Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengelolaan Situ di Indonesia Bermasalah

Kompas.com - 31/03/2009, 20:43 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com - Pengelolaan situ atau bendungan tipe urug di Indonesia umumnya bermasalah pada perawatan fisik, pengelolaan daerah aliran sungai, dan sistem peringatan dini. Perlu perlakuan dan teknologi yang lebih baik guna mencegah hal buruk di kemudian hari.

Hal itu mengemuka dalam diskusi terbimbing bersama peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Selasa (31/3) di Bandung. Sebagai pembicara adalah Edi Prasetyo Utomo dari Pusat Penelitian Geoteknologi dan Gadis Sri Haryani Pusat Penelitian Limnologi.  

Kejadian memilukan di Situ Gintung membuktikan minimnya manajemen penanganan masalah pada bendungan atau situ tipe urug. Kondisi ini, kemungkinan tidak jauh berbeda dengan situ lain bertipe serupa di daerah lain, seperti Waduk Karangkates, Waduk Sempor, dan Waduk Wadas Lintang, katanya.

Kasus Situ Gintung, menurut Edi, memberikan pelajaran berharga bagi penanganan situ atau waduk tipe urug. Minimnya pengawasan kondisi fisik waduk terlihat dari lemahnya pemantauan kondisi curah hujan di daerah tangkapan air melalui pengukur curah hujan otomatis.

Dari pemantauan satelit, jarak alat pengukur curah hujan otomatis antara hulu sampai poros bendungan di Situ Gintung sejauh 28 Kilometer. Padahal, idealnya penempatan alat pengukur hujan otomatis berjarak setiap 10 Km.

Sistem peringatan dini juga dilupakan. Di Situ Gintung, sirene yang ada hanya bisa didengarkan masyarakat sekitar hulu dan tanggul. Sedangkan masyarakat di hilir tidak mendengar. Akibatnya, banyak korban jiwa berjatuhan di hilir.

Oleh karena itu, Edi berharap, adanya perawatan dan pengawasan rutin pada waduk atau situ lainnya. Hal ini guna mencegah terjadinya kejadian serupa di kemudian hari. Diantaranya, penambahan alat ukur curah hujan otomatis, mengadopsi teknologi georadar dan geolistrik. Georadar dapat memantau kondisi waduk atau situ hingga kedalaman 5 meter. Sedangkan, geolistrik bisa memantau kondisi kedalaman waduk atau situ hingga 100 meter.

Nanti bisa dilihat tebal sedimentasi di waduk tertentu. Hal ini tentu berguna bila ingin mengambil langkah perawatan seperti pengerukan sedimentasi, katanya.

Selain itu, pengawasan daerah aliran sungai di Situ Gintung juga sangat lemah. Hal itu terbukti dari rusaknya DAS Pasangaran. Akibatnya, banyak sedimentasi tanah masuk ke bendungan. Sedimentasi menumpuk sehingga daya tampung air menyusut dan memengaruhi kekuatan dinding situ.

Menurut Gadis, kerusakan DAS sangat memengaruhi kondisi situ atau bendungan. Sedimentasi memengaruhi kualitas fisik, kimia, dan biologis.

Penelitian LIPI tahun 2007-2009 menyebutkan sekitar 5 persen dari 400 situ di Jabar dan Jakarta-Bogor-Ta ngerang-Bekasi telah lenyap berubah menjadi daratan. Salah satu contohnya adalah Situ Leutik di Kabupaten Bogor.

Semakin banyak DAS yang rusak berpotensi mengurangi jumlah situ. Beberapa DAS rusak lainnya adalah DAS Cisadane yang mengancam kelangsungan 45 situ dan DAS Jakarta-Bogor-Puncak-Cianjur yang melewati 200 situ, katanya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com