Undang-Undang itu menyebutkan, calon gubernur atau calon wakil gubernur yang dengan sengaja mengundurkan diri dalam rentang waktu setelah ditetapkan sebagai calon hingga pemungutan suara bakal dikenakan pidana penjara dan denda.

Rinciannya, pidana penjara paling singkat 24 bulan dan paling lama 60 bulan. Sementara denda yang dikenai minimal Rp 25 miliar dan maksimal Rp 50 miliar.

Syarat digelarnya pemilihan

Berdasarkan ketentuan pasal 21 ayat 1 draf tatib, rapat paripurna pemilihan wagub baru bisa digelar jika memenuhi syarat kuorum, yakni dihadiri sekurang-kurangnya oleh 50 persen+1 dari jumlah anggota DPRD DKI sebanyak 106 orang.

Artinya, rapat paripurna pemilihan wagub baru bisa digelar jika dihadiri minimal 54 anggota.

Penundaan pemilihan

Pasal 21 ayat 2 menyebutkan, jika rapat paripurna pemilihan wagub tidak memenuhi syarat kuorum, penundaan pertama dilakukan dua kali dengan jeda masing-masing tidak lebih dari satu jam.

Pasal 21 ayat 3 kemudian menyebut, jika tidak kuorum juga, penundaan kedua rapat paripurna dilakukan paling lama tiga hari atau sampai waktu yang ditetapkan oleh badan musyawarah (bamus).

Penentuan suara sah 

Berdasarkan pasal 21 ayat 4, keputusan rapat paripurna dinyatakan sah apabila disetujui oleh suara terbanyak.

Artinya, calon yang mendapat suara terbanyak dalam rapat paripurna pemilihan akan ditetapkan sebagai wagub terpilih.

Persetujuan tatib molor

Selesainya penyusunan tata tertib pemilihan wagub bukan berarti prosesnya bisa lebih cepat selesai. Tatib yang telah diselesaikan oleh pansus harus disepakati oleh semua pimpinan di DPRD DKI.

Oleh karena itu, rapat pimpinan gabungan (rapimgab) DPRD DKI harus digelar untuk menyetujui hal itu. Draf tatib selesai pada 9 Juli 2019. Namun, sampai tulisan ini dibuat, Kamis (25/7/2019), rapimgab tidak kunjung terlaksana.

Agenda awal, rapimgab seharusnya dilaksanakan pada Rabu (10/7/2019), tetapi ditunda karena banyak fraksi yang tak hadir.

Wakil Ketua Pansus Pemilihan Wagub DKI Bestari Barus di DPRD DKI Jakarta, Senin (20/5/2019).
KOMPAS.com/NIBRAS NADA NAILUFAR
Wakil Ketua Pansus Pemilihan Wagub DKI Bestari Barus di DPRD DKI Jakarta, Senin (20/5/2019).

"Iya jadinya Senin pukul 13.00 WIB. Karena banyak yang lagi enggak di tempat fraksi-fraksi gitu," kata Wakil Ketua Panitia Khusus Pemilihan Wagub, Bestari, pada saat itu.

Alasannya, draf tatib yang selesai disusun juga baru diserahkan ke meja Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi.

Rapimgab lalu memang dijadwalkan dan dibuka pada Senin (15/7/2019). Namun, rapimgab untuk membahas tatib pemilihan wagub itu kembali ditunda dengan alasan anggota Dewan yang hadir tidak memenuhi syarat kuorum.

"Kondisi faktual pimpinan Dewan ada lima, yang hadir saya sendiri. Pimpinan fraksi harusnya sembilan, yang hadir cuma lima. Pimpinan komisi yang hadir satu. Tidak kuorum," ujar Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Ferrial Sofyan saat memimpin rapat itu.

Adapun syarat kuorum untuk rapimgab itu yakni 50 persen+1 dari jumlah pimpinan DPRD. Pimpinan fraksi dan pimpinan komisi di DPRD DKI ada sebanyak 59 orang.

Artinya, rapat dianggap kuorum jika dihadiri minimal 31 orang. Sementara itu, rapimgab pada hari itu hanya dihadiri 17 orang. 

"Kesepakatan kita, rapimgab lengkap untuk membahas tata tertib pemilihan wagub, kita undur besok, (Selasa) tanggal 16 Juli, pukul 13.00," kata Ferrial sambil mengetok palu.

