JAKARTA, JUMAT - Mulai tahun 2008, narapidana (napi) tindak pidana khusus, terorisme, narkoba, korupsi dan illegal logging tidak mendapatkan remisi atau pengurangan masa pidana.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan Drs Untung Sugiyono BpIP MM dalam jumpa pers Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia di Jakarta, Jumat (15/8).
Untung mengemukakan, prosedur pemberian remisi diatur dalam PP 32/1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, yang kemudian direvisi menjadi PP 28/2006 tentang Perubahan atas PP 32/1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. PP 28/2006 baru diberlakukan pada bulan Oktober 2007.
PP 32/1999 menyatakan, seluruh napi dan anak pidana yang berkelakuan baik dan telah menjalani masa pidana lebih dari enam bulan berhak mendapat remisi. "Sementara PP No. 28/2006 menyatakan bahwa napi kasus teroris, narkoba, korupsi, dan illegal logging tidak bisa mendapatkan remisi sampai ia menjalani sepertiga masa pidananya," kata Untung.
Untung menambahkan, kasus terorisme, narkoba, korupsi, dan illegal logging termasuk ke dalam tindak pidana khusus. Dengan kata lain, penanganan kasus-kasus tersebut harus menggunakan aturan khusus. "Jadi, aturan umum yang mengatakan bahwa remisi bisa diterima napi dan anak pidana yang telah menjalani masa pidana lebih dari enam bulan menjadi tidak berlaku," katanya.
Menurut Untung, pihaknya memiliki beberapa pertimbangan tersendiri mengapa napi tindak pidana khusus tidak bisa mendapatkan remisi sebelum menjalani sepertiga masa pidananya. Pertimbangan pertama terkait dengan rasa keadilan masyarakat, sementara pertimbangan kedua terkait pengaruh tindak kriminal yang dilakukan. "Pada kasus tindak pidana biasa, yang dirugikan hanya satu individu saja. Namun tindak pidana khusus seperti korupsi, narkoba, dan illegal logging memiliki dampak merugikan dalam skala yang luas," kata Untung.
Misalnya saja, lanjut Untung, seorang pengedar narkoba mampu menjual barang dagangannya ke mana-mana, serta bisa meningkatkan penyalahgunaan narkotika. Pada akhirnya, penyalahgunaan narkotika ini bisa menyebabkan hilangnya sebuah generasi. Kerugian juga dirasakan publik akibat tindakan para koruptor. Uang hasil korupsi seharusnya bisa digunakan untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan. Praktik illegal logging juga merugikan masyarakat sebab dapat menimbulkan banjir.
"Pertimbangan lain yang juga ikut mempengaruhi perumusan UU No. 28 tersebut adalah untuk menimbulkan efek jera, baik bagi pelaku tindak kriminal maupun masyarakat luas," katanya.(M14-08)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.