Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Izinkan ENI Beroperasi di Ambalat

Kompas.com - 20/10/2008, 20:15 WIB

JAKARTA, SENIN - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengizinkan perusahaan minyak dan gas asal Italia, PT ENI E&P mengembangkan proyek migas di Ambalat, Bukat, dan sejumlah lahan di sekitarnya. Izin penambangan migas tersebut diberikan lantaran pemerintah merasa blok tersebut merupakan bagian wilayah kedaulatan NKRI.

"Tanggapan presiden itu dipersiapkan, karena kita membutuhkan peningkatan produksi minyak dan gas," jawab Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro mengenai rencana pengembangan proyek migas PT ENI E&P.

Rencana pengembangan proyek migas PT ENI E&P tersebut, menurut Purnomo sempat diutarakan petinggi PT ENI E&P saat bertemu dengan Presiden Yudhoyono di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (20/10).

Paolo Scaroni (Chief Executif Officer/CEO ENI) yang membawa Stefano Lucchini (humas ENI), dan Roberto Lorato (Direktur Manejer ENI) di Indonesia serta Roberto Palmieri (Dubes Italia) membeberkan sejumlah temuan ladang minyak dan gas di Ambalat dan Bukat serta sekitarnya. "Beberapa cadangan gas yang kelihatan di situ, tadi ditunjukkan. Mereka mau kembangkan dan itu memang wilayah kedaulatan kita," ujarnya.

Di tengah-tengah temuan ladang migas itu, Purnomo mengatakan, kedatangan petinggi PT ENI E&P bertemu dengan Presiden Yudhoyono juga mempertanyakan komitmen pemerintah Indonesia perihal polemik wilayah dengan pemerintah Malaysia.

"Ini masalahnya komitmen dari pemerintah karena wilayah itu pernah diklaim oleh Malaysia. Sekarang ini masuk ke daerah konflik, jadi mereka minta pada pimpinan nasional komitmennya, tidak hanya komitmen teknis, karena shell dan petronas juga akan masuk juga," ujarnya.

Di perairan laut Sulawesi di sebelah Timur Pulau Kalimantan terdapat KPS antara lain, Total Indonesie mengelola Blok Bunyu sejak 1967, BP mengelola lepas pantai North East Kalimantan tahun 1970, dan Hadson Bunyu untuk Blok Bunyu pada 1983. Kemudian, ENI Bukat untuk Blok Bukat tahun 1988 dan Eni Ambalat untuk Blok Ambalat pada 1999.

Namun mendadak, wilayah itu diklaim oleh Malaysia melalui peta 1979 yang diterbitkan secara sepihak. Malaysia bahkan menawarkan blok migas yang berada di dalam wilayah Indonesia tersebut kepada Shell.

Peta 1979 itu sudah diprotes Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya. Sejak tahun 1980, Pemerintah Indonesia terus menyampaikan protes secara berkala, karena Malaysia telah melanggar wilayah perairan yang berada di bawah kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia.

Sesuai dengan hak kedaulatan terhadap wilayah tersebut, terbukti Indonesia telah banyak membuat kontrak-kontrak migas di wilayah itu tanpa gugatan dari pihak mana pun juga. Termasuk Malaysia, yang saat ini menawarkan blok migas yang berada di dalam wilayah Indonesia. Pihak Indonesia hingga saat ini menganggap pemberian konsesi kepada Shell merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com