Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prita: Saya Pengin Pulang...

Kompas.com - 03/06/2009, 06:06 WIB

”Orang berhak menggunakan haknya, tetapi jangan sampai melanggar hak subyektif orang lain. Ini yang mendasari laporan pidana dan gugatan RS Omni kepada Prita,” kata Risma.

Demi membela nama baiknya, selain mengajukan tuntutan hukum, manajemen RS Omni terpaksa membuat surat klarifikasi bantahan melalui dua surat kabar nasional, yaitu Kompas dan Media Indonesia, pada 8 September 2008. Klarifikasi itu secara spesifik menanggapi e-mail Prita yang dikirimkan ke beberapa teman pada 15 Agustus 2008.

Prita dijerat pasal berlapis, yaitu Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik dengan ancaman hukuman 1,4 tahun penjara, Pasal 311 KUHP tentang pencemaran nama baik secara tertulis dengan ancaman 4 tahun penjara, serta Pasal 27 Ayat 3 UU ITE dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.

Selanjutnya, pada 11 Mei 2009, Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan gugatan RS Omni. Putusan perdata menyatakan Prita terbukti melakukan perbuatan hukum yang merugikan RS Omni. Hakim memutuskan Prita membayar kerugian materiil sebesar Rp 161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan Rp 100 juta untuk kerugian imateriil.

Prita, warga Vila Melati, Serpong, Tangerang, ini mengajukan banding dan akan kembali ke ruang sidang pada 4 Juni mendatang.

Hak paling dasar

Anggota Sub-Komisi Pemantauan dan Penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Nur Kholis, saat mengunjungi Prita, menyatakan, persoalan antara Prita dan RS Omni kalaupun ada merupakan masalah hukum perdata. E-mail yang ditulis Prita merupakan bagian hak paling asasi seorang warga negara dan manusia di sebuah negara beradab.

”Kalau dianggap ada persoalan hukum, harus dibatasi pada ranah perdata. Yang lebih penting lagi, keberadaan e-mail adalah salah satu sarana untuk kebebasan mengemukakan pendapat bagi warga negara yang dilindungi konstitusi dan piagam HAM dunia. Tidak pada tempatnya tindakan hukum pidana dalam persoalan ini,” kata Nur Kholis.

Nur Kholis menegaskan, kasus Prita bisa menjadi preseden buruk atas penegakan HAM dan demokrasi di Indonesia.

Aktivis blogger, Iwan Piliang, seusai mengunjungi Prita menyatakan, sudah ada 15.000 dukungan di Facebook terhadap Prita. ”Aturan yang dikenakan kepada Prita sangat bertentangan dengan norma hukum yang berlaku di dunia. Undang-undang di Indonesia justru dibuat untuk menekan warga,” kata Iwan Piliang.

Prita, ibu dari Khairan Ananta Nugroho (3) dan Ranarya Puandida Nugroho (1 tahun 3 bulan), menunggu jalan panjang menanti ke mana ”Pedang Damocles” diayunkan. Sejak ditahan, kedua anaknya kehilangan sentuhan ibu dan kini diasuh oleh ayahnya, Andri Nugroho, yang bekerja di perusahaan asuransi.

”Saya pengin pulang. Saya ingin dekat dengan anak-anak,” kata Prita sambil terus terisak.

Prita yang dibui adalah potret kelas menengah yang diharapkan menjadi agen perubahan damai sebuah bangsa Indonesia yang konon sedang bereformasi....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com