Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Tukang Becak Jadi Agen Koran Sukses

Kompas.com - 02/03/2009, 11:00 WIB

Menjadi agen koran bukanlah cita-cita Haji Idjo (52). Ia bahkan pernah putus asa lantaran tidak bisa melanjutkan sekolah di tingkat sekolah dasar. Namun, berkat kegigihannya, Idjo bisa menggapai sukses sehingga dapat menyekolahkan anak-anaknya dan pergi ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji.

Bermula dari bekerja sebagai pengecer minyak tanah pada awal tahun 1970-an di daerah Cipinang Melayu, Jakarta Timur, Idjo kemudian beralih profesi menjadi tukang becak. Awal tahun 1980-an, Idjo hijrah ke daerah Pondok Gede dan mangkal di Pasar Pondok Gede. Di pasar itulah Idjo mengenal dunia loper koran. Perkenalannya dengan sub-agen di Pasar Pondok Gede itulah yang menjadi awal kesuksesan Idjo. Pria warga Kampung Bulak RT 01/11, Kelurahan Jatirahayu, Pondokgede, Kota Bekasi, itu kini menjadi salah satu agen penting koran Kompas dan Warta Kota.

Laki-laki asal Kampung Gabus Singkil, Desa Srijaya, Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, itu menuturkan perjalanan hidupnya yang penuh liku. Berawal dari kesulitan ekonomi keluarganya, Idjo akhirnya putus sekolah ketika dia baru duduk di bangku kelas 2 SD. Setelah usianya mencapai 11 tahun, Idjo hengkang dari kampungnya dan hijrah ke Jakarta.

Tepatnya di daerah Cipinang Melayu, Idjo memulai perantauannya dan bekerja sebagai pengecer minyak tanah. Semula penghasilannya dari berdagang minyak tanah cukup lumayan. Namun seiring pergantian zaman, wilayah kota Jakarta mulai diterangi oleh lampu listrik. ”Akhirnya warga yang membeli minyak tanah berkurang. Paling-paling mereka beli minyak tanah untuk masak,” ujar Idjo.

Merasa usaha berdagang minyak tanah yang digelutinya mulai lesu, akhirnya Idjo beralih profesi. Dengan bekal hasil berdagang minyak tanah, ia membeli sebuah becak dengan harga Rp 35.000. ”Saya lupa tepatnya tahun berapa saya beli becak, tapi kira-kira di awal tahun 1980-an. Setelah punya becak, saya mulai narik becak di daerah Kalimalang hingga Halim. Tapi tidak lama kemudian pemerintah Jakarta melarang becak beroperasi. Saat itu banyak becak yang digaruk. Akhirnya saya pindah narik becak di daerah Pondokgede,” ujar bapak empat orang anak ini.

Lebih lanjut Idjo mengatakan, di Pondokgede ia kerap mangkal di Pasar Pondokgede, tepat di depan agen koran milik Husin. Sesekali Idjo juga singgah di kios agen koran tersebut untuk sekadar membaca berita dari koran-koran yang dijajakan. Lama-kelamaan Idjo tertarik untuk menambah penghasilan dengan cara menjual koran.

”Saat itu saya melihat ada sekitar 20 loper koran selalu datang ke kios milik Pak Husin. Mereka pagi-pagi sudah mengambil koran dan kembali lagi pada siang hari untuk membayar setoran. Saat itu saya tertarik juga. Akhirnya saya beranikan diri untuk bertanya ke Pak Husin bagaimana syarat menjadi loper koran,” ujar Idjo.

Jaminan surat becak

Betapa senangnya hati Idjo saat itu ketika mengetahui bahwa untuk bisa berdagang koran tidak perlu syarat yang aneh-aneh, bahkan boleh dibilang tidak ada. Husin mengatakan bahwa syarat bisa berdagang koran hanya jujur. Karena memang tertarik untuk berdagang koran, akhirnya Idjo menerima ’syarat’ yang diajukan Husin.

"Tapi karena takut Pak Husin tidak percaya sama saya, akhirnya saya menyerahkan surat becak saya sebagai jaminan. Sejak saat itulah akhirnya saya memiliki dua pekerjaan. Pagi hari saya berdagang koran hingga siang hari, selanjutnya siang hingga sore narik becak,” ujar Idjo yang juga menyebutkan bahwa saat itu Husin adalah sub-agen koran dan kerap mengambil koran dari daerah Cawang.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com