Di lingkungan kota Kecamatan Kartasuro ditemukan banyak warung sejenis. Karena itulah, Slamet perlu mencantumkan kata ”Asli” di kardus pembungkus serta papan nama penunjuk
”Berbagai warung bebek goreng mengaku dari sini. Padahal, tak ada hubungannya sama sekali. Karena itulah, saya terpaksa menyebutkan H Slamet (Asli),” tutur Slamet yang warungnya berdiri sejak tahun 1986.
Rasa khas
Warung pertama berdiri di pinggir jalan Solo-Yogya. Akibat terkena pelebaran jalan, sejak tahun 1992 warung pindah 100 meter ke dalam, menempati halaman rumah pribadi. Meski demikian, jumlah pelanggan tak surut, mereka justru merasa aman karena tidak takut tersambar bus besar di jalan raya Solo-Yogya.
Letkol Heru Juli Cahyono, karyawan Departemen Pertahanan di Jakarta yang akhir pekan selalu pulang ke Kartasuro menengok keluarga, sekembali ke Jakarta sering membawa oleh-oleh bebek goreng Slamet untuk rekannya sekantor.
Ketika suatu hari dia kehabisan bebek goreng karena terlambat mendatangi warung Slamet, dia ”nekat” membeli bebek goreng di warung lain, kemudian mengganti kardus pembungkus dengan kardus hijau khas milik Slamet.
Komentar pertama yang keluar dari penerima oleh-oleh, ”Rasa bebek goreng Pak Slamet, kok, tidak seperti biasanya.”
Setelah kejadian itu Heru tak berani main-main. Ia hanya bersedia membawa oleh-oleh bebek goreng made in Slamet yang asli, bukan hanya pembungkusnya.
”Cerita semacam itu selalu muncul. Malah ada yang mengaku sebagai bekas juru masak saya dan membuka warung sendiri dengan embel-embel nama Slamet. Tetapi, pelanggan ya tahu itu palsu...,” kata Slamet.
Warung ini punya 17 karyawan, 12 orang di bagian dapur dan 5 orang di bagian pelayanan. Bagian dapur dikomandani Hj Baryatin Slamet dan bagian pelayanan diawasi Slamet sendiri. Jika tidak menemani tamu, Slamet masih terjun ke penggorengan sekaligus mengontrol mutu.