Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Pinta Menaklukkan Leukimia (1)

Kompas.com - 01/05/2009, 18:29 WIB

BERTAHUN-tahun ia mendampingi putra sulungnya berjuang melawan sel jahat leukemia. Berbagai pengobatan, hingga ke Belanda pun, telah dicoba. Bagi Pinta Manullang-Panggabean, tak ada kata menyerah!

Aku menikah dengan Sabar Manullang 21 tahun lalu dan dikaruniai tiga anak, Andrew Manullang, Andri Manullang, dan Abel Manullang. Kebahagiaan, tentu itu yang kami rasakan. Sampai pada satu masa, kami harus rela mendapati kisah sedih terselip dalam album indah keluarga kami.

Kisah itu bermula tahun 2000. Di usianya yang baru menginjak 11 tahun, Andrew yang selalu aktif dan ceria tiba-tiba didiagnosis terkena leukemia. Mendengarnya, dunia ini seakan runtuh dan hancur berkeping! Bagaimana tidak? Andrew yang lahir 14 Juni 1989, tak pernah menunjukkan gejala-gejala mencurigakan. Kelahirannya normal dan ia juga selalu unggul dalam pelajaran.

Vonis ini muncul setelah kami merasa curiga karena Andrew mengeluh sakit perut dan demam. Tubuh Andrew jadi kurus dan lemah. Mirip orang yang terkena tifus. Akhirnya, kami periksakan ke empat dokter di rumah sakit berbeda. Hasilnya, kondisi Andrew tetap buruk. Kami disarankan untuk tes laboratorium. Ternyata, dari hasil tes darah itulah diketahui, putraku mengidap leukemia!

Berpacu Dengan Waktu
Tes darah menunjukkan leukosit Andrew tinggi sekali, 114.000 (batas normal 3.800 sampai 10.800). Hasil tes itu membuat kami kaget. Aku bahkan sempat berharap, tes tersebut salah. Dengan hasil itu, Andrew dirujuk ke ahli darah, Profesor Muslihan, di RSCM. Biopsi pun dilakukan agar semakin memantapkan hasil tes darah.

Ternyata hasilnya semakin menguatkan hasil tes darah. Ya Tuhan, anakku positif mengidap leukemia. Aku dan suami langsung menangis sejadi-jadinya. Syukurlah, dalam dekap kesedihan itu, sebuah kesadaran muncul bahwa kami tak boleh larut dalam tangisan. Kami harus bangkit dan mulai bergerak mencari kesembuhan bagi Andrew. Buat apa terus-terusan menangis? Apakah itu menolong? Enggak, kan? Aku harus bangkit dan mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai penyakit tersebut. Meskipun itu pahit dan seram, semuanya, toh, harus ditelan.

Sejak itu, aku rajin mencari informasi seputar penyakit ini. Di internet, bertanya ke ahli, baca buku, dan lainnya. Dari situ kami sadar, penyakit ini sangat berpacu dengan waktu. Sel kanker tumbuh dengan cepat dan bisa berakibat kematian. Ya, Tuhan…

Berobat Ke Belanda
Pelan-pelan Andrew kuberitahu. Sudah kesepakatan aku dan suami, Andrew harus tahu risiko penyakit ini sejak awal. Aku ingat, kala itu berat rasanya bibir ini mengucap. Syukurlah, di tengah sakitnya itu, Andrew tidak syok. Dia memang anak yang tegar. Aku sangat bangga padanya. Sejak itu, kami berjanji saling berpegangan tangan, bersama memerangi penyakit itu.

Kami dihadapkan pada dua opsi. Membawa Andrew berobat di RSCM atau ke Academisch Medisch Centrum (AMC) di Amsterdam, Belanda. Di saat bersamaan, aku berkenalan dengan Ibu Ira Soelistyo. Anak Bu Ira, Aditiya Wijaksono, juga menderita leukemia dan ketika itu tengah menjalani perobatan di AMC. Jujur, aku banyak mendapat info berharga tentang penyakit itu dari Bu Ira.

Alhasil, kami sepakat membawa Andrew berobat ke AMC. Komunikasi aku dengan Ibu Ira pun berlanjut. Aku belajar banyak dari Ibu Ira mengenai apa saja yang diperlukan dan yang harus disiapkan sebelum berangkat ke Belanda. Salah satunya, mencari kamar di Rumah Singgah yang ada di setiap RS. Dengan begitu, biaya selama tinggal di sana, bisa ditekan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com