Chaerul Basjir, Ketua Umum HMI Jabodetabek-Banten, meminta mahasiswa menghilangkan atribut organisasi. ”Jangan menonjolkan atribut organisasi, tetapi mari tunjukkan bahwa kita mahasiswa juga membantu korban bencana ini,” katanya.
Demikian pula disampaikan Ketua Umum Lisuma Rizky Yulianto (24), yang juga mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia. ”Kita semua ada di sini untuk membantu korban Situ Gintung,” kata Rizky.
Para mahasiswa membantu mengevakuasi jenazah korban sampai mendistribusikan bantuan. HMI, misalnya, membentuk lima divisi, yaitu Divisi Mapping yang bertugas mencari data korban, Divisi Logistik yang mendistribusikan bantuan, Divisi Kesehatan yang membantu kesehatan korban, Divisi Dapur Umum yang bertugas memasak, dan Divisi Evakuasi yang membantu mencari korban yang masih hilang.
Mahasiswa juga membantu membersihkan bangunan dari lumpur dan sampah. Herlan (18), mahasiswa FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta, misalnya, mengaku terpanggil menjadi relawan karena bencana terjadi di kampus dan seputar kampusnya.
Dewi Riyani (21), mahasiswi Sekolah Tinggi Manajemen Asuransi Trisakti, juga tergugah dan peduli kepada korban.
Palang Merah Indonesia (PMI) Banten mengerahkan 100-an relawan yang siaga di dua posko.
”Mereka datang dari Kota dan Kabupaten Tangerang, Pandeglang, Cilegon, Lebak,” kata Wakil Ketua Umum PMI Banten Airin Rachmi Diany.
PMI Jakarta Selatan mengerahkan 10-20 relawan. Salah satunya adalah Devina (19), mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta. Selain membantu mencari warga yang hilang, relawan PMI Jaksel melakukan pendampingan medis.
Relawan dari Yayasan Nanda Dua Nusantara melakukan pendampingan terhadap anak-anak korban bencana Situ Gintung. Sekitar 50 orang tidur di tenda di lokasi. ”Kami mitra Kak Seto, yang menghibur anak-anak yang kehilangan orangtua dan saudara,” kata M Yogi Aming (21) dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Pada saat korban berduka, relawan-relawan pribadi ini membantu tanpa pamrih. (ROBERT ADHI KSP)