Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Panggil Direksi RS Omni International

Kompas.com - 06/06/2009, 07:33 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — DPR RI akan memanggil direksi Rumah Sakit Omni International Alam Sutra Tangerang (Banten) pada Senin (8/6) besok untuk meminta penjelasan terkait kasus yang menimpa Prita Mulyasari.
  
Berdasarkan informasi yang dihimpun di Jakarta, Sabtu (6/6), DPR telah menetapkan jadwal rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan direksi RS Omni International pada Senin pukul 14.00 WIB. RDPU dilakukan oleh Komisi IX yang membidangi kesehatan.

RDPU dengan RS Omni International akan dilakukan setelah Komisi IX membahas RUU tentang Kesehatan pada hari yang sama pukul 10.00 WIB. Namun, pembahasan RUU ini dilakukan secara tertutup.

Kasus yang menimpa Prita Mulyasari mencuat pekan lalu dan mendapat perhatian dari berbagai kalangan. Selain pemerintah, kepolisian, dan kejaksaan agung, capres/cawapres juga memberi perhatian.

Ketua DPR RI Agung Laksono menyatakan tindakan RS Omni International sebagai upaya mempermainkan nyawa orang. Tidak seharusnya lembaga pelayanan publik dengan begitu mudah menuntut masyarakat, tanpa melakukan koreksi dalam pelayanannya.

"Jangan mempermainkan rakyat dengan menjadikan penjara sebagai tujuan," kata Agung Laksono di Gedung DPR menanggapi kasus pengiriman e-mail yang berujung nasib Prita Mulyasari masuk penjara.

Pimpinan Dewan ini menduga ada permainan atau motif tertentu di balik penahanan Prita Mulyasari. Menurut Agung, siapa pun boleh menyampaikan pendapatnya terutama terkait pelayanan publik. Semua pihak sebaiknya tidak menggunakan kekuasaan dalam menanggapi keluhan masyarakat.

"Mengapa sampai ada perintah penahanan padahal penyidik tidak merekomendasikan. Tentunya harus ada yang bertanggung jawab," katanya.

Sejumlah anggota DPR yang tergabung dalam Kaukus Parlemen untuk HAM menyesalkan dan memprihatinkan terjadinya kasus ini. Eva Sundari dari Kaukus Parlemen untuk HAM menyatakan, pada hakikatnya, sebagai konsumen RS Omni International, Prita adalah korban.

"Sepatutnya justru mendapat keadilan atas tidak diperolehnya hak-hak sebagai konsumen, bukan justru dikorbankan," kata Eva, anggota Komisi III (bidang hukum) DPR RI.

Dia mengemukakan, menulis surat keluhan melalui internet merupakan bagian dari tindakan kontrol masyarakat terhadap pelayanan publik, apalagi dalam kasus Prita, surat yang ia kirim ke internet bukan ditujukan untuk konsumen publik, tetapi komunitas terbatas.

Pada konteks jaminan negara atas penegakan HAM khususnya kebebasan menyatakan pendapat, maka pengenaan pasal pencemaran nama baik amat kontraproduktif dan tidak sejalan dengan hak politik rakyat.

Kaukus Parlemen untuk HAM berharap agar pelaksanaan UU No 11/2008 Pasal 27 Ayat (3) mempertimbangkan kemanusiaan karena dalam kasus ini penahanan tidak responsive gender (berputra balita dua orang). Sepatutnya, tersangka diberi status penahanan rumah karena tidak mengindikasikan risiko akan menghalangi proses hukum jika status tersebut diberikan, walaupun secara nomatif, KUHP membenarkan tindakan penahanan dengan cara kurungan.   

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com