Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengalaman Pertama Membersihkan Jenazah

Kompas.com - 30/03/2009, 15:49 WIB

KOMPAS.com — Membersihkan jenazah bukanlah hal yang mudah, terlebih dalam jumlah yang banyak bahkan sudah mulai membusuk. Perlu mematikan logika untuk sementara waktu.

Inilah yang dirasakan Fitra Amalia (22), mahasiswi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, salah satu relawan yang terjun di lokasi bencana Situ Gintung. Sebelumnya, tidak pernah membayangkan ia akan membersihkan jenazah dalam jumlah yang cukup banyak.

"Enggak pernah kepikiran sebelumnya, ini adalah pengalaman pertama menjadi relawan yang memandikan jenazah seperti ini," terang Fitria kepada Kompas.com.

Setelah mendengar tanggul situ gintung jebol, Fitria yang tempat tinggalnya juga di daerah Gintung, segera datang ke lokasi bencana. "Saat saya datang, beberapa korban meninggal sudah ditemukan. Saya sempat shock, enggak nyangka kalau kejadiannya sampai seperti itu," kata Fitria.

Ia mengaku sempat terdiam beberapa saat karena tidak tahu apa yang harus dilakukan. Setelah tersadar ia langsung membantu relawan lain untuk membersihkan korban yang telah ditemukan. Awalnya Fitria merasa jijik karena ia sama sekali belum pernah melakukannya, tetapi didorong rasa kemanusiaan yang tinggi Fitria pun sanggup melakukan hal tersebut.

"Untuk sementara logika saya matikan dulu, kalau tidak bisa-bisa saya muntah dan tidak nafsu makan," ujar wanita berjilbab ini.

Pada hari pertama ia membersihkan sekitar 17 belas jenazah. Setelah itu, relawan mulai bertambah dan terdapat juga bantuan dari seorang dokter ahli bedah. Setelah empat hari bertugas, Fitria sudah semakin kebal membersihkan dan memandikan jenazah dalam berbagai kondisi.

"Waktu hari pertama kondisi jenazah masih bagus, hanya penuh dengan lumpur. Semakin ke sini kondisinya semakin memprihatinkan, banyak anggota tubuh yang terlepas," terang Fitria. Ada yang bagian perutnya keluar akibat terlalu banyak gas dan air. Ada juga yang bagian muka seperti mata, rahang terlepas.

Saat malam hari, wajah-wajah para korban yang ia bersihkan sempat terlintas dalam bayangan Fitria, tetapi ia langsung berdoa agar arwah mereka tenang. "Setelah selesai berdoa alhamdulillah saya merasa tenang," tuturnya.

Fitria dan para relawan lain yang membersihkan jenazah tidak diberikan suntikan antitetanus. "Menurut ahli bedah yang membimbing kami, suntikan antitetanus belum diperlukan. Karena korban yang kami tangani tidak terlalu banyak seperti di Aceh," kata Fitria.

Agar tidak terkena racun dari gas yang dikeluarkan jenazah, Fitria dan relawan lain mengatasinya dengan banyak meminum air putih. "Setiap selesai memegang jenazah langsung banyak minum air putih, karena gas monoksida yang dikeluarkan jenazah sangat berbahaya, bisa sampai menghilangkan kesadaran orang," terangnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com