Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Limbah Asap Madukismo Cemari Pemukiman

Kompas.com - 05/08/2008, 19:19 WIB

BANTUL, SELASA - Warga sekitar Pabrik Gula Madukismo mengeluhkan limbah asap yang keluar dari cerobong asap pabrik tersebut. Asap yang disertai dengan debu hitam mengental itu menganggu pernafasan dan mengotori pemukiman penduduk di sekitarnya. Warga meminta pihak manajemen segera memperbaiki instalasi limbah asap dengan teknologi lebih memadai.

Wakijo (40), warga Dusun Patokan Kidul, Desa Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, yang terletak bersebelahan dengan PG Madukismo, Selasa (5/8) mengatakan, asap hitam yang terus mengepul dari ketel pembakaran pabrik sangat mengganggu warga. "Banyak penderita asma yang kambuh karena asap tersebut. Tidak hanya itu, debu asap juga mengotori rumah dan pakaian-pakaian yang kami jemur," katanya.

Selain debu asap, warga juga mengeluhkan soal bau penyengat dari limbah cair. Bau itu sangat menganggu, terutama para pendatang yang tinggal di komplek perumahan. "Kalau warga lama mungkin sudah bisa beradaptasi, tetapi bagi pendatang sangat sulit menerima bau tidak sedap itu," katanya.

Pada hari Minggu (3/8), belasan warga Dusun Jogonalan, Desa Tirtonirmolo telah menggelar aksi unjuk rasa meminta wilayahnya dibebaskan dari limbah debu asap. Menurut mereka debu asap tersebut telah mencemari udara di sekitar permukiman warga, sehingga mengganggu pernafasan.

Menanggapi keluhan tersebut, General Manager PG Madukismo Rahmat Edi Cahyono menyatakan permohonan maaf kepada warga. Pihaknya sudah mencoba mengelola debu dengan memasang alat penangkap debu, namun karena masih belum memadai tidak semua debu yang terlepas bisa ditangkap.

"Ketel pembakaran usianya memang sudah tua, jadi cara kerjanya sudah tidak maksimal. Selain itu juga pengaruh dari pengalihan bahan bakar dari residu FO ke kayu bakar dan ampas. Akibatnya debu yang dihasilkan lebih banyak," katanya.

Edi mengaku kesulitan mengganti instalasi ketel pembakaran dengan teknologi baru karena investasinya sangat mahal. Dana yang dibutuhkan sekitar Rp 50 miliar. "Untuk saat ini kami belum bisa menginvestasikan dana sebanyak itu karena laba kami masih minim," katanya.

Meski tidak mungkin mengganti ketel dengan teknologi baru, Edi berjanji akan segera memperbaiki 6 ketel miliknya agar kerjanya lebih maksimal sehingga debu asap bisa diminimalisir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com