Namun, seperti yang sebelumnya terjadi, rapimgab pemilihan wakil gubernur DKI Jakarta pada 16 Juli 2019 kembali diundur untuk ketiga kalinya.

Rapat ketiga itu hanya dihadiri sembilan orang anggota DPRD DKI Jakarta. Mereka yang hadir pada jadwal rapimgab ketiga ini adalah:

Hanya ada lima fraksi yang hadir, yakni Fraksi PDI-P, Gerindra, PKS, Nasdem dan Hanura. Sedangkan pimpinan fraksi Demokrat, PAN, PPP, Golkar, dan PKB tidak hadir.

Meski demikian, Ketua Panitia Khusus (Pansus) Pemilihan Wagub DKI Jakarta Ongen Sangaji menyebut rapimgab batal digelar lantaran kurangnya koordinasi dengan Kesekretariatan DPRD DKI Jakarta.

"Tertundanya acara rapimgab kali ini sekali lagi karena Sekwan kurang cakap dalam mengatur jadwal. Sehingga hari ini sepertinya tidak dapat dilaksanakan," ucap Ongen di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (16/7/2019).

Dicari, Wagub DKI... (KOMPAS.com/AKBAR BHAYU TAMTOMO)

 

ADA APA DENGAN DPRD DKI?

KETUA DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi sempat menyebutkan target pelaksaaan sidang paripurna pemilihan Wakil Gubernur DKI digelar pada 22 Juli 2019.

Menurut Prasetio, rapat paripurna itu bisa memutuskan untuk memilih salah satu dari dua cawagub atau menolak kedua kandidat.

“Nanti tanggal 22 Juli (2019) ada paripurna pertama dan paripurna kedua untuk menghasilkan apakah diterima calon wagub atau tidaknya di dalam rapat paripurna itu,” ujar Prasetio, Selasa (18/6/2019).

Namun, kenyataannya jauh panggang daripada api. Jangankan sidang paripurna pemilihan wagub, persetujuan tata tertib saja belum selesai. Meskipun, UU dan peraturan perundangan juga tak menyebutkan batas waktu pengisian kekosongan kursi wakil gubernur.

"Sampai hari ini sekretaris dewan belum agendakan rapimgab untuk besok. Artinya, besok belum dapat dilaksanakan agenda pemilihan," kata Bestari saat dikonfirmasi, Minggu (21/7/2019) malam.

Terlebih lagi, masih ada tahapan-tahapan lain untuk sidang pemilihan dapat digelar. Urutannya, DPRD DKI harus mengesahkan dulu tatib pemilihan dalam rapat paripurna, lalu, pembentukan panitia pemilihan, verifikasi kandidat, dan penetapan cawagub.

Setelah itu, barulah DPRD DKI bisa menggelar rapat paripurna pemilihan wagub pengganti Sandiaga.

Anies hanya pasrah…

Sejatinya, Anies Baswedan menjadi orang paling dirugikan dalam alotnya proses pemilihan wagub ini.

Semakin lama anggota Dewan mengulur prosesnya, makin lama pula ia menjalankan pemerintahan tanpa didampingi wakil gubernur.

Anies sudah mengaku kerepotan menjalankan pemerintahan tanpa wagub selama hampir satu tahun ini.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (22/7/2019)
KOMPAS.com/RYANA ARYADITA UMASUGI
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (22/7/2019)

Tanpa wakil gubernur, Anies tidak bisa berbagi tugas untuk menghadiri dua kegiatan dalam waktu yang sama.

Yang repot itu representasi. Kalau ada rapat dengan pemerintah pusat yang mengharuskan gubernur atau wakil gubernur, sementara pada saat yang bersamaan, ada acara yang juga tidak kalah penting.

~Anies Baswedan~

"Yang repot itu representasi. Kalau ada rapat dengan pemerintah pusat yang mengharuskan gubernur atau wakil gubernur, sementara pada saat yang bersamaan, ada acara yang juga tidak kalah penting," ujar Anies dalam program AIMAN yang tayang di Kompas TV, Senin (1/7/2019) malam.

Saat Sandiaga Uno masih menjabat sebagai Wagub DKI, Anies menyebut dia bisa berbagi tugas untuk menghadiri dua kegiatan yang berlangsung bersamaan.

Meski demikian, Anies mengatakan semua pekerjaan terkait roda pemerintahan DKI Jakarta masih bisa ditangani tanpa wagub. 

Proses pemilihan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini dilakukan untuk mencari pendamping Anies Baswedan. Namun, Undang-Undang yang ada justru menihilkan peran Anies sebagai gubernur untuk memilih pendampingnya.

Hal ini membuat Anies pasrah. Kepasrahannya itu diungkapkan kembali setelah DPRD DKI Jakarta batal menggelar sidang paripurna pemilihan wakil gubernur pada 22 Juli 2019.

"Ya kan begini, yang terkait dengan wagub, gubernur tidak memiliki kewenangan sedikit pun. Undang-undangnya tidak sedikit pun memberikan kewenangan dan lain-lain pada gubernur," kata Anies.

Anies menyebut, tugasnya terkait pemilihan calon wakil gubernur ini sudah tunai, yaitu mengantarkan surat pencalonan ke DPRD DKI Jakarta. 

"Jadi kita lihat saja semoga akan tuntas," kata dia.

Lemah tanpa wagub

Kondisi DKI Jakarta yang tidak memiliki wakil gubernur menuai banyak kritik.

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan, pemerintahan di Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan pincang tanpa kehadiran sosok wakil gubernur.

Peran Wagub DKI cukup penting mengingat Jakarta merupakan daerah khusus dengan pekerjaan yang lebih banyak dan lebih berat.

Agus menyebut, peran Wagub DKI cukup penting mengingat Jakarta merupakan daerah khusus dengan pekerjaan yang lebih banyak dan lebih berat.

"Wakil gubernur perannya itu menjadi cukup vital. Kalau sekarang enggak ada, ya, pasti akan pincang. Secerdas, sekeren apa pun gubernurnya, enggak bisa (sendiri)," ujar Agus saat dihubungi Kompas.com, Kamis (18/7/2019).

Menurut Agus, sudah ada sejumlah kebijakan dan program Pemprov DKI yang tidak berjalan karena Anies memimpin Jakarta seorang diri. Salah satunya, sebut dia, program Jak Lingko.

Agus menilai, kebijakan Pemprov DKI mengintegrasikan moda transportasi umum dalam payung Jak Lingko belum berhasil.

"Enggak tuntas. Mana, coba? Buat saya sih kalau memakai angkutan umum kan belum bisa terintegrasi. Apa bedanya sama yang dulu? Cuma namanya aja Jak Lingko," kata dia.

Arah mata ke DPRD DKI

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago berpendapat, ada skenario yang diduga sengaja dibuat agar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak mempunyai wagub sampai masa pemerintahan berakhir pada 2022.

"Ada dugaan desain settingan yang merancang memang supaya Anies tidak punya wagub supaya kekosongan ini membuat Anies lemah sementara pada saat yang sama wagub ini memiliki peran fungsi yang cukup besar untuk menopang kerja-kerja Anies," ucap Pangi.

Dugaan soal kesengajaan membuat kosong kursi Wagub DKI juga datang dari pengamat politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio. 

"Apakah ini usaha untuk menyudutkan Gubernur Anies supaya pembangunan tidak maksimal, sehingga gampang dikritik, gampang disalahkan, dan gampang dikalahkan di 2022 nanti?" ujar Hendri.

Seharusnya, kata dia, tidak ada kesulitan bagi wakil rakyat untuk memilih wagub bagi warga Jakarta. Hendri melihat ini hanya masalah tidak adanya kemauan dari DPRD DKI.

"Kalau kejadian selama ini belum putus-putus juga boleh dong rakyat bertanya mau ngapain sih? Mau main drama? " kecam dia.

Terlebih lagi, semakin lama proses pemilihan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini bergulir juga akan menambah banyak duit rakyat yang terbuang begitu saja tanpa hasil.

Kenapa? Karena ada pula anggaran yang otomatis dialokasikan untuk pansus beserta kegiatannya terkait proses pemilihan ini, termasuk untuk kunjungan kerja. 

Rincian perkiraan biaya dapat dilihat dalam infografik berikut ini:

Perkiraan Biaya Pansus Pemilihan Wagub DKI Jakarta di DPRD DKI Jakarta - (KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI)

Apakah semua dugaan terkait kesengajaan memperlama proses pengisian kursi Wakil Gubernur DKI tersebut punya dasar?

Hanya DPRD DKI yang dapat menjawabnya. Tentu, bukan semata kata-kata yang diharapkan....