Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demo Buddha Bar Tak Mencerminkan Nilai Buddhisme

Kompas.com - 12/03/2009, 07:34 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Derasnya arus penolakan terhadap keberadaan restoran Buddha Bar di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, justru membuat sebagian umat Buddha di Indonesia mengaku sedih.

Sebab, cara-cara yang dilakukan untuk menolak keberadaan restoran tersebut sangatlah tidak mencerminkan nilai-nilai Buddhisme, salah satunya dengan menggelar demo. Padahal, penyelesaian kasus ini bisa ditempuh melalui jalur hukum.

Dengan adanya cara-cara yang kurang elegan tersebut, Ketua Dewan Pembina Generasi Muda Buddhis Indonesia (Gemabudhi) Lieus Sungkharisma menegaskan, umat Buddha bisa mematikan karakteristiknya sendiri. Sebab, masih ada cara lain yang lebih baik ketimbang harus berdemo.

Di sisi lain, sebagai umat Buddha yang baik, isu yang berembus haruslah dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan pemahaman tentang Buddhisme, misalnya bagaimana Buddha mudah memaafkan seseorang dan bagaimana Buddha mengajarkan untuk menggunakan akal sehat dalam bertindak.

"Jadi, demo bukanlah jalan yang baik untuk menyelesaikan suatu masalah. Karena itu, saya menyayangkan sikap pemuda Buddha yang melakukan protes turun ke jalan dan mengancam akan melakukan aksi yang lebih besar jika Buddha Bar tidak ditutup. Seharusnya serahkan saja kepada hukum yang berlaku. Artinya, jangan hanya gara-gara Buddha Bar, akhirnya umat Buddha tercerai-berai," kata Lieus Sungkharisma saat menghadiri acara dialog "Kontroversi Buddha Bar" di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, kemarin.

Lieus mengungkapkan, jika kecaman penolakan itu terus berlanjut, dikhawatirkan akan ditunggangi kepentingan pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab. Apalagi, bangsa Indonesia sebentar lagi akan menyelenggarakan pemilu. "Langkah yang diambil itu (demo) sudah barang tentu akan membawa perpecahan dalam diri umat Buddha di Indonesia," ujarnya.

Menurutnya, penggunaan nama Buddha Bar di sebuah restoran merupakan hal yang wajar. Sebab, sejumlah tempat usaha industri pariwisata di Indonesia juga banyak yang mengunakan nama dan istilah agama Buddha, misalnya Hotel Borobudur dan sejenisnya. "Namun, mengapa ketika Buddha Bar berdiri baru gelombang protes berdatangan. Itu kan sudah enggak benar!" tuturnya.

Lieus menjelaskan, dengan semakin banyaknya tempat usaha yang menggunakan nama dan istilah agama Buddha, justru umat Buddha harus berbangga hati. Sebab, baik patung maupun sejumlah simbol keagamaan umat Buddha lainnya semakin memasyarakat, apalagi jika dirawat dengan baik, seperti patung Buddha di restoran Buddha Bar yang begitu diagungkan dan mendapat perawatan yang bagus. "Dan di situ tidak ada penodaan agama seperti yang dituduhkan," ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Subdirektorat Pelayanan Hukum Dirjen Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Dehukham Didik Taryadi mengatakan, penggunaan merek dagang Buddha Bar di sebuah restoran di kawasan Menteng tersebut tidak ada masalah. Sebab, secara resmi telah terdaftar di Dirjen HAKI Dephukham RI pada tahun 2008. "Tahun 2007 merek Buddha Bar telah masuk dalam permohonan dan pada tahun 2008 awal Buddha Bar sudah terdaftar," kata Didik.

Didik menjelaskan, proses perizinan pun berjalan dengan baik, mulai dari pendaftaran hingga menjadi terdaftar. Hal itu tidak begitu saja dikeluarkan, tetapi harus melalui proses yang panjang, misalnya harus ada proses pengawasan dan peninjauan apakah merek tersebut layak beredar di Indonesia atau tidak. "Untuk Buddha Bar sendiri prosesnya selama setahun. Jadi, mengenai merek tak ada masalah," tuturnya.
 
Sementara itu, Ketua Umum DPP Gemabudhi Ronny Hermawan mengimbau kepada semua umat Buddha se-Indonesia untuk tidak mudah terprovokasi. Terlebih isu Buddha Bar telah bermuatan politis dan membawa nama partai dalam penyelesaiannya. "Ironisnya isu Buddha Bar berkembang tatkala menjelang pemilu, dan dialog ini untuk meluruskan agar umat Buddha tetap bersatu," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com