Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Remisi untuk Koruptor Tidak Adil

Kompas.com - 15/08/2008, 13:51 WIB

JAKARTA, JUMAT - Mulai tahun 2008, narapidana (napi) tindak pidana khusus, terorisme, narkoba, korupsi dan illegal logging tidak mendapatkan remisi atau pengurangan masa pidana. 

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan Drs Untung Sugiyono BpIP MM dalam jumpa pers Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia di Jakarta, Jumat (15/8).

Untung mengemukakan, prosedur pemberian remisi diatur dalam PP 32/1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, yang kemudian direvisi menjadi PP 28/2006 tentang Perubahan atas PP 32/1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. PP 28/2006 baru diberlakukan pada bulan Oktober 2007.

PP 32/1999 menyatakan, seluruh napi dan anak pidana yang berkelakuan baik dan telah menjalani masa pidana lebih dari enam bulan berhak mendapat remisi. "Sementara PP No. 28/2006 menyatakan bahwa napi kasus teroris, narkoba, korupsi, dan illegal logging tidak bisa mendapatkan remisi sampai ia menjalani sepertiga masa pidananya," kata Untung.

Untung menambahkan, kasus terorisme, narkoba, korupsi, dan illegal logging termasuk ke dalam tindak pidana khusus. Dengan kata lain, penanganan kasus-kasus tersebut harus menggunakan aturan khusus. "Jadi, aturan umum yang mengatakan bahwa remisi bisa diterima napi dan anak pidana yang telah menjalani masa pidana lebih dari enam bulan menjadi tidak berlaku," katanya.

Menurut Untung, pihaknya memiliki beberapa pertimbangan tersendiri mengapa napi tindak pidana khusus tidak bisa mendapatkan remisi sebelum menjalani sepertiga masa pidananya. Pertimbangan pertama terkait dengan rasa keadilan masyarakat, sementara pertimbangan kedua terkait pengaruh tindak kriminal yang dilakukan. "Pada kasus tindak pidana biasa, yang dirugikan hanya satu individu saja. Namun tindak pidana khusus seperti korupsi, narkoba, dan illegal logging memiliki dampak merugikan dalam skala yang luas," kata Untung.

Misalnya saja, lanjut Untung, seorang pengedar narkoba mampu menjual barang dagangannya ke mana-mana, serta bisa meningkatkan penyalahgunaan narkotika. Pada akhirnya, penyalahgunaan narkotika ini bisa menyebabkan hilangnya sebuah generasi. Kerugian juga dirasakan publik akibat tindakan para koruptor. Uang hasil korupsi seharusnya bisa digunakan untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan. Praktik illegal logging juga merugikan masyarakat sebab dapat menimbulkan banjir.

"Pertimbangan lain yang juga ikut mempengaruhi perumusan UU No. 28 tersebut adalah untuk menimbulkan efek jera, baik bagi pelaku tindak kriminal maupun masyarakat luas," katanya.(M14-08)  

 

   
 

 

 

 

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